Tren Dunia: Kepercayaan pada Pemerintah Kian Terkikis

30 Januari 2018 17:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemerintah AS tutup. (Foto: Reuters/Yuri Gripas)
zoom-in-whitePerbesar
Pemerintah AS tutup. (Foto: Reuters/Yuri Gripas)
ADVERTISEMENT
Ada begitu banyak alasan untuk percaya pada sebuah sistem--begitu pula alasan untuk tak mempercayainya. Kini, dunia tengah masuk ke dalam salah satu masa gejolak: masa menipisnya kepercayaan pada pemerintah.
ADVERTISEMENT
Selama 15 tahun, lembaga konsultan PR global Edelman membuat survei untuk melihat dinamika tingkat kepercayaan masyarakat terhadap masing-masing sistem pemerintahan yang menaunginya--dari negara maju hingga negara berkembang.
Survei Edelman Trust Barometer menunjukkan pola kepercayaan yang begitu dinamis dari tahun ke tahun. Sejak terjadinya resesi ekonomi global pada 2007, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah secara drastis menurun.
Resesi besar-besaran yang berlangsung lebih dari dua tahun itu tampaknya menyebabkan gelombang ketidakpercayaan yang masif. Kelompok elit, termasuk pemerintah di dalamnya, dianggap bergerak dan mengambil keputusan sesuai dengan kepentingan segelintir pihak saja.
China, yang kala itu menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi paling pesat, pun turut terdampak. Terlebih, perekonomian China banyak bergantung pada ekspor ke Amerika Serikat. Dampaknya, Negeri Tirai Bambu ini mengalami penurunan angka ekspor hingga 45 persen--salah satu penurunan terdrastis sejak depresi besar dunia 1929.
Suasana Kota Shanghai China (Foto: Denny Armandhanu/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Kota Shanghai China (Foto: Denny Armandhanu/kumparan)
Tak hanya China, negara lain yang berada di area Asia Tenggara pun tak luput dari getahnya.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, produksi China ditopang dengan impor bahan baku dari negara-negara lain seperti karet dan kayu dari Indonesia atau Malaysia. Sementara Taiwan dan Korea Selatan menjadi eksportir komponen-komponen produk rakitan. Maka, saat resesi besar tiba, kegiatan ekspor-impor AS-China-Asia Tenggara berhenti mendadak. Negara-negara segera mengencangkan ikat pinggangnya.
Dalam masa resesi yang berlangsung dari 2007-2009 ini, masyarakat dunia mulai kehilangan kepercayaan pada institusi negara. Krisis ekonomi yang berkepanjangan, angka pengangguran yang meningkat, hingga melambatnya pertumbuhan ekonomi menjadi sebab lunturnya kepercayaan pada sistem pemerintahan di dunia yang dirasa tak benar-benar menuntaskan persoalan.
Dampak dari krisis masa lalu ini masih terasa hingga sekarang.
Tingkat kepercayaan masyarakat dunia pada pemerintahan tak pernah benar-benar membaik. Survei Edelman Trust Barometer terhadap 28 negara dalam 15 tahun terakhir menunjukkan setengah dari jumlah negara yang disurvei secara konsisten mengalami penurunan kepercayaan yang membuatnya masuk dalam kategori distruster.
ADVERTISEMENT
Hasil survei ini menggarisbawahi kegagalan institusi negara dalam menyelesaikan--atau menanggapi--berbagai persoalan yang datang selepas resesi global. Mulai dari krisis imigran, pencurian data dan identitas, wabah ebola di Afrika Barat, invasi Ukraina, skandal penyuapan FIFA, penipuan data emisi perusahaan mobil VW, hingga manipulasi kurs oleh bank-bank besar dunia.
Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
zoom-in-whitePerbesar
Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Kawan di Facebook sebagai sumber informasi
Salah satu tantangan pascaresesi adalah kepercayaan masyarakat global yang beralih. Ironisnya, kepercayaan itu berpindah kepada mereka yang bersuara secara virtual, seperti kawan di Facebook.
Hasil temuan Edelman menyatakan masyarakat kerap menganggap informasi dari kawan di Facebook lebih kredibel. Bahkan, dianggap dua kali lebih terpercaya ketimbang ucapan para politikus atau tokoh pemerintahan bahkan media massa.
ADVERTISEMENT
“Seseorang sepertiku”--secara pemikiran atau ideologi--yang menjadi teman di berbagai platform media sosial dinilai lebih bisa dipercaya. “Sekarang sumber pengaruh tak lagi top-down (dari atas ke bawah) melainkan dari kawan di samping kita,” ujar Presiden dan CEO Edelman, Richard Edelman.
Krisis finansial dalam masa resesi besar ternyata telah memantik kecurigaan masyarakat terhadap kelompok elitis dan pemerintah. Ditambah pemulihan ekonomi yang tidak setara--kelompok kaya makin kaya, sementara yang miskin makin tersendat--menambah kuat keraguan dan ketidakpercayaan terhadap kinerja pemerintah.
Ilustrasi Facebook (Foto: Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Facebook (Foto: Reuters)
Pengusaha dan teknologi lebih dipercaya
Setelah pada kawan-kawan di media sosial, kepercayaan tak juga beralih kembali pada pemerintah. Masyarakat dunia justru lebih memilih menaruhnya kepada para pebisnis, termasuk dalam mengatasi persoalan global.
ADVERTISEMENT
Donald Trump barangkali menjadi salah satu contohnya. Dengan jargon, “Make America great again!”, Trump yang dikenal sebagai pebisnis ulung dipercaya sebagian warga AS. Trump mampu mengalahkan pesaingnya, Hillary Clinton, yang telah malang melintang di dunia birokrasi dan pemerintah.
Romantisme yang dibawa Trump melalui jargonnya, disertai latar belakang sebagai pebisnis, menjadi salah satu alasan kemenangannya--yang terkesan menakjubkan.
Sementara kepercayaan pada orang-orang pemerintahan, media massa, dan LSM menurun, orang-orang yang berkecimpung di bidang teknologi memiliki porsi kepercayaan cukup besar.
Dalam surveinya, Edelman menyatakan sebagian besar partisipan cenderung lebih percaya pada perusahaan teknologi ketimbang pemerintah. “Alasannya adalah perusahaan teknologi menghadirkan produk yang mampu memenuhi kebutuhan Anda,” lanjut Edelman.
ADVERTISEMENT
Teknologi hadir membawa produk yang dinilai lebih bisa membantu berbagai persoalan di masyarakat. Sehingga tingkat kepercayaan para konsumer di bidang ini cenderung semakin meluas dan meningkat.
Dari rangkaian survei yang telah dilakukan oleh Edelman selama 15 tahun, terdapat beberapa temuan yang menjadi fokus utama.
Disebut sebagai 10 Trust Barometer Insights, Edelman menyoroti 10 ihwal kepercayaan global yang menjadi perhatian utama, yakni 1) angka kepercayaan yang cenderung menurun dari tahun ke tahun; 2) ketimpangan kepercayaan yang terus meningkat; 3) 53 persen masyarakat percaya sistem pemerintahan kian rusak; 4) ketakutan akan globalisasi, gelombang imigran, hingga inovasi; 5) kegagalan sistem yang berujung aksi massa.
Selanjutnya, empat hal lain yang disoroti adalah 6) the media echo chamber--memilih konten yang terbatas pada kepercayaannnya; 7) anggapan teman di media sosial sebagai sumber yang kredibel; 8) ketakutan pada kecepatan inovasi industri yang berujung kehilangan pekerjaan; 9) meningkatnya kepercayaan pada perusahaan dan bisnis; serta 10) dialog yang lebih terbuka antara masyarakat-pemerintah.
Pemerintah AS Tutup. (Foto: REUTERS/Yuri Gripas)
zoom-in-whitePerbesar
Pemerintah AS Tutup. (Foto: REUTERS/Yuri Gripas)
Catatan tersebut menggarisbawahi ketakutan global yang didorong kegagalan sistem pemerintahan yang saat ini menaungi dan bergerak dalam roda kehidupan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Masifnya inovasi teknologi--misalnya--tak selamanya dipandang membawa manfaat. Sebagai contoh, ancaman hilangnya pekerjaan lantaran tenaga manusia diganti dengan tenaga robot maupun kecerdasan buatan perlahan terwujud. Sementara pemerintah dianggap tak mampu memberikan win-win solution untuk menjamin kehidupan masyarakat.
Lantas, adakah cara untuk perbaiki ‘sistem’ yang ada?
Kepercayaan terhadap pemerintah di negara berkembang saat ini memang lebih tinggi ketimbang di negara maju. Namun, Edelman memprediksi angka tersebut akan terus turun seiring dengan terbongkarnya kasus korupsi dan lambatnya pertumbuhan ekonomi.
Ketimpangan ekonomi, ancaman inovasi teknologi yang tidak disertai regulasi yang baik, serta lingkungan menjadi isu yang paling disorot.
Dalam hasil survei Edelman, 88 persen responden sepakat jika pemerintah segera beraksi untuk tuntaskan ketimpangan kekayaan. Tak hanya itu, 74 persen responden percaya kelompok elitis--dalam hal ini adalah mereka yang kaya raya--memiliki pengaruh politik yang terlalu besar.
ADVERTISEMENT
Maka, salah satu solusi yang muncul--dan diharapkan untuk diterapkan--adalah penjatuhan pajak yang lebih besar pada mereka yang memiliki kekayaan di atas rata-rata dan memastikan tak ada pembebasan pajak yang terjadi.
Selain itu, pengajuan solusi lainnya menekankan pada kecepatan inovasi teknologi yang tak lagi bisa dibendung. Kemampuan pemerintah untuk membuat perbaikan regulasi yang mengatur teknologi, perusahaan berbasis sharing-economy, jaminan pemerintah dan perusahaan atas keamanan data serta privasi, hingga kontrol kualitas menjadi sorotan solusi utama.
Pada akhirnya, terlepas dari segala solusi yang telah diajukan, realita mengharap kita untuk membuka mata lebih lebar: krisis kepercayaan masyarakat dunia. Dan sialnya, terhadap sistem pemerintahan yang seharusnya melindungi.
ADVERTISEMENT
Mampukah negara-negara kembali meraih kepercayaan warganya?
Presiden AS, Donald Trump. (Foto: Reuters/Yuri Gripas)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden AS, Donald Trump. (Foto: Reuters/Yuri Gripas)
===============
Simak ulasan mendalam lain dengan mengikuti topik Outline!