Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
ADVERTISEMENT
Sebuah peristiwa yang memicu kemarahan umat Islam dunia terjadi di sebuah kota kecil di Norwegia pada bulan ini. Segelintir orang di kota itu melakukan tindakan Islamofobia yang dianggap keterlaluan: membakar Al-Quran. Drama terjadi dalam peristiwa tersebut, disusul oleh kecaman tidak hanya di dalam negeri, tapi juga dari mancanegara.
ADVERTISEMENT
Peristiwa itu terjadi di Kristiansand, kota di selatan Norwegia yang luasnya hanya sepertiga Jakarta, pada 16 November silam. Sekelompok orang yang mengaku dari kelompok sayap kanan Stop Islamisasi Norwegia atau SIAN menggelar aksi anti-Islam di kota berpenduduk sekitar 88 ribu orang itu.
Kiyya Baloch, jurnalis Pakistan yang tinggal di Kristiansand melalui akun Twitternya mengatakan, hanya ada 5 orang dari SIAN dalam aksi tersebut. SIAN sebelumnya memang tidak terkenal sebelum peristiwa itu.
Walau aksinya kecil, namun SIAN sukses menarik perhatian. Mereka berhasil mengundang aksi tandingan yang diikuti ratusan orang, menentang sikap SIAN yang rasis dan menunjukkan solidaritas kepada komunitas Muslim.
Baloch mengatakan aksi itu dikawal ketat oleh polisi. Memang tidak ada larangan membakar kitab suci di Norwegia atas dasar kebebasan berpendapat. Namun polisi melarang SIAN membakar Al-Quran dalam aksi tersebut.
ADVERTISEMENT
Massa kemudian terkejut ketika Lars Thorsen, seorang anggota SIAN, tampil ke depan dan membakar Al-Quran di tangannya. Seorang pemuda keturunan Palestina, yang belakangan diketahui bernama Ilyas, memanjat barikade polisi dan menyerang Thorsen.
Polisi lantas berhamburan memisahkan Ilyas dan Thorsen. Polisi juga menggunakan alat pemadam untuk mematikan api yang menghanguskan Al-Quran.
Thorsen memang dikenal pengacau yang fasis. Awal tahun ini, dia divonis penjara dengan penangguhan selama 30 hari dan didenda 20 ribu kroner oleh pengadilan Oslo karena membagikan pamflet berisi kebencian terhadap Muslim.
Lima pemuda Muslim Kristiansand ditahan oleh polisi dalam peristiwa itu, namun mereka kemudian dibebaskan. Seorang di antara mereka dijatuhi denda karena menyerang polisi.
Picu Protes dari Seluruh Dunia
ADVERTISEMENT
Peristiwa ini memicu protes umat Islam di berbagai negara. Di samping protes, mereka juga memuji Ilyas yang dianggap pahlawan karena mencegah pembakaran Al-Quran.
Netizen menganggap Ilyas pemberani karena berusaha menghentikan aksi tersebut. Mereka justru mengkritik polisi Norwegia yang tidak mencegah pembakaran.
"Salut kepada si pemberani #Ilyas karena menunjukkan keberanian untuk menghentikan tindakan yang tercela itu. Provokasi Islamofobia seperti itu hanya mendorong kebencian dan ekstremisme," kata juru bicara militer Pakistan Asif Ghafoor di Twitter.
Aksi protes besar akibat pembakaran Al-Quran itu juga terjadi di Pakistan. Massa menggelar aksi sambil membakar bendera Norwegia.
Dikutip dari media Pakistan, Dawn, pemerintahan di Islamabad telah memanggil Duta Besar Norwegia Kjell-Gunnar Eriksen pada Sabtu lalu (23/11). Melalui Eriksen, Pakistan memprotes aksi pembakaran Al-Quran di Kristiansand dan menuntut pelakunya dihukum.
ADVERTISEMENT
"Tindakan tersebut melukai perasaan 1,3 miliar Muslim seluruh dunia, termasuk di Pakistan. Lebih jauh, tindakan itu tidak bisa dibenarkan atas nama kebebasan berekspresi," kata Kemlu Pakistan.
Eriksen dalam pernyataannya di Twitter mengatakan pemerintah Norwegia sangat tidak menyetujui aksi pembakaran Al-Quran. Dia juga menegaskan bahwa polisi telah menghentikan demonstrasi SIAN demi alasan keamanan.
"Di Norwegia semua orang punya hak untuk bebas berbicara dan mempraktikkan agama tanpa dilecehkan," kata Eriksen.
Rencananya pemimpin Serikat Muslim Kristiansand akan menggugat SIAN atas pembakaran Al-Quran tersebut. Mereka mengatakan SIAN telah menyebarkan kebencian dan melanggar larangan polisi untuk melakukan pembakaran.
Islamofobia di Norwegia
Peristiwa kali ini merupakan penanda atas peningkatan sentimen Islamofobia di Eropa, khususnya di Norwegia. Dalam laporan Pusat Holocaust Oslo pada 2017 yang dikutip Gulf News, sebanyak 39 persen warga Norwegia percaya Muslim jadi ancaman bagi kebudayaan mereka.
ADVERTISEMENT
Sebanyak 31 persen mengaku percaya bahwa Muslim ingin menguasai Eropa, sementara 48 persen mendukung klaim bahwa Muslim sendiri yang harus disalahkan atas meningkatnya kebencian kepada mereka.
Saat ini adalah lebih dari 150 ribu Muslim dari lima juta populasi Norwegia. Islamofobia di negara itu meningkat terutama setelah penembakan di masjid kota Christchuch, Selandia Baru, yang menewaskan 51 orang.
Terinspirasi Christchurch, Agustus lalu seorang pria menembaki masjid kota Baerum, Norwegia. Beruntung aksinya berhasil dihentikan dan dia dibekuk. Seorang tewas dalam peristiwa itu.
Reaksi Warga Kristianland
Namun kebencian terhadap Islam rupanya tidak membesar di Kristianland. Buktinya, setelah peristiwa pembakaran Al-Quran, warga Kristianland ramai-ramai menunjukkan solidaritasnya terhadap umat Islam.
Selama pelaksanaan salat Jumat pekan lalu, sekelompok warga Kristen Kristiansand berkumpul di depan masjid untuk menyatakan dukungan mereka. Warga membawa poster bertuliskan slogan "Bersatu, walau kita berbeda".
ADVERTISEMENT
"Kami di sini untuk menunjukkan bahwa kami mencintai Muslim. Mereka (SIAN) adalah kelompok ekstrem dan banyak orang yang mendukung mereka di Norwegia," kata Solveig Skaara, ketua Forum for Tro og Livssyn (Forum Keyakinan dan Dialog).
Walikota Kristiansand, Harald Furre, mengecam insiden itu dan menyatakan mendukung komunitas Muslim. "Kristiansand adalah kota untuk semua orang. Tindakan itu adalah provokasi dan sangat disayangkan," kata Furre.
Warga Kristiansand mengatakan pembakaran Al-Quran adalah tindakan kurang ajar. Sama seperti umat Islam, mereka juga marah atas tindakan SIAN.
"Tindakan itu kurang ajar dan bentuk provokasi. Tindakan seperti itu menciptakan kemarahan dibanding kesepahaman dan rasa hormat. Sejauh ini, saya tidak menemukan satu pun warga Norwegia yang mendukung tindakan itu," kata Petter Engnes, mahasiswa di Kristiansand.
ADVERTISEMENT