Kerusuhan Mei 1998, Sejarah Kelam Pelanggaran HAM Berat di Indonesia

12 Januari 2023 20:11 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mahasiswa berunjuk rasa di Gedung DPR RI pada Tahun 1998.
 Foto: Dok. Muhammad Firman Hidayatullah
zoom-in-whitePerbesar
Mahasiswa berunjuk rasa di Gedung DPR RI pada Tahun 1998. Foto: Dok. Muhammad Firman Hidayatullah
ADVERTISEMENT
Kerusuhan Mei 1998 menjadi salah satu masa kelam dalam sejarah Indonesia. Peristiwa kelam ini terjadi pada 13-15 Mei 1998 di Jakarta dan beberapa kota besar lainnya, seperti Bekasi, Tangerang, hingga Medan, Palembang dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Penyebab utama yang memicu huru-hara ini ialah krisis finansial yang terjadi di kawasan Asia. Krisis tersebut sebetulnya sudah terjadi sejak 1997. Banyak perusahaan gulung tikar, jutaan pegawai hilang pekerjaan, serta proyek-proyek besar terpaksa harus berhenti.
Berdasarkan jurnal berjudul Dinamika Konflik Kerusuhan Mei 1998 di Kota Surakarta Melalui Perspektif Korban, harga kebutuhan pokok kala itu menjulang tinggi, tingkat pengangguran bertambah, hingga angka putus sekolah juga meningkat. Hal tersebut membuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Soeharto menurun.
Tentara berjaga, 1998. Foto: Dok. Muhammad Firman Hidayatullah
Mahasiswa pun tak tinggal diam. Melihat situasi ekonomi yang semakin mencekik, mereka yang berasal dari berbagai universitas pun melakukan aksi demonstrasi besar-besaran. Salah satu yang menjadi pionir ialah mahasiswa dari Universitas Trisakti.
Dan dari situlah, tragedi berdarah yang masuk dalam kategori pelanggaran HAM berat terjadi. Dalam unjuk rasa tersebut, setidaknya ada empat mahasiswa Trisakti tertembak. Tewasnya mereka menambah amarah masyarakat.
ADVERTISEMENT
Berikut kronologinya melansir dari situs Komnas HAM.

Kronologi

Mahasiswa berunjuk rasa terkait reformasi, di Gedung DPR RI pada Tahun 1998. Foto: Dok. Muhammad Firman Hidayatullah

12 Mei

Aksi unjuk rasa dimulai pukul 10 siang. Aksi tersebut dikatakan diikuti lebih dari 6.000 mahasiswa, staff, dan dosen yang berkumpul di lapangan parkir Universitas Trisakti. Mereka diagendakan akan melakukan long march menuju Gedung DPR/MPR.
Langkah mereka terhenti di depan kantor Walikota Jakarta Barat. Aparat gabungan dari Polri dan TNI memblokade rombongan aksi. Demonstran kemudian menduduki Jalan S. Parman dan menghalangi jalur lalu lintas. Dekan Fakultas Hukum saat itu, Adi Andojo, berhasil membujuk massa aksi untuk kembali ke kampus.
Waktu menunjukkan pukul 5 sore. Hampir seluruh demonstran kembali ke area kampus Trisakti. Namun sesaat mereka kembali, cemoohan diikuti dengan rentetan tembakan keluar dari aparat gabungan Polisi dan TNI. Situasi menjadi mencekam. Di momen ini lah, keempat mahasiswa, Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hartanto, dan Hendiawan Sie meregang nyawa.
ADVERTISEMENT
Infografik Pelanggaran HAM Berat di Indonesia. Foto: kumparan

13 Mei

Mahasiswa dari berbagai kota seperti Bogor, Tangerang, dan Bekasi datang ke Trisakti untuk menyatakan belasungkawa. Tak lama setelahnya, kerusuhan mulai terjadi di Jakarta. Aksi seperti perusakan, penjarahan, dan pembakaran bangunan, kendaraan, serta fasilitas umum tak dapat dihindari.
Kerusuhan tersebut terjadi di Kawasan sekitar Trisakti, namun hal itu meluas hingga ke kawasan lain.
Mahasiswa berunjuk rasa di depan Gedung DPR RI pada Tahun 1998. Foto: Dok. Muhammad Firman Hidayatullah

14 Mei

Berawal dari Jakarta, kerusuhan semakin luas ke kota-kota lain. Bogor, Tangerang, dan Bekasi dikabarkan lumpuh total.
Pembakaran, perusakan, hingga penjarahan toko terus terjadi di berbagai wilayah.

15 Mei

Presiden Soeharto, yang kala itu berada di Kairo, bergegas kembali ke Tanah Air
Muncul sebuah isu yang menyebutkan bahwa Soeharto akan mundur dari jabatan Presiden. Namun, isu tersebut langsung dibantah oleh Menteri Penerangan, Alwi Dahlan. Ia menyebutkan Presiden Soeharto akan tetap menjabat.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, seminggu kemudian, tepatnya pada 21 Mei, Soeharto memutuskan untuk mengundurkan diri dan memberi kekuasaannya pada BJ Habibie.
Soeharto turun. Foto: Wikimedia Commons
Atas kejadian tersebut, Pemerintah membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Mereka menemukan fakta bahwa kerusuhan tersebut diduga mengakibatkan lebih dari seribu orang meninggal. Disebutkan para korban ada yang terjebak dalam bangunan yang dibakar, ratusan luka-luka, penculikan, hingga pemerkosaan.
Salah satu rekomendasi dari TGPF yang ditindaklanjuti adalah Komnas HAM membentuk Tim Penyelidikan Pro-Justicia dugaan pelanggaran HAM yang berat. Pada 2003, Tim Penyelidikan Komnas HAM menyimpulkan adanya bukti yang cukup atas dugaan telah terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan.