Kemlu AS Rilis Laporan HAM Indonesia, Sorot Kasus Sambo

Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat merilis Laporan Praktik Hak Asasi Manusia (Country Reports on Human Rights Practices) soal pelanggaran yang terjadi di berbagai negara seluruh dunia, pada Senin (20/3), termasuk Indonesia.
Laporan tahunan terbaru ini mencatat pelanggaran HAM di Indonesia sepanjang 2022, salah satu kasus yang menjadi sorotan adalah pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat oleh atasannya sendiri, Kepala Divisi Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo .
Dikutip dari situs web resmi Kementerian Luar Negeri AS, pelanggaran HAM pertama yang disoroti dalam laporan tersebut di tahun 2022 adalah perampasan nyawa secara sewenang-wenang oleh aparat pemerintah serta pembunuhan yang melanggar hukum atau bermotif politik.
“Dalam kasus-kasus dugaan pembunuhan di luar hukum oleh aparat pemerintah, polisi dan militer seringkali tidak melakukan investigasi dan ketika mereka melakukan investigasi, mereka tidak mengungkapkan temuan-temuan investigasi internal tersebut,” bunyi laporan HAM AS.

Laporan AS menyebut, acap kali pernyataan resmi yang berkaitan dengan tuduhan kekerasan oleh aparat pemerintah justru bertentangan dengan laporan LSM atau kelompok pembela HAM.
Sehubungan dengan situasi itu, laporan HAM AS menyorot kasus Ferdy Sambo yaitu peristiwa yang awalnya dilaporkan sebagai peristiwa ‘baku tembak’ antara sesama polisi di sebuah kompleks perumahan Polri pada awal Juli 2022 lalu.
Peristiwa berdarah yang terjadi di kediaman Sambo itu semula ditutup rapat oleh para saksi penembakan yang tak sedikit di antaranya justru menjadi obstruction of justice.
Hingga akhirnya pada 12 Agustus 2022 Sambo mengaku kepada pihak berwenang bahwa dia bersama beberapa orang terdekatnya telah dengan sengaja menyusun skenario untuk membunuh Brigadir Yosua — salah satu ajudannya, lalu kemudian menyamarkan pembunuhan itu sebagai insiden baku tembak.

Menurut laporan HAM yang dirilis Kemlu AS masih samar motif sebenarnya Sambo menghabisi nyawa Yosua. Bahkan sejumlah media menduga itu terkait bisnis ilegal yang dijalankan jenderal bintang dua tersebut.
“Sementara motif pembunuhan pada tanggal 8 Juli masih belum jelas, beberapa media melaporkan bahwa Yosua berencana untuk membocorkan kegiatan ilegal yang diduga dilakukan Sambo, termasuk menjalankan jaringan perjudian,” ungkap laporan HAM AS.
“Penyelidikan internal kepolisian meluas hingga melibatkan hampir tiga lusin perwira polisi dan jenderal bintang satu dan dua. Namun, LSM dan akademisi menyatakan keraguannya bahwa investigasi tersebut akan mencakup semua kegiatan ilegal Sambo, yang mereka yakini pasti sudah disetujui di tingkat yang lebih tinggi,” imbuhnya.
Intimidasi terhadap Jurnalis yang Meliput Kasus Sambo
Tak berhenti di situ. Laporan HAM Kemlu AS itu juga menyebutkan adanya pelanggaran HAM lain yang masih berkaitan dengan kasus pembunuhan Brigadir Yosua — yaitu dikekangnya kebebasan berekspresi dan berpendapat, meliputi media serta anggota pers.
Dalam laporan tersebut, tercantum bahwa anggota pers dan media di Indonesia terkadang menghadapi pelecehan dan ancaman ketika menyelidiki kasus-kasus yang melibatkan aparat pemerintah atau polisi.

“Pada bulan September, dua wartawan diserang oleh tiga orang ketika sedang mengumpulkan informasi terkait dengan pembunuhan terkenal yang dilakukan oleh mantan Kapolda Irjen Ferdy Sambo,” bunyi laporan HAM Kemlu AS.
Para penyerang yang diduga merupakan suruhan Sambo itu mengambil handphone milik tiga wartawan tersebut, menghapus bukti berupa gambar dan rekaman yang mereka ambil, lalu menggeledah tas mereka.
“Pemerintah mengambil tindakan hukum terhadap salah satu penyerang, yang merupakan mantan sopir Sambo, sementara dua orang lainnya belum diketahui identitasnya,” imbuhnya.
Menurut pihak AS ada banyak laporan tentang hukum yang justru digunakan untuk membatasi kritik terhadap aparat pemerintah maupun pemerintah itu sendiri.
Contohnya, pemberlakuan hukuman pidana terhadap para seluruh pihak yang melakukan pencemaran baik, ujaran kebencian, penistaan agama, pencabulan, dan penyebaran informasi palsu (hoaks).
“Kebenaran sebuah pernyataan bukanlah sebuah pembelaan,” tutup laporan tersebut.