Ketika Face Recognition Buat Polisi Keliru Identifikasi Pengeroyok Ade Armando

15 April 2022 8:41 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Polisi membawa Ade Armando yang terluka saat demo 11 April di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (11/4). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Polisi membawa Ade Armando yang terluka saat demo 11 April di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (11/4). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Face recognition merupakan teknologi Artificial Intelligence (AI) atau sensor wajah dapat mengidentifikasi seseorang dari gambar digital atau video secara real time. Teknologi ini mampu memindai wajah, yang selanjutnya bisa langsung dihubungkan ke komputer atau gadget.
ADVERTISEMENT
Polisi menggunakan teknologi tersebut untuk mengidentifikasi pelaku pengeroyokan Ade Armando. Bahan yang dipakai untuk dipindai ialah rekaman video saat peristiwa terjadi.
Namun hasilnya tidak begitu memuaskan sebab ada pelaku yang salah diidentifikasi. Dia adalah Abdul Manaf.

Polisi Salah Identifikasi

Jumpa pers perkembangan penanganan kasus Ade Armando di Polda Metro Jaya, Rabu (13/4). Foto: Jonathan Devin/kumparan
Polisi sempat mengumumkan Abdul Manaf sebagai pelaku pengeroyokan. Dia bahkan sempat diminta untuk menyerahkan diri.
Penelusuran polisi menemukan Abdul Manaf berada di Karawang, Jawa Barat. Di sana ia diperiksa.
Hasil pemeriksaan Abdul Manaf tidak terbukti sebagai pelaku pengeroyokan, sebab ia berada di Karawang saat demo terjadi. Hal itu juga dikuatkan dengan keterangan orang terdekat Abdul Manaf saat diperiksa polisi.
"Sudah kita lakukan pemeriksaan terhadap alibi-alibi Abdul Manaf dan orang di sekitarnya pada tanggal tersebut, tanggal dan jam terjadinya pemukulan di depan DPR MPR RI itu Abdul Manaf berada di Karawang," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E Zulpan, Rabu (13/4).
ADVERTISEMENT
Zulpan menjelaskan melesetnya identifikasi terhadap Abdul Manaf karena dalam rekaman video pelaku yang diduga Abdul Manaf mengenakan topi. Sehingga akurasi face recognition jadi berkurang.
"Orang empat (Abdul Manaf) yang kita temukan di Karawang ternyata tidak valid, tidak sama, polisi harus tidak boleh menetapkan seseorang yang bukan merupakan pelaku bukti keterkaitan menggunakan metode scientific crime investigation jadi harus berdasarkan sesuatu yang benar-benar nyata berdasarkan fakta hukum bahwa orang itu pelaku atau tidak," kata Zulpan.
Abdul Manaf yang ditemukan polisi di Karawang memang sudah dilepaskan, namun polisi masih memburu pria bertopi yang terekam mengeroyok Ade Armando. Identitas pria itu belum diketahui.

Kesalahan Dua Kali

Terduga pelaku pengeroyokan Ade Armando. Foto: Dok. Istimewa
Abdul Manaf bukan satu-satunya yang salah diidentifikasi. Sebelumnya juga ada Try Setia Budi. Identitasnya sempat tersebar di media sosial dengan tuduhan sebagai pengeroyok Ade Armando.
ADVERTISEMENT
Kabid Humas Polda Metro Jaya kombes E Zulpan juga pernah membenarkan informasi tersebut.
"Iya, itu yang sudah teridentifikasi sebagai pelaku pemukulan," kata Zulpan kepada wartawan, Senin (11/4).
Namun sama seperti Abdul Manaf, Try Setia Budi Purwanto, juga tidak berada di Jakarta saat pengeroyokan terjadi. Hal itu diketahui setelah polisi memeriksanya di Lampung.
"Sudah kita periksa yang bersangkutan (Try Setia Budi Purwanto) dan saksi bahwa benar yang bersangkutan kemarin berada di Way Kanan seharian,” ungkap Kapolres Way Kanan AKBP Teddy Rachesna, dikutip dari Lampung Geh-partner 1001 media kumparan-Selasa (12/4).

Komisi III: Polisi Harus Minta Maaf

Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Desmond Junaidi Mahesa saat menjawab pertanyaan wartawan Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Wakil Ketua Komisi Hukum DPR, Desmond Junaidi Mahesa, menyayangkan tindakan Polri yang salah mengidentifikasi pelaku pengeroyokan. Ia pun menuntut pimpinan Polri minta maaf kepada publik soal insiden tersebut.
ADVERTISEMENT
“Ya harusnya polisi minta maaf,” kata Desmond kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (14/4).
“Sudah wajar institusi Polri atau pimpinan Polri minta maaf atas salah ekspos tersebut,” lanjut Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra itu.

Ada Eror, Alatnya Canggih

Ketua DPP PDIP Bidang Pemenangan Pemilu Bambang Pacul. Foto: Dok. Istimewa
Ketua Komisi III DPR, Bambang Wuryanto, mengatakan teknologi face recognition yang digunakan Polda Metro Jaya sangat canggih karena mampu melihat retina mata seseorang. Ia mengetahui hal itu karena pernah dijelaskan saat berkunjung ke Polda Metro Jaya.
Pria yang disapa Bambang Pacul itu bahkan pernah mencoba alat itu ke stafnya. Hasilnya alat tersebut mampu mendeteksi alamat hingga rekening bank.
"Saya telepon staf saya untuk ke depan gerbang. Dicek itu, langsung ketahuan itu ajudan saya alamatnya di mana. Bahkan rekening banknya pun ketahuan. Sudah canggih. Polisi kita sudah canggih," kata Bambang Pacul di Gedung DPR, Senayan, Kamis (14/4).
ADVERTISEMENT
Jika ada kekeliruan dari alat itu, Pacul berpandangan terdapat eror yang terjadi, bukan disengaja.
"Kalau ada kekeliruan, jangan-jangan ini ada something wrong. Ada sesuatu yang keliru itu apa? Orang alatnya sudah canggih, kok. Retina saja kena, kok. Itu saya sama Pak Kapolda Metro dijelasin [alatnya]. Jadi mudah-mudahan yang kesalahan eror itu," ujarnya.

Hati-hati, Berpotensi Kriminalisasi dari Warga

Asrul Sani di gedung DPR. Foto: Irfan Adi/kumparan
Menanggapi kesalahan identifikasi face recognition, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani meminta ke depan Polri agar berhati-hati untuk mengungkapkan ke publik.
Menurut Arsul, hendaknya selama belum ada kepastian, maka proses-proses penyelidikan dengan menggunakan teknologi seperti itu tidak dibuka kepada publik.
“Jika belum pasti sudah terbuka kepada publik maka potensi kriminalisasi secara sosial dari masyarakat bisa terjadi lebih cepat daripada koreksi yang dilakukan oleh Polri,” kata Arsul, Kamis (14/4).
ADVERTISEMENT

Rugikan Nama Baik

Roy Suryo laporkan Sunda Empire ke Polda Metro Jaya. Foto: Andreas Ricky Febrian/kumparan
Pakar telematika yang berpengalaman dengan face recognition, Roy Suryo, mempertanyakan keputusan penetapan tersangka dengan data face recognition yang keliru.
"Sepanjang pengalaman yang ada, program face recognition itu presisi dan akurat. Persentase hasilnya sesuai parameter-parameter ilmiah," ucap Roy kepada kumparan, Kamis (14/4).
Menurutnya, face recognition analisisnya harus cermat, tidak boleh gegabah. Outputnya, kata Roy, adalah persentase bukan persepsi apalagi opini.
"Standar untuk match itu harusnya sekitar di atas 60%, kalau di bawah itu risiko 'dipaksakan' untuk identik," tutur eks politikus Demokrat itu.
"Bahaya kalau salah, merugikan nama baik bahkan nyawa subyek yang diteliti, apalagi telanjur diumumkan. Ambyar!" tambah Roy.