Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya
Kementerian LHK: Pengelolaan Limbah B3 Wajib Dapat Perizinan Pusat atau Pemda
ADVERTISEMENT
Pengelolaan limbah medis saat ini menjadi sorotan karena makin banyak bermunculan selama masa pandemi COVID-19 . Sebab, limbah -limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) kini tak hanya berasal dari rumah sakit, tetapi juga rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Direktur Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Non B3 Kementerian LHK , Sinta Saptarina, mengungkapkan saat ini pihaknya terus melakukan pengawasan pengelolaan limbah B3 dengan meminta pemerintah daerah mengelola sesuai peraturan.
"Karena ini ada limbah B3-nya, maka ketika dia dari rumah tangga dikumpulkan pemda, pemda ke langkah berikutnya dengan mekanisme di UU 32/2009 atau PP 101/2014," ucap Sinta dalam webinar 'Penguatan Pengelolaan Limbah Medis COVID-19 di Fasyankes' di channel Youtube Direktorat Kesehatan Lingkungan, Senin (15/2).
"Berupa masker, APD, kapas dikemas pada wadah tertutup dan bertuliskan infeksius. Jangan lupa digunting agar tidak digunakan lagi, diangkut, dan dimusnahkan pada fasilitas pengolahan B3. Dan pemda kita mohon berikan info ini ke masyarakatnya," lanjut dia.
Sinta menuturkan, fasilitas pengelolaan limbah B3 ini memang tidak bisa sembarang dibangun dan tetap harus memiliki perizinan. Jangan sampai ada upaya pengolahan yang tidak berizin dan dikhawatirkan tidak diolah dengan semestinya.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, Sinta meminta pengelolaan limbah B3 wajib mengajukan perizinan berusaha ke pemerintah pusat atau daerah. Hal ini seperti tercantum dalam Pasal 59 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Terkait aturan perizinan, ia menyebut sedang dilakukan penyesuaian dengan UU Cipta Kerja. Begitu juga dengan Peraturan Menteri LHK Nomor 56 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3 Fasilitas Kesehatan.
"Soal perizinan ada perubahan, pengelolaan limbah B3 wajib mendapatkan perizinan berusaha atau persetujuan pemerintah pusat atau pemda. Jadi ada sedikit [perubahan] harusnya lebih mudah lagi dalam permintaan perizinan," tuturnya.
Menurut Sinta, KLHK memiliki peranan dalam pengawasan pelaporan dan perizinan limbah medis. Sedangkan Kemenkes lebih kepada pembinaan pengelolaan limbah medis di fasilitas kesehatan masing-masing.
ADVERTISEMENT
Sejauh ini, sudah ada 124 rumah sakit yang sudah memiliki izin penggunaan insinerator atau teknologi pengolahan sampah. Sinta berpesan kepada faskes yang belum memiliki izin untuk bersurat ke Kementerian LHK sehingga memiliki legitimasi dalam mengelola limbah medis tersebut.
"Relaksasi perizinan pengolahan limbah medis atau insinerator kepada fasyankes yang memiliki insinerator tidak berizin selama masa pandemi," tutup dia.