Kemhan Gugat ke PN Jakpus, Lawan Putusan Arbitrase soal Denda Pembelian Satelit

13 Februari 2022 16:00 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi satelit di Orbit. Foto: Shutterstock/rommma
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi satelit di Orbit. Foto: Shutterstock/rommma
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian Pertahanan (Kemhan) mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Gugatan tersebut diajukan Kemhan berkaitan dengan keputusan International Chambers of Commerce (ICC) yang memutuskan menjatuhkan denda ratusan miliar rupiah ke Kemhan terkait urusan pembelian satelit.
ADVERTISEMENT
Gugatan ini untuk membatalkan keputusan Pengadilan Arbitrase dan pertama didaftarkan pada Rabu 2 Februari 2022 oleh kuasa hukum Kemhan, Cahyaning Nuratih. Gugatan tersebut terdaftar dengan dengan nomor 64/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst dengan pihak tergugat Navayo International A.G dan Hungarian Exsport Credit Insurance PTE LTD.
Ada empat petitum yang diajukan oleh pihak Kemhan. Salah satunya adalah meminta agar tidak mengakui putusan pengadilan arbitrase yaitu menjatuhkan denda kepada Kemhan.
Berikut isi empat petitum yang diajukan pihak Kemhan.
1. Menerima Gugatan Perlawanan Pelawan untuk seluruhnya dan menyatakan bahwa Gugatan Perlawanan Pelawan adalah tepat dan beralasan;
2. Menyatakan bahwa Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 83/2021.Eks jo. Putusan Arbitrase Internasional-International Chambers of Commerce (ICC) tanggal 22 April 2021 Nomor 20472/HTG jo. Nomor 14/ARB-INT/2021/PN.JKT.PST tanggal 30 Desember 2021 Penetapan No: 103/2015.eks jo. Putusan Arbitrase Internasional-Putusan Sela Final (Interim Final Award) tanggal 26 Maret 2014 dan Putusan Final (Final Award) tanggal 28 Mei 2014 Jo No 07/PDT/ARB-INT/2015/PN.JKT.PST tidak dapat dieksekusi batal demi hukum;
ADVERTISEMENT
3. Menyatakan bahwa Putusan Arbitrase Internasional-International Chambers of Commerce (ICC) tanggal 22 April 2021 Nomor 20472/HTG tidak dapat diakui dan tidak dapat dilaksanakan;
4. Menghukum Para Terlawan untuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul dalam perkara ini.
Diketahui, keputusan pengadilan arbitrase terkait Navayo tidak bisa langsung diimplementasikan. Setelah ada keputusan arbitrase, maka pihak yang menang gugatan atas Kemhan harus meminta pengadilan setempat, dalam hal ini pengadilan di Indonesia, untuk memutuskan pemberian denda. Berarti Navayo harus meminta pengadilan di Indonesia untuk menjatuhkan putusan agar Kemhan membayar denda.
Tapi, dengan gugatan ini, Kemhan justru meminta agar PN Jakpus tidak memberi putusan bagi Kemhan untuk membayar denda.

Soal Polemik Pengadaan Satelit

Kementerian Pertahanan di Jakarta. Foto: Maulana Ramadhan/kumparan
Perkara ini bermula saat Satelit Garuda 1 yang keluar orbit dari Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) pada tanggal 19 Januari 2015. Hal ini membuat terjadi kekosongan pengelolaan oleh Indonesia.
ADVERTISEMENT
Merujuk pada peraturan International Telecommunication Union (ITU) yang ada di bawah PBB, negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk kembali mengisi slot itu. Jika tak dipenuhi maka slot dapat digunakan negara lain.
Kemhan disebut kemudian menyewa satelit kepada Avanti Communication Limited (Avanti), pada tanggal 6 Desember 2015 untuk mengisi sementara kekosongan. Padahal, Kemhan tidak mempunyai anggaran untuk itu.
Belakangan, Avanti menggugat Kemhan di London Court of International Arbitration (LCIA) atas dasar kekurangan pembayaran sewa. Negara bahkan harus membayar Rp 515 miliar karena gugatan itu. Uang itu kemudian dinilai sebagai kerugian negara.
Selain itu, penyimpangan diduga terjadi dalam pembangunan Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) Kemhan tahun 2015. Penyedia Satelit yang kemudian bekerja sama dengan Kemhan adalah Navayo, Airbus, Detente, Hogan, Lovel, dan Telesa.
ADVERTISEMENT
Terkait ini, Kemhan digugat Navayo di Pengadilan Arbitrase Singapura karena wanprestasi kontrak. Kemhan diwajibkan membayar USD 20.901.209 (sekitar Rp 298 miliar) kepada Navayo. Inilah yang dipermasalahkan dalam gugatan Kemhan.
Penyidikan Perkara Satkomhan
Terkait penyidikan perkara ini, pihak Kejagung yang diberi tugas untuk menangani perkara ini sebelumnya telah memeriksa tiga orang pihak swasta sebagai saksi terkait kasus ini. Ketiganya adalah yakni SW selaku Direktur Utama PT DNK (Dini Nusa Kusuma) AW selaku Presiden Direktur PT DNK, serta R selaku Menkominfo Periode 2014-2019.
Tak hanya memeriksa saksi, penyidik Kejagung turut menggeledah tiga lokasi. Dari sana penyidik berhasil mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait dengan kasus.
Tiga lokasi yang digeledah itu di antaranya Kantor PT. Dini Nusa Kusuma yang beralamat di Jalan Prapanca Raya, Jakarta Selatan; Kantor PT. Dini Nusa Kusuma yang beralamat di Panin Tower Senayan City Lantai 18A Jakarta Pusat; serta Apartemen milik saksi SW (Direktur Utama PT. Dini Nusa Kusuma/Tim Ahli Kementerian Pertahanan).
ADVERTISEMENT
3 kontainer plastik dokumen dan sejumlah barang bukti elektronik dengan total kurang lebih 30 buah diamankan dari penggeledahan di tiga lokasi tersebut.
Infografis Sengkarut Satelit Orbit 123. Foto: Tim Kreatif kumparan