Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kesaksian Jemaah Ahmadiyah Lombok Timur yang Rumahnya Diserbu Warga
21 Mei 2018 19:04 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
Komnas HAM menggelar konferensi pers terkait perusakan rumah milik jemaah Ahmadiyah di Lombok Timur, NTB. Dalam kesempatan itu, Komnas HAM memutar rekaman kesaksian dari seorang pria jemaah Ahmadiyah yang merasakan intimidasi hingga akhirnya rumah mereka dirusak.
ADVERTISEMENT
Pria yang enggan disebutkan namanya itu mengatakan, intimidasi sangat dirasakan bahkan dari unsur pemerintah. Jemaah Ahmadiyah diperingatkan bisa terbunuh bila tak mengikuti saran pemerintah dan kembali ke ajaran agama yang benar.
"Pada tanggal 11 Mei jemaah Ahmadiyah dapat surat panggilan dari kantor desa yang dihadir dari kepala desa, babinsa, polsek, koramil, dan tokoh masyarakat. Setelah itu kejadian waktu setelah dari kantor desa, anggota akan disuruh bertaubat," kata pria berusia 30 tahun itu.
Bahkan permintaan untuk bertaubat disampaikan langsung oleh Camat Sakra Timur dan Kapolsek Sakra Timur. Karena jemaah menolak, keributan terjadi dalam pertemuan itu.
"Akhirnya terjadi keributan dengan sesama masyarakat, akhirnya anggota diamankan ke polres," imbuh dia.
Pria itu mengatakan, intimidasi muncul berkali-kali. Jemaah terus diingatkan agar tidak kembali ke desa masing-masing sebelum kembali ke ajaran agama yang benar.
ADVERTISEMENT
"Setelah itu didatangi lagi, untuk (meminta) bertaubat. Katanya kalau enggak bertaubat enggak dikasih kembali ke desa masing-masing. Kepala Desa bilang kamu jangan pulang, nanti rumah kamu dirusak lagi," kata dia.
"Setelah itu pukul 20.00 WITA ada musyawarah di musala. Semua anggota tidak boleh pulang nanti akan dibunuh dan dirusak rumahnya," ungkap dia.
Pada 19 Mei 2018, warga mendengar ada jemaah Ahmadiyah yang kembali ke rumah mereka. Karena kabar itu, warga datang ke permukiman jemaah dan merusak rumah.
"Setelah tanggal 18 Mei itu terdengar isu anggota pulang ke rumah, masyarakat tergerak ambil batu anggota untuk dibunuh. Sampai saat itu anggota enggak boleh pulang," ucap dia.
Sementara, Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan, intimidasi dan kekerasan yang menimpa jemaah Ahmadiyah di Lombok Timur memiliki pola yang sama dari kejadian-kejadian sebelumnya.
ADVERTISEMENT
"Peristiwa yang terjadi di Lombok Timur menunjukkan pola yang berulang. Kami sejak 2006 melakukan monitoring keberagamaan di Indonesia. Kami menemukan pola yang sama, baik di Lombok Timur maupun di daerah-daerah lain," kata Bonar dalam konferensi pwrs di Komnas HAM, Jakarta, Senin (21/5).
Bonar mengatakan, adanya intimidasi sebelum kekerasan memang kerap terjadi. Ia menyebut pola itu sebagai prakondisi.
"Sebelum kejadian ada yang disebut dengan prakondisi. Prakondisi di mana kemudian muncul narasi-narasi kebencian yang disebarkan melalui masyarakat, melalui macam-macam corong, entah itu masjid, tempat pengajian, ataupun melalui dor to dor. Kedua, melalui kelompok-kelompok dari luar masyarakat setempat," jelasnya.
"Saya percaya di Lombok Timur itu masyarakat yang sudah lama tinggal dengan teman-teman Ahmadiyah tidak pernah merasa bermasalah. Tapi karena diprovokasi dari luar, kemudian muncul tudingan bahwa ini adalah pandangan ideologi agama yang sesat," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Bonar menuturkan, dalam kondisi tersebut pemerintah harus bersikap netral. Namun, melihat kejadian itu dan kejadian-kejadian sebelumnya pemerintah tidak pernah bersikap netral.
"Di lain pihak kemudian, pemerintah setempat, pemerintah lokal yang seharusnya netral dan tidak berpihak kepada siapa-siapa cenderung memihak kelompok yang kuat, mayoritas," ujar dia.
"Bahkan kalau terjadi dialog-dialog di kantor kelurahan, di kantor kecamatan yang terjadi bukanlah dialog yang terjadi, tapi yang terjadi adalah penghakiman, penyudutan, dan disuruh mereka untuk 'bertaubat'," terangnya.
Tentu, bagi Bonar rentetan tuntutan masyarakat di Lombok Timur menjadi tekanan kepada jemaah Ahmadiyah.
"Jadi tidak heran di Lombok Timur muncul tekanan terhadap masyarakat Ahmadiyah," kata dia.
Sementara, Kadiv Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengatakan, polisi masih menyelidiki perusakan rumah jemaah Ahmadiyah itu. Diperkirakan ada 50 orang yang terlibat dalam perusakan itu.
ADVERTISEMENT
"Pelaku diperkirakan 50 orang tidak ada korban luka dan jiwa. Tapi sejumlah rumah dirusak," kata Setyo, di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (21/5).
Saat ini, para jemaah Ahmadiyah mengungsi di Mapolres Lombok Timur. Di sisi lain, anggota kepolisian masih berjaga di lokasi perusakan.
"Kapolres masih melakukan penyelidikan. Proses hukum tetap berlangsung," ucap dia.