Kenapa Ibu Kota, Bukan Bapak Kota?

13 Februari 2017 13:09 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Ilustrasi kamus kata. (Foto: Pixabay/congerdesign)
Pernahkah pertanyaan jail terlintas di benakmu: kenapa bahasa kita, Indonesia, memilih menggunakan kata ibu kota atau ibu pertiwi, bahkan ibu jari, ketimbang bapak kota, bapak pertiwi, dan bapak jari?
ADVERTISEMENT
Kata “ibu” jelas lebih laris ketimbang “bapak”.
Kita bisa saja memberikan banyak jawaban, pun yang paling spekulatif, atas pertanyaan tersebut. Misalnya, sebab ibu adalah sosok yang berjasa bagi umat manusia --melahirkan dan mengasuh kita; sebab wanita dalam sejumlah ajaran agama dianggap sebagai tiang negara.
Secara harfiah, “ibu” memiliki beberapa arti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Jadi, ibu tak sekadar diartikan sebagai orang yang melahirkan kita ke dunia, pun tak selalu merujuk pada wanita. Ibu, selain menunjukkan panggilan untuk perempuan, memiliki banyak varian lain.
ADVERTISEMENT
Ibu (ilustrasi) (Foto: Pixabay/bavitullo)
Ada beberapa gabungan kata yang terbentuk dari unsur “ibu” dan tidak merujuk pada perempuan, seperti contoh-contoh di atas, yakni ibu jari, ibu kota dan ibu pertiwi.
“Itu adalah kata gabung, maknanya ada yang harfiah ada yang konotatif,” kata Ivan Lanin, pakar dan pegiat bahasa Indonesia yang juga pendiri Wikimedia Indonesia, kepada kumparan, Senin (6/2).
Makna harfiah yang dimaksud Ivan ialah arti sebenarnya, sedangkan makna konotatif mengandung arti tautan atau konotasi atau yang menimbulkan nilai rasa.
“Ibu dilekatkan pada kata-kata yang mengandung arti induk, yang utama, pusat,” ujar Ivan.
Bukan cuma “ibu” yang memiliki makna konotasi, tapi ada pula beberapa kata lain seperti “anak” dan “buku”.
“Anak sungai, anak perusahaan itu kan mengandung makna keturunan. Begitu pula buku jari, buku kaki, dan lainnya,” kata Ivan.
ADVERTISEMENT
Makna-makna yang terkandung dalam gabungan kata tersebut meluas dari arti harfiahnya, dan memberi nilai rasa lain.
Ilustrasi makna ibu. (Foto: Pixabay/Godsgirl_madi)
Pemilihan kata tergantung pada nilai rasa yang terbangun. Budaya Indonesia, baik dalam cerita maupun sejarahnya, menempatkan ibu dalam posisi penting.
“Bahasa pada dasarnya adalah budaya. Jadi bagaimana orang itu berpikir, mengatur, dan menata lingkungannya itu diketahui melalui bahasa,” jelas Felicia Utorodewo yang biasa dipanggil Ibu Sis, Dosen Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI).
Mempelajari bahasa membantu memahami budaya kita sendiri. Seperti dalam penggunaan kata “ibu”, bangsa Indonesia jadi paham bahwa ibu memiliki nilai penting bukan hanya dalam hubungan kekerabatan.
“Mengapa ibu? Karena dialah yang terdekat pada kita,” ujar Ibu Sis.
ADVERTISEMENT
Dia menjelaskan, kata “ibu” yang berasal dari istilah kekerabatan itu mengalami perluasan makna karena budaya Indonesia menempatkan ibu sebagai orang yang diutamakan dan paling dihormati. Konsep itulah yang menghasilkan masyarakat dan lingkungan seperti yang ada sekarang.
“Kalau kita baca-baca cerita rakyat, di Kalimantan, Sulawesi, selalu ibu yang menjadi dasar semuanya,” kata Ibu Sis.
Oleh sebab itu kata “ibu” dipilih digunakan bukan hanya untuk perempuan, tapi lebih jauh dari itu, juga dalam konsep kenegaraan seperti ibu kota dan ibu pertiwi.
“Segala sesuatu yang berkaitan dengan inti biasanya dikaitkan dengan ibu sebagai tempat kita bertumpu, mengadu, mencari kehidupan, dan sebagainya,” kata Ibu Sis.
Ilustrasi ratu. (Foto: Pixabay/mechtasbivaetsa1)
Penggunaan kata “ibu” tersebut menunjukkan bahwa bangsa dan budaya Indonesia menempatkan perempuan dalam posisi penting. Misalnya, sejak zaman dahulu pun, di Nusantara sudah dikenal sejumlah ratu yang berkuasa, seperti Gayatri Rajapatni yang merupakan Ibu Suri Kerajaan Majapahit, Tribhuwana Wijayatunggadewi --putri Gayatri yang menjadi Ratu Majapahit, atau Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga.
ADVERTISEMENT
Seperti pola kehidupan lebah atau semut yang dipimpin oleh seorang ratu, sang ibu pula yang biasa mengatur segala sesuatu. Posisi ibu sebagai inti ini juga diadopsi budaya Indonesia.
“Sejak dulu, ibu itu sudah dianggap ‘sakti’. Cerita-cerita rakyat di Nusantara pada umumnya selalu dimulai dari semacam buluh bambu, kemudian keluar buih, lahirlah putri dan menghasilkan suatu masyarakat tertentu. Malin Kundang kurang ajar pada ibunya, dia jadi batu,” kata Ibu Sis mencontohkan cerita-cerita rakyat Nusantara.
“Ibu” menduduki posisi terhormat bukan hanya dalam bahasa Indonesia. Pada bahasa Inggris, “ibu” (mother) juga menjadi kata terindah.
Berdasarkan polling yang dilakukan The British Council pada 2004 terhadap 40.000 orang dari 102 negara, mayoritas memilih “mother” sebagai kata terindah.
ADVERTISEMENT
“Semua memilih ibu dan memiliki gagasan yang masuk akal menyangkut ‘ibu’ sebagai bagian yang niscaya kita miliki dan sangat berpengaruh di berbagai budaya,” ujar Chris Wade, Direktur Komunikasi The British Council saat itu.
“Ibu”, kata dengan makna mendalam itu, memiliki sejarah yang terentang panjang, setua umur peradaban manusia itu sendiri.
Selanjutnya
Ibu pada masa kuno (ilustrasi). (Foto: Pixabay/ArtsyBee)