Keriuhan Gaj Ahmada dan Pertentangan Sejarah Majapahit

17 Juni 2017 19:25 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lambang Majapahit. (Foto: Gunawan Kartapranata/Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Lambang Majapahit. (Foto: Gunawan Kartapranata/Wikimedia Commons)
ADVERTISEMENT
Berawal dari buku berjudul Fakta Mengejutkan Majapahit Kerajaan Islam, netizen di Indonesia heboh bertanya-tanya apakah betul Majapahit adalah Kerajaan Islam dan apakah Gajah Mada bernama asli Gaj Ahmada beragama Islam.
ADVERTISEMENT
Buku Fakta Mengejutkan Majapahit Kerajaan Islam tersebut sebetulnya telah dirilis sejak 2014 lalu oleh penulisnya, Herman Sinung Janutama. Sebetulnya, buku Fakta Mengejutkan Majapahit Kerajaan Islam itu adalah versi mutakhir dari buku serupa, yaitu Kesultanan Majapahit: Fakta Yang Tersembunyi (2010) yang dibuat oleh Herman Janutama dan timnya di LJKP Pangurus Daerah Muhammadiyah Yogyakarta.
Sebelumnya, buku yang disebut terakhir hanya diterbitkan secara terbatas untuk menyongsong Muktamar Satu Abad Muhammadiyah di Yogyakarta pada 2010, namun respons yang cukup baik terhadap buku tersebut membuat Herman menyempurnakannya hingga diterbitkan oleh penerbit Noura Books di tahun 2014.
Dalam dua karyanya tersebut, Herman menyebut bahwa Kerajaan Majapahit bukanlah kerajaan Hindu seperti yang selama ini diajarkan oleh kurikulum pendidikan di Indonesia, melainkan kerajaan Islam. Dan argumen-argumen dalam buku tersebutlah yang menjadi viral di media sosial belakangan.
ADVERTISEMENT
Klaim itu disebutnya berdasarkan beberapa hal, seperti tulisan pada batu nisan makam Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik. Di nisan yang bertarikh 1419 M ini, Herman mengatakan, bahwa Sunan Gresik menjadi kadi ulama-waliyullah Kesultanan Majapahit sekitar 1350 atau era kepemimpinan Sri Sultan Hayam Wuruk (1350-1389 M).
Apalagi, temuan-temuan koin emas Majapahit yang bertuliskan kata-kata ‘La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah’ menunjukkan bahwa koin tersebut adalah alat pembayaran resmi Kesultanan Majapahit. Koin semacam ini memang ditemukan dalam Museum Majapahit di kawasan Trowulan Mojokerto Jawa Timur.
Dua temuan itu menjadi beberapa hal yang membuat Herman percaya bahwa agama Islam adalah agama resmi yang dianut oleh Majapahit karena memiliki Qadhi atau hakim agama dan penasehat bidang agama yang hanya ada pada sebuah kesultanan atau kerajaan Islam.
ADVERTISEMENT
Selain itu, salah satu patih Majapahit, Gadjah Mada, juga disebut-sebut merupakan seorang muslim. Namanya pun ia sebut bukanlah Gadjah Mada, melainkan Gaj Ahmada. Menurut kabar yang viral tersebut, untuk memudahkan penyebutan nama pada masa itu, Gadjah Mada pun disebut dengan Gajahmada. Penulisannya pun bukan Gadjah Mada, melainkan Gajahmada. Tulisan ‘La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah’ pada makam Gajahmada di Mojokerto pun disebutnya menjadi bukti bahwa Sang Patih Palapa itu adalah seorang muslim.
Meski demikian, Herman pun juga telah buka suara. Dalam perbincangan di komentar Facebook bersama rekan-rekannya, Herman membela diri dengan mengatakan bahwa informasi yang menyebar telah memelintir apa yang telah ditulis dalam bukunya.
Klarifikasi Herman Janutama (Foto: Facebook/ Ashad Kusuma)
zoom-in-whitePerbesar
Klarifikasi Herman Janutama (Foto: Facebook/ Ashad Kusuma)
"Status viral tsb beberapa hal tidak trdapat pada buku kami. Misalnya penjelasan ttg GAJ-AHMADA. Dalam buku tertulis GAJAH-AHMADA. Leburan sukukata AH dlm bentukan kata GAJAHMADA adalah hukum GARBA dalam gabyngan 2 kata atau lebih dalam kawi atau sanskerta. Dalam kasanah Jawa tidak mungkin diijinkan kata GAJ, yg mematikan konsonan JA. Sebagaimana suku kata WA juga tidak diijinkan dimatikan, hanya W saja. Tapi dlm viral tidak begitu membabarkannya...."
ADVERTISEMENT
"Misalnya lagi penjelasan mengenai lambang Surya mAjapahit di makam Pusponegoro. Dalam buku, kami sudah tgaskan bhw itu adalah makam KETURUNAN RAJA2 MAJAPAHIT di abad 18. Sebelum masuk ke situ kami menjelaskan dulu lambang2 surya majapahit yg trdapat di nisan makam pitu, koin mas, dll. Yg mmg terdapat di jaman majapahit...."
Beberapa hal itulah yang akhir-akhir ini ramai diperbincangkan khalayak luas. Ada yang tergelitik dengan kemungkinan fakta lain dan “pelurusan sejarah” Majapahit yang menurut penulis aslinya dipelintir tersebut. Namun tak sedikit pula yang merasa bahwa menyangkut pautkan Gadjah Mada dan Islam adalah suatu upaya yang berlebihan.
Beberapa pihak pun telah menolak klaim tersebut. Ahli arkeologi dari Universitas Indonesia yang juga menjadi ketua Masyarakat Arkeologi Indonesia, Ali Akbar, mengemukakan bahwa koin-koin beraksara Arab memang umum ditemukan di Trowulan. "Di Trowulan memang banyak banget koin-koin, ada dari China, Hindu, dan Arab juga. Situasi kerajaannya (Majapahit) di tahun 1293 memang banyak yang beragama Hindu tapi banyak juga pedagang Islam yang tinggal menetap dan meninggal di situ," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Peneliti Pusat Arkeologi Nasional, Bambang Budi Utomo juga menyebut bahwa klaim nama Gaj Ahmada dari Gadjah Mada tidaklah benar. "Tidak benar itu, nama Gaj Ahmada tidak ada dalam catatan manapun," ujar Bambang kepada kumparan (kumparan.com) (17/6).
Relief Majapahit di Monas (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Relief Majapahit di Monas (Foto: Wikimedia Commons)
Klaim Majapahit sebagai kerajaan Islam memang mengejutkan. Selama ini, Majapahit dikenal sebagai kerajaan Hindu yang berdiri di sekitar 1293 M hingga 1500 M. Awal mula berdirinya kerajaan tersebut bersinggungan pada konflik antara Singasari dan Kubilai Khan dari Mongol, yang setelah dihina oleh Kertanegara, Raja Singasari, berniat menyerang kerajaan di Jawa tersebut.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, sebelum invasi Kubilai Khan terjadi, di Singasari telah berlangsung pemberontakan yang dipimpin oleh Jayakatwang. Jayakatwang membunuh Kertanegara dan mengambil alih Singasari. Raden Wijaya, yang merupakan menantu dari Kertanegara, menyerah dan diampuni oleh Jayakatwang. Raden Wijaya justru diberi hak atas kekuasaan Hutan Tarik, yang kemudian dibuka olehnya untuk mendirikan desa Majapahit.
Singkat cerita, saat pasukan dari Mongol datang, justru Raden Wijaya yang mengajak mereka untuk sama-sama mengambil alih kuasa Jayakatwang. Kuasa Jayakatwang tersebut berhasil direbut oleh gabungan kekuatan Raden Wijaya dan orang-orang Mongol. Namun demikian, intrik politik terus berlangsung. Setelah berhasil mengusir Jayakatwang, Raden Wijaya justru berbalik mengkhianati orang-orang Mongol. Walhasil, kekuasaan bekas kerajaan Singasari tersebut jatuh ke tangan Wijaya, yang memilih untuk mengembangkan Majapahit ketimbang mewarisi Singasari.
ADVERTISEMENT
Dari situ, Majapahit berkembang sukses. Hingga pada akhirnya Raja Hayam Wuruk dan Patih Gadjah Mada mengambil takhta, yang menjadikan Majapahit mencapai puncak kejayaannya di sekitar 1350 hingga 1389. Kekuasaan kerajaan tersebut dipercaya mencapai beberapa wilayah yang kini menjadi nusantara, yaitu kepulauan Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian kepulauan Filipina.