Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.0
ADVERTISEMENT
Salju pertama tahun ini mulai turun di Leiden, Belanda. Angin berhembus membawa butiran salju menerpa semua yang dilewatinya.
ADVERTISEMENT
Sejak gelap menghilang di pagi hari, salju mulai menghujani. Dingin, menggigil dan membuat malas beranjak ke luar.
Cahaya matahari hanya berumur pendek di sini. Datang pukul 08.00 dan hilang pukul 16.00. Setelah itu, gelap menyapa kembali dan dingin turut mewarnai.
Leiden, kota yang dihuni banyak pelajar itu lalu terlihat sunyi. Hanya beberapa orang terlhat berjalan dan bersepeda di pinggir sungai yang membelah kota, sebagian asyik di perpustaan kampus, dan yang lainnya lagi memilih tetap tinggal di rumah.
Di tengah kesunyian itu, 4 lelaki yang datang dari Sumatera Barat sedang bersiap. Mengenakan seragam kebanggaan dengan kain sarung terkalung di leher, mereka siap bersalawat.
John Cakra, Ilham Malik, Sapri Wassalam dan Safrizal menempuh perjalanan jauh dari kampung mereka di Pariaman. Terbang sampai ke Belanda untuk menyenandungkan salawat kepada Rasul kebanggannya, Muhammad.
ADVERTISEMENT
4 lelaki dari Pariaman itu adalah seniman Salawat Dulang. Pernah mendengar Salawat Dulang?
Salawat Dulang atau di bahasa Minang biasa disebut dengan Salawaik Dulang adalah salah satu bentuk sastra lisan Minangkabau. Salawat Dulang berasal dari dua kata, yakni salawat (doa atau puji-pujian untuk nabi Muhammad) dan dulang (nampan dari logam yang biasa digunakan untuk makan bersama).
Sesuai namanya, Salawat Dulang bisa juga diartikan dengan bersalawat dengan diiringi tabuhan nampan logam yang biasanya terbuat dari kuningan atau tembaga. Salawat Dulang biasanya dipentaskan 2 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari dua orang.
Salawat Dulang pada awalnya digunakan untuk menyebarkan ajaran Islam. Para ahli agama di masa itu, menggunakan nampan sebagai pengiring saat mereka berdakwah di wilayah Minang. Di sela-sela salawat, para ahli agama menyisipkan pesan-pesan kehidupan.
ADVERTISEMENT
Jumat (8/12) malam, John Cakra dan teman-temannya menyenandungkan Salawat Dulang di De X, Muziekhuis, Leiden. Di ujung Kota Leiden itu mereka menggemakan puji-pujian kepada Nabi Muhammad.
John Cakra dan Ilham Malik tergabung dalam kelompok Sinar Barapi. Sedangkan Sapri Wassalam dan Safrizal tergabung di kelompok Panah Arjuna.
Sebelum bersalawat, keempat lelaki Minang itu duduk bersila. Memangku nampan logam dan kepala tertunduk ke bawah, konsentrasi sekaligus berserah.
John Cakra memulai dengan sepenggal ‘pantun’ Minang. Ilham Malik lalu menyahuti pantun dari rekannya. Saat nampan logam ditabuh, salawat mulai berkumandang. Semakin cepat tabuhan nampan, semakin cepat pula salawat dikumandangkan.
Satu babak selesai dalam 30 menit. Setelah itu, giliran Sapri Wassalam dan Safrizal yang bersalawat. Keduanya terlihat khusyuk, sesekali mata mereka terpejam sambil bersenandung. Pesan-pesan moral dalam Bahasa Minang mereka selipkan.
ADVERTISEMENT
Puluhan warga Leiden yang memenuhi Muziekhuis terbawa dalam kekhusyukan. Mereka terdiam, larut dalam kemerduan.
Tak terasa, hari hampir berganti saat salawat selesai. John Cakra dan teman-temannya berhasil membawa sebagian warga Leiden terlarut dalam kemerduan salawat.
“Salawat Dulang ini memang berisi selain pujian untuk rasul, juga beberapa pesan-pesan berkaitan dengan moral, kehidupan dan religi. Ini memang sudah turun-temurun kami dapatkan,” kata John kepada kumparan (kumparan.com).
Pertunjukan Salawat Dulang di Leiden adalah salah satu bagian dari rangkaian acara Europalia. Europalia merupakan sebuah rangkaian pameran seni yang telah digelar sejak 1969. Europalia yang berpusat di Brussels, Belgia setiap tahunnya menggelar eksibisi seni untuk negara-negara sahabat.
Tahun 2017, Indonesia menjadi negara terpilih untuk mengisi seluruh rangkaian pameran. Beberapa seniman Indonesia diboyong ke Belgia dan Belanda untuk mengisi rangkaian pameran ini.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia, melalui Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Kemendikbud, menjadikan Europalia 2017 sebagai sarana untuk mengenalkan Indonesia lebih dekat kepada masyarakat Eropa. Pendekatan kebudayaan dan hubungan antara manusia dan manusia diharapkan menjadi perekat hubungan Indonesia da Eropa.