KemenPPPA soal Bocah Sodomi Bocah di Bekasi: Bela Korban, Proses Hukum Pelaku
11 Juni 2025 23:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi prihatin atas kasus kekerasan seksual berupa sodomi, dimana korban dan pelaku adalah anak.
ADVERTISEMENT
Ia mengungkapkan, Kemen PPPA akan terus mengawal proses hukum, memastikan pendampingan psikososial, dan perlindungan berjalan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
"Kita tidak boleh mengabaikan hak atas rasa aman, perlindungan, dan keadilan bagi anak korban yang harus benar-benar dipenuhi. Negara harus berpihak secara tegas kepada korban, sekaligus menjalankan proses hukum terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum (AKH) dengan pendekatan yang adil, edukatif, dan tidak diskriminatif sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA)," kata Arifah, lewat keterangan tertulis, Rabu (11/6).
Arifah mengatakan dalam penanganan kasus-kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak sebagai korban dan pelaku, masih terjadi ketidaksesuaian dalam penyampaian informasi yang diperlukan korban dan keluarganya maupun dalam pelaksanaan UU SPPA di lapangan. Sebab, pemahaman dan implementasi UU SPPA belum merata di kalangan aparat penegak hukum maupun petugas layanan perlindungan anak dan masyarakat di daerah.
ADVERTISEMENT
"Kami mencermati adanya kesenjangan pemahaman di tingkat penerima aduan, baik di kepolisian maupun Dinas PPPA dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA). Pemahaman yang belum merata ini memang kerap menimbulkan miskomunikasi, mispersepsi, dan penanganan yang belum berpihak pada kepentingan terbaik anak, baik korban, pelaku, maupun saksi yang mempunyai hak untuk mendapatkan penanganan dan perlindungan. Ini bukan semata kelalaian, tetapi lebih pada kebutuhan akan pelatihan dan pembekalan yang hingga kini memang belum terselenggara merata,” ujar Arifah.
Arifah mengungkapkan saat ini Kemen PPPA bersama Kementerian Hukum tengah berkoordinasi secara intensif untuk menyusun dan merampungkan pedoman penyelenggaraan pelatihan pencegahan dan penanganan tindak pidana kekerasan seksual. Kemen PPPA bersama Bareskrim Polri juga akan melakukan asistensi bersama dalam penanganan kasus-kasus serupa sebagai bentuk komitmen terhadap perlindungan anak yang holistik.
ADVERTISEMENT
“Terkait pelaksanaan diversi, penting untuk memastikan proses tersebut berjalan dalam koridor UU SPPA dengan melibatkan pekerja sosial profesional dan pembimbing kemasyarakatan. Diversi bukan semata-mata pengalihan perkara, tetapi proses hukum yang berbasis pemulihan. Dibutuhkan penelitian sosial (litsos) yang kuat dari Pekerja Sosial dan pendampingan dari Pembimbing Kemasyarakatan Bapas agar tindakan pembinaan yang diputuskan tidak hanya melindungi kepentingan pelaku, tetapi juga menjamin pemulihan bagi korban," ujar Arifah.
Ia juga menegaskan komitmen negara untuk berpihak pada anak korban kekerasan seksual, tidak ada toleransi terhadap kekerasan seksual.
“Semua anak berhak atas perlindungan dan semua proses hukum harus berkeadilan. Kepentingan terbaik bagi anak, terutama anak korban harus menjadi prioritas utama dalam setiap langkah kebijakan dan penanganan kasus," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Lalu, ia mendorong masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat atau mengetahui kasus kekerasan berani lapor ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat. Seperti UPTD PPA, Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Polisi untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali.
Selain itu, masyarakat juga dapat melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08111-129-129.