Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Pusat Kajian Anti Korupsi UGM (Pukat UGM) menyoroti eks terpidana korupsi yang kembali masuk partai politik (parpol). Menurutnya ini menunjukkan rendahnya komitmen parpol terhadap pemberantasan korupsi. Seakan-akan tidak pernah terjadi apa-apa.
ADVERTISEMENT
"Padahal mereka (eks terpidana korupsi) pernah menjalani pidana karena melakukan tindak pidana korupsi. Artinya pernah melakukan perbuatan mengingkari amanah dan juga melakukan perbuatan yang telah mencoreng dan merugikan nama partai," kata Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman kepada wartawan, Kamis (5/1).
Ini juga menunjukkan kaderisasi yang buruk di parpol. Terlebih jika sampai menduduki jabatan di partai, seakan-akan partai itu tak memiliki kader lain yang mumpuni.
Ketiadaan standar etik yang tinggi membuat parpol memberi kesempatan bagi mereka yang pernah punya cacat etik. Padahal, ini justru merugikan partai.
Seharusnya eks koruptor tak boleh memiliki posisi penting di partai. Kalaupun mau gambung kembali ke partai maka harusnya cukup sebagai kader saja. Memang, orang yang telah selesai menjalani pidana berhak untuk kembali terintegrasi di masyarakat tetapi tidak juga diberikan posisi penting di partai.
ADVERTISEMENT
Apa Penyebab Eks Koruptor Tetap Dipercaya Partai?
"Saya melihat ada beberapa hal, yang pertama karena memang mereka di masa lalu punya jasa besar kepada partai bahkan tidak menutup kemungkinan mereka berjasa termasuk hal finansial di masa lalunya," kata Zaenur.
Faktor kedua, menurut Zaenur, bisa saja ada kedekatan personal antara eks koruptor itu dengan elite-elite partai. Hubungannya sangat kuat sehingga kembali dipercaya.
Kemungkinan ketiga, partai melihat meski eks terpidana korupsi, orang tersebut masih penting untuk memperkuat jajaran partai.
"Apa yang harus dilakukan ke depan, menurut saya seharusnya partai politik punya standar etik yang kuat yang baik untuk tidak lagi memberi kesempatan kepada eks terpidana korupsi menduduki jabatan di partai," katanya.
Kedua, keputusan ada pada masyarakat. Masyarakat bisa menghukum dengan tidak memilih parpol yang memberi jabatan penting kepada eks terpidana korupsi.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (Ketum PPP) Muhammad Romahurmuziy kembali aktif berpolitik jelang Pemilu 2024. Dia bahkan menjadi dipilih sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai.
"Kuterima pinangan ini dengan bismillah, tiada lain kecuali mengharap berkah. Agar warisan ulama ini kembali merekah," kata Romy dalam unggahan surat pengangkatannya di Instagramnya, dikutip, Minggu (1/1).
"Kuterima amanah ini dengan innalillah, karena di setiap jabatan itu mencintai fitnah. Teriring ucapan lahaula walaquwwata illabillah," imbuh dia.
Romy merupakan eks koruptor yang terlibat kasus suap jual beli jabatan di Kemenag. Ia menerima Rp 250 juta yang kemudian dikembalikan.
Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara kepada Romy. Ia dinilai terbukti menerima suap bersama eks Menag Lukman Hakim terkait pengisian dua jabatan di Kemenag.
ADVERTISEMENT
Setelah bebas, Romy dapat kembali berpolitik karena majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta saat itu menolak tuntutan JPU KPK untuk mencabut hak Romy untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun usai menjalani pidana.