Kemlu: Pemberlakuan Sanksi kepada Myanmar Bukan DNA Negara ASEAN

16 Desember 2024 15:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perempuan anggota Pasukan Pertahanan Rakyat Mandalay (MDY-PDF) berjaga di base camp mereka di hutan dekat Kotapraja Namhsan di Negara Bagian Shan, bagian utara Myanmar pada tanggal 9 Desember 2023. Foto: STR/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Perempuan anggota Pasukan Pertahanan Rakyat Mandalay (MDY-PDF) berjaga di base camp mereka di hutan dekat Kotapraja Namhsan di Negara Bagian Shan, bagian utara Myanmar pada tanggal 9 Desember 2023. Foto: STR/AFP
ADVERTISEMENT
Indonesia menegaskan pemberlakuan sanksi terhadap Myanmar bukanlah pendekatan yang sesuai dengan prinsip ASEAN. Hal ini disampaikan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Roy Soemirat, pada konferensi pers di Jakarta, Senin (16/12).
ADVERTISEMENT
Roy menyebut ASEAN tidak mengenal mekanisme sanksi dalam menyelesaikan permasalahan internal, termasuk dalam menghadapi ketidakpatuhan Myanmar terhadap Five-Point Consensus (5PC).
Let’s just say sanksi is not really in the DNA dari negara-negara ASEAN,” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Roy menekankan bahwa Indonesia hanya mengakui sanksi yang diterapkan oleh Dewan Keamanan PBB.
Jubir Kemlu itu menjelaskan, sanksi pun harus dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak memperburuk kondisi masyarakat sipil.
Jubir Kemlu, Rolliansyah Soemirat (tengah) dan Direktur PWNI Kemlu, Judha Nugraha menggelar press briefing di Ruang Palapa, Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Senin (16/12/2024). Foto: Luthfi Humam/kumparan
Roy juga menyinggung keputusan ASEAN pada 2023 lalu terkait keketuaan organisasi. Setelah Malaysia, posisi ketua ASEAN pada 2026 akan dipegang oleh Filipina, bukan Myanmar, mengingat situasi negara tersebut yang masih belum stabil.
“Tapi lagi-lagi ini bukan sanksi,” tegasnya.
“Ini justru kesempatan yang diberikan kepada Myanmar oleh negara-negara ASEAN untuk segera menyelesaikan situasi internalnya sebelum nantinya dapat kembali menjalankan peran secara reguler, termasuk menjadi ketua ASEAN,” lanjut Roy.
ADVERTISEMENT

Dialog Tetap Jadi Pendekatan Utama

Gedung sekretariat Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), menjelang pertemuan para pemimpin ASEAN di Jakarta, Indonesia, Jumat (23/4). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Selama kepemimpinan Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2023, pendekatan ini terus dikedepankan melalui engagement aktif dengan berbagai pihak.
Mengenai pendekatan pemerintah Indonesia di bawah Presiden Prabowo terhadap isu Myanmar, Roy menjelaskan fokus utamanya adalah kesinambungan kebijakan dari pemerintahan sebelumnya.
“Ini bukan masalah apa yang baru, apa yang lama, tapi bagaimana seluruh approach, seluruh pemikiran, ide-ide yang ada saat ini baik itu di bawah administrasi Bapak Presiden Joko Widodo atau pun yang sekarang sedang mulai dikembangkan lebih lanjut di bawah administrasi Bapak Presiden Prabowo dapat terjalin sebuah sinergitas yang sangat tinggi untuk memberikan bantuan yang all out, bagaimana seluruh pendekatan bersinergi untuk memberi solusi konkret,” ungkapnya.

Dinamika Geopolitik Myanmar

Orang-orang melarikan diri dari sebuah desa setelah pertempuran antara militer Myanmar dan Tentara Arakan (AA), sebuah kelompok bersenjata etnis minoritas, di Kotapraja Pauktaw di Negara Bagian Rakhine barat pada 19 November 2023. Foto: STR/AFP
Krisis di Negeri 1001 Pagoda masih berlanjut imbas kudeta militer pada 2021 silam. Sejak konflik meletus, Myanmar terus dilanda konflik bersenjata antara junta militer dan kelompok pro-demokrasi, termasuk pemberontak etnis.
ADVERTISEMENT
Kekerasan yang terjadi telah menyebabkan ribuan korban jiwa dan memaksa ratusan ribu orang mengungsi.
Hingga kini junta militer belum mematuhi Five-Point Consensus (5PC) yang disepakati ASEAN untuk memulihkan stabilitas di negara tersebut.
Komunitas internasional, termasuk PBB, telah menjatuhkan sanksi terhadap junta militer.
Namun, Indonesia menolak langkah serupa jika dilakukan secara sepihak.
“Sanksi yang kita akui yang datang dari PBB. Selain sanksi itu Indonesia tidak pernah mengakui dan tidak dalam posisi untuk mengimplementasikan. Apalagi sanksi-sanksi yang bersifat unilateral yang diberikan oleh sebuah negara kepada negara lain,” tegas Roy.
“Bagaimanapun juga, Myanmar adalah bagian dari ASEAN, dan tugas kita adalah membantu mereka kembali stabil,” lanjutnya.