Maria Pauline Lumowo buronan kasus pembobolan BNI

Kemenkumham Diminta Tak Larut dalam Glorifikasi Ekstradisi Maria Pauline Lumowa

11 Juli 2020 19:41 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Maria Pauline Lumowo (tengah), buronan kasus pembobolan BNI Rp 1,7 T. Foto: Kemenkumham RI
zoom-in-whitePerbesar
Maria Pauline Lumowo (tengah), buronan kasus pembobolan BNI Rp 1,7 T. Foto: Kemenkumham RI
ADVERTISEMENT
ICW menilai positif keberhasilan Kementerian Hukum dan HAM mengekstradisi Maria Pauline Lumowa. Buronan kasus pembobolan BNI itu diekstradisi dari Serbia.
ADVERTISEMENT
Namun, ICW mengingatkan Kemenkumham tak larut dalam kegembiraan. Sebab, Kemenkumham, khususnya Imigrasi, masih banyak persoalan.
"ICW meminta agar KemenkumHAM tidak larut dalam glorifikasi atas keberhasilan mengekstradisi tersangka Maria Pauline Lumowa. Sebab, beberapa waktu lalu, potret penegakan hukum yang terkait dengan otoritas Imigrasi banyak menuai persoalan," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, kepada wartawan, Sabtu (11/7).
Kurnia Ramadhan, peneliti ICW. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ICW kemudian mengambil contoh kasus eks caleg PDIP Harun Masiku yang sempat tak terdeteksi saat masuk ke Indonesia dari Singapura. Selain itu, terdapat pula Djoko Tjandra yang leluasa masuk Indonesia meski statusnya buronan.
"Misalnya, pada Januari lalu dalam kasus dugaan suap pergantian antar waktu anggota DPR RI yang melibatkan Harun Masiku. Saat itu KemenkumHAM bersikukuh bahwa Masiku berada di luar Indonesia, sedangkan menurut investigasi salah satu media menyebutkan mantan calon anggota legislatif asal PDIP itu sudah berada di Jakarta," papar Kurnia.
ADVERTISEMENT
"Selain itu, pekan lalu masyarakat juga dihebohkan dengan kehadiran buronan Djoko Tjandra di Indonesia. Dalam beberapa kesempatan, yang bersangkutan bahkan diketahui bebas berkeliaran di Jakarta untuk membuat kartu tanda penduduk dan mendaftarkan upaya hukum peninjauan kembali," imbuhnya.
Coverstory Djoko Tjandra. Foto: Indra Fauzi/kumparan
ICW mencatat bahwa dalam kurun dua puluh tahun terakhir, masih ada 40 buronan yang masih gagal ditangkap. Mayoritas buronan itu ada di luar negeri.
Menurut ICW, Kemenkumham sebagai pemegang kewenangan Central Authority (CA) memiliki tanggung jawab yang lebih besar dari sekadar menunggu koruptor kembali ke indonesia, atau menunggu kabar dari negara tujuan pelarian/persembunyian koruptor. Kemenkumham dinilai dapat bertindak proaktif sebagai koordinator dan katalisator pelaksanaan ekstradisi.
"Untuk itu, KemenkumHAM mesti aktif dalam melacak keberadaan buronan-buronan tersebut sembari mengupayakan jalur formal melalui mutual legal assistance atau pun perjanjian ekstradisi antar negara. Namun, di luar itu, pendekatan non formal pun mesti ditempuh, setidaknya dengan menjaga hubungan baik antar pemerintah negara Indonesia dengan negara lain," kata Kurnia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ICW juga mendesak Pemerintah dan DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset yang sudah masuk dalam program legislasi nasional DPR sejak tahun 2012 yang lalu. Ketentuan ini diyakini bisa memaksimalkan pemulihan kerugian negara meski pelakunya kabur.
"Namun, pembentuk UU terkesan mengabaikan begitu saja urgensi dari pengesahan regulasi ini. Padahal, dengan RUU ini diyakini akan memaksimalkan serta mempercepat pemulihan kerugian negara akibat praktik korupsi karena tidak lagi bergantung dengan menghadirkan pelaku kejahatan," ungkap Kurnia.
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten