Kepala BPIP: Sukarno Umat Islam Paling Berhasil Teladani Politik Nabi Muhammad

30 September 2021 14:21 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ADVERTISEMENT
Kepala Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi menilai Presiden ke-1 Sukarno sebagai sosok umat Islam yang berhasil meneladani politik lapangan. Ia kemudian menyinggung Sukarno dengan politik yang dilakukan Nabi Muhammad SAW.
ADVERTISEMENT
"Bung Karno itu adalah umat Islam yang paling berhasil meneladani politik lapangan Rasulullah, Nabi Muhammad pada waktu Makkah revolusi pertama tidak berdarah dalam sejarah. Bung karno memimpin bangsa Indonesia ini proklamasi tidak berdarah," ungkap Yudian dalam diskusi 'Peringatan 61 Tahun Pidato Bung Karno di Sidang PBB', dilihat dari YouTube Bamusi TV, Kamis (30/9).
Selain itu, Yudian menyebut Bung Karno juga berhasil mewujudkan teori politik majemuk seperti dalam piagam Madinah (dokumen yang disusun Nabi Muhammad SAW terkait perjanjian dengan suku dan kaum penting di Yasthrib tahun 622).
Prestasi lainnya adalah Bung Karno yang berupaya mempersatukan 54 negara atau 54 kerajaan di Indonesia. Yudian menilai peristiwa ini tidak akan terjadi apabila Indonesia tidak dipimpin oleh Sukarno, yang mewujudkan juga kemerdekaan RI.
ADVERTISEMENT
Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
"Dan ini peristiwa sekali lagi tidak pernah terjadi di dalam sejarah, kecuali di tangan Bung Karno, Bung Hatta dan bangsa Indonesia. Makanya saya katakan, Bung Karno adalah umat Islam yang paling berhasil meneladani politik lapangan revolusi tidak berdarah, mewujudkan piagam Madinah itu," jelasnya.
Ia kemudian menyinggung soal eks Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser yang hanya mampu melawan negaranya sendiri.
Sedangkan Yudian melihat Sukarno piawai dalam melakukan komunikasi dengan raja maupun sultan kerajaan saat itu untuk menyerahkan kekuasaannya. Lalu kemudian bergabung menjadi sebuah negara dengan nama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Kita boleh banding Pak Gamal Abdul Nasser, dia cuma melawan negara sendiri. Bahkan Amerika sekali pun cuma lawan induknya, Rusia juga sama termasuk Uni Soviet. Coba dilihat ini bukan sejarah abad 20, tapi sejarah dunia belum pernah ada dalam waktu hanya 59 detik [Sukarno] bisa membebaskan dan mempersatukan 54 negara," beber dia.
ADVERTISEMENT
"Di sini salah satu keunikan penguasa-penguasa Indonesia yang disebut lokal, maksudnya raja-raja, sultan yang begitu muda dan ikhlas menyerahkan kekuasaan mereka dengan segala konsekuensi konstitusionalnya kepada sebuah negara yang baru sekadar nama, namanya NKRI. Nah, tanpa kepiawaian Sukarno khususnya, mungkin nasib bangsa ini lain," tutup Yudian.