Ketika Pansus Angket KPK Minta Keterangan Penyuap Akil Mochtar

25 Juli 2017 21:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mico dan Muhtar. (Foto: Antara/Sigid Kurniawan)
zoom-in-whitePerbesar
Mico dan Muhtar. (Foto: Antara/Sigid Kurniawan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi bentukan Dewan Perwakilan Rakyat mendengarkan keterangan dari dua orang yang terlibat penyuapan bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, Selasa (25/7).
ADVERTISEMENT
Dua orang itu adalah Muhtar Ependy, terpidana kasus suap Akil, dan anak buah Muhtar yang bernama Mico Fanji Tirtayasa. Mereka menyampaikan hal senada: Yang penting KPK jelek.
"Novel bilang, 'Kalau Bapak keluar dari penjara, saya bunuh Bapak. Kita satu lawan satu'," kata Muhtar menirukan ucapan Novel, di hadapan Pansus Angket. Novel yang dimaksud adalah Novel Baswedan, pemimipin satuan tugas penyidikan kasus suap Akil Mochtar.
Apakah kesaksian Muhtar 100 persen benar? Belum diketahui, tapi yang jelas pada tahun 2014 Muhtar pernah berbohong di sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sehigga ia dijadikan tersangka.
Waktu di persidangan itu, Muhtar bersumpah tidak mengenal Akil Mochtar. Jaksa KPK kemudian menunjukkan bukti foto yang tidak terbantahkan, yaitu foto Muhtar duduk di kursi kerja Akil, di ruangan Akil. Di samping Muhtar ada Akil, mereka berdua tersenyum.
ADVERTISEMENT
Setelah mendengarkan kesaksian Muhtar, Pansus Angket mempersilakan Mico berbicara. Dia langsung menyebut Novel mengintimidasinya. Video andalan Mico pun diputar di rapat pansus.
Video itu sempat membuat Mico ditangkap polisi. Ketua KPK 2011-2015 Abraham Samad menilai Mico seharusnya diusut polisi. "Mico sudah melakukan fitnah dan mencemarkan nama baik KPK. Kalau ini dibiarkan, orang seenaknya menyebarkan fitnah dan rekayasa," kata Samad kepada kumparan (kumparan.com), 19 Mei lalu.
Dua nama jaksa KPK juga disebut Mico, salah satunya Pulung Rinandoro yang menangani perkara Akil.
"Sebelum sidang, saya diarahkan. Saya di (Apartemen) Aston, didatangi jaksa ngeri, Pak Pulung dan Bu Eli. Saya diarahkan harus jawab apa, ngomong apa," kata Mico. "Saya juga dibiayai semingu liburan ke Raja Ampat, Bali, dan Lombok."
ADVERTISEMENT
Di persidangan, Mico mengaku mengantarkan dua dus berisi uang ke rumah dinas Akil, atas arahan Muhtar. Waktu itu, Mico bekerja sebagai sopir Muhtar.
Isi dus itu sempat dilihat Mico, isinya uang pecahan Rp 100 ribu. Belakangan, Muhtar menjadi terdakwa lantaran berperan sebagai kaki tangan Akil dan perantara bagi penggugat yang ingin kasusnya dimenangkan di MK.
KPK membantah ada pengarahan saksi. "Tidak ada pengarahan, tidak ada rekayasa," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, Selasa (25/7).
KPK juga merasa tidak perlu membuktikan bahwa tidak ada rekayasa. "Yang membuktikan bukan KPK dong, mestinya dia yang menuduh," kata Priharsa.
Bagaimanapun, kasus yang disebut-sebut janggal oleh Muhtar dan Mico, telah diputus pengadilan dan berkekuatan hukum tetap serta mengikat.
ADVERTISEMENT
Pada Februari 2015, Mahkamah Agung memutuskan tidak mengabulkan permohonan kasasi Akil, sehingga hukuman Akil tidak berubah: Menjalani hukuman seumur hidup.
Awal Mula Pansus Angket KPK
Pansus Angket itu dibentuk untuk membuka kerahasiaan rekaman pemeriksaan Miryam S. Haryani saat eks anggota Komisi II DPR itu diperiksa penyidik KPK terkait kasus e-KTP.
"Kami mohon maaf, mengharapkan kata-kata poin 4 berhenti di 'klarifikasi' dan menghilangkan kata-kata 'rekaman'," kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi III, Rabu dini hari (19/4).
Poin 4 itu tercantum di Kesimpulan RDP. Isinya: "Komisi III meminta pimpinan KPK untuk melakukan klarifikasi dengan membuka rekaman BAP (berita acara pemeriksaan) Miryam tentang ada-tidaknya penyebutan sejumlah nama anggota DPR".
ADVERTISEMENT
Menurut Agus, membuka rekaman berbahaya bagi pengusutan kasus e-KTP yang diduga merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun. Tapi para anggota Dewan merasa rekaman itu perlu diperdengarkan karena Miryam mengaku membagi-bagikan uang proyek e-KTP kepada para anggota DPR.
Yang diinginkan Komisi III DPR adalah mendengarkan secara langsung kesaksian Miryam, yang menurut KPK, telah membeberkan aliran uang proyek e-KTP ke puluhan anggota DPR. Tapi KPK bertahan dan pengusutan kasus e-KTP berlanjut. Misalnya Setya Novanto, Ketua DPR yang merupakan politikus Partai Golkar, sudah ditetapkan sebagai tersangka.
NADIA JOVITA INJILIA RISO | IQRA ARDINI