Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Kemlu RI soal Aneksasi 4 Wilayah Ukraina: Langgar Hukum Internasional
3 Oktober 2022 15:34 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengumumkan aneksasi empat wilayah Ukraina pada Jumat (30/9). Dia menyambut Luhansk, Donetsk, Kherson, dan Zaporizhzhia sebagai bagian dari Rusia.
Tindakan tersebut telah memantik kecaman keras dari berbagai negara maupun organisasi internasional. Kemlu RI kemudian mengeluarkan pernyataan terkait referendum aneksasi itu.
Merujuk pada piagam PBB, Kemlu RI menyerukan penghormatan terhadap integritas teritorial sebuah negara. Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, juga menyebut tindakan itu melanggar Piagam PBB.
Dewan Keamanan PBB (UNSC) turut mengadakan voting rancangan resolusi yang mengutuk pencaplokan itu pada Jumat (30/9). Satu-satunya anggota yang menentang resolusi tersebut adalah Rusia.
Meskipun bukan anggota UNSC, Indonesia telah lama menentang tindakan Rusia pula melalui PBB. Indonesia menjadi salah satu dari 140 negara anggota PBB lainnya yang menyetujui resolusi untuk mendesak Rusia menghentikan serangan ke Ukraina pada awal Maret.
ADVERTISEMENT
"Setiap negara harus menghormati kedaulatan dan integritas wilayah negara lain. Prinsip ini secara jelas tertera dan merupakan salah satu prinsip utama Piagam PBB," cuit Kemlu RI di Twitter pada Minggu (2/10).
"Indonesia secara konsisten menjunjung tinggi dan menghormati prinsip tersebut. Prinsip ini juga berlaku terhadap referendum 4 wilayah Ukraina. Referendum tersebut melanggar prinsip piagam PBB dan hukum internasional," imbuhnya.
Dengan memperhitungkan Semenanjung Krimea yang dicaplok dari Ukraina pada 2014, Rusia telah merebut wilayah nyaris seukuran Negara Bagian Pennsylvania di Amerika Serikat (AS).
Kendati demikian, keempat wilayah baru belum sepenuhnya jatuh ke tangan Rusia. Ukraina masih mengendalikan seperempat wilayah Zaporizhzhia, dan 40 persen wilayah Donetsk. Kherson adalah satu-satunya wilayah yang telah sepenuhnya dikendalikan Rusia.
ADVERTISEMENT
Walau begitu, separatis pro-Rusia bersikeras menggelar referendum aneksasi di keempat wilayah tersebut pada 23-27 September. Rusia meyakini bahwa pemungutan suara tersebut bersifat sukarela, mematuhi hukum internasional, dan partisipasi pemilihnya tinggi.
Menurut hasil yang diungkap Rusia, hingga 93,11 persen pemilik suara di Zaporizhzhia ingin bergabung dengan Rusia. Begitu pula bagi lebih dari 87,05 persen pemilih di Kherson dan 98,42 persen pemilih di Luhansk. Donetsk bahkan mendapati 99,23 persen dukungan suara.
Separatis di Donetsk dan Luhansk telah berusaha memisahkan diri dari Ukraina sejak 2014. Putin mengakui keduanya sebagai republik berdaulat sebelum menginvasi Ukraina pada 24 Februari.
Putin menandatangani dua dekrit yang mengakui Kherson dan Zaporizhzhia sebagai wilayah independen pula pada Kamis (29/9).
ADVERTISEMENT
Kremlin kemudian mengancam akan menggunakan senjata nuklir untuk mempertahankan wilayah yang baru bergabung dengan Rusia. Aneksasi lantas berpotensi memicu Perang Dunia III.
Sebab, NATO telah menyuplai persenjataan bagi Ukraina untuk melawan pasukan Rusia. Dengan demikian, NATO bisa dianggap sebagai pihak yang terlibat secara langsung dalam perang.
Analis mengatakan, eskalasi tersebut menandakan bahwa Putin bersiap menghadapi perang berkepanjangan di Ukraina. Kemlu RI mengungkapkan pandangan serupa.
"Referendum itu akan semakin menyulitkan penyelesaian konflik melalui perundingan dan akibatkan perang semakin berkepanjangan, yang akan merugikan semua pihak," jelas Kemlu RI.