Karhutla Riau, kebakaran hutan dan lahan

Ketua Asosiasi Petani Sawit: Ada yang Bermain dengan Karhutla

23 September 2019 11:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas berupaya memadamkan api kebakaran lahan gambut di Pekanbaru, Riau. Foto: ANTARA/Rony Muharrman
zoom-in-whitePerbesar
Petugas berupaya memadamkan api kebakaran lahan gambut di Pekanbaru, Riau. Foto: ANTARA/Rony Muharrman
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di sebagian Kalimantan dan Sumatera terus berulang setiap tahunnya. Kali ini ada 7 provinsi yang statusnya merah dan mengancam kesehatan para penduduk.
Sebanyak 230 orang ditangkap dan 53 perusahaan disegel karena diduga menjadi penyebab kebakaran hutan dan lahan. 5 Perusahaan sawit juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Pemerintah tidak menyebutkan secara terbuka nama perusahaan-perusahaan tersebut. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) hanya menyebut inisial saja, dengan alasan masih proses penyidikan.
Di media sosial, banyak pihak menuding perusahaan sawit sebagai penyumbang terbesar dari kasus karhutla di Indonesia. Bermunculan pendapat yang mengaitkan antara pembakaran lahan dengan pembukaan lahan sawit.
Untuk mendapatkan klarifikasi, kumparan menemui Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Medali Emas Manurung. Dia membantah peran perusahaan sawit di balik kabut asap dan api yang muncul di Kalimantan dan Sumatera.
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Medali Emas Manurung. Foto: Dok. Pribadi/Gulat Medali Emas Manurung
Sebaliknya, dia merasa ada yang aneh dengan kebakaran yang terjadi kali ini. Pengusaha yang pernah divonis 3 tahun bui karena menyuap mantan Gubernur Riau Annas Maamun terkait kasus lahan sawit itu, menduga ada orang yang sengaja ingin menjatuhkan citra pengusaha sawit Indonesia di mata dunia.
“Sekali muncul kayak lomba lari saja titik apinya. Ini aneh benar, enggak bohong saya, ini menurut dugaanku ada yang bermain ini,” katanya saat berbincang dengan kumparan via telepon, Sabtu (21/9).
Berikut wawancara lengkap kumparan dengan Gulat:
Kalau menurut Anda apa yang menyebabkan lahan gambut di beberapa tempat ini terus terbakar?
Sebetulnya aneh tahun ini, jadi yang terbakar itu bukan hanya gambut, tanah yang jenisnya tanah liat-tanah podsolik merah-kuning juga terbakar. Makanya tidak pernah dalam sejarahnya itu, saya di Riau udah 32 tahun, tidak pernah sejarahnya itu tanah kuning atau semak belukar yang tanahnya tanah kuning, atau hutan yang tanahnya-tanah kuning ikut juga terbakar.
Makannya tahun ini aneh, saya bilang di beberapa media lokal, ini ada yang aneh, kenapa? Tidak ada orang yang pernah namanya membakar kebun sawitnya, apalagi di tanah kuning. Tidak ada orang yang mau membakar sekarang dengan adanya hukuman yang cukup berat, Polri-TNI tidak main-main, Gakkum Kehutanan (Penegakan Hukum KLHK) tidak main-main menangkap orang, menghajar dan menjebloskan ke penjara.
Jadi saya tidak yakin orang masih nekat membakar kebun atau membakar hutan. Ini ada yang aneh, bisa saja dugaan kan bisa saja orang membuat kegaduhan, membuat situasi politik. Masa bisa sebarannya secara serentak berada di sebelas kabupaten, itu ada empat kabupaten yang terbakar serentak.
Sekali terbakar itu lima-enam titik dalam satu hamparan, terus kayak mercon. Tidak pernah ciri-ciri terbakarnya hutan ataupun kebun itu (biasanya) dimulai dari satu titik, baru dia menyebar. Jadi ini tidak, sekali muncul kayak lomba lari saja titik apinya. Ini aneh benar, enggak bohong saya, ini menurut dugaanku ada yang bermain ini. Jadi di sinilah saya bilang tadi, kita harus jeli.
Berapa persen tanah non-gambut itu yang terbakar?
Kalau dilihat memang jauh itu lebih besar gambut, kira-kira 30% tanah kuning atau non-gambut, gambutnya sekitar 70%. Tetapi perlu juga dicatat yang gambut terbakar itu pun itu tidak ada mulanya dari orang yang sedang membuka lahan, atau dari kebun sawit, selalu berasal dari hutan menuju ke kebun, menuju ke kampung.
Beda dengan biasanya dari perkampungan menuju ke hutan, membuka-buka, bakar-bakar lahan untuk buka tanam padi, nanam sawit itu mengarah ke hutan. Ini terbalik, dari hutan dia menuju ke perkampungan. Nah ini yang harus dicermati ada apa? Siapa yang bermain di sini? kan begitu.
Gambar udara kondisi asap yang menyelimuti hutan dan lahan di Riau. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Tahun ini ada ada banyak perusahaan yang disegel dan itu berulang sama seperti tahun 2015?
Kita harus jujur saja mengatakan, saya apresiasi TNI-Polri dan teman-teman dari Gakkum antiapi, mana ada sekarang orang yang mau membakar kebunnya, apalagi itu perusahaan-perusahaan besar. Dia tidak akan mau, risiko dia tinggi, CPO-nya tidak akan diterima pasar international kalau dia terbukti, bodoh namanya itu.
Jadi sekarang pertanyaannya siapa yang membakar, tapi kan buktinya terbakar hutannya, nah ini yang disebut dengan lalai. Lalai ini adalah tidak sengaja, ada orang membakar sampah, ada juga bakar semak, atau pun yang namanya juga ketidaksengajaan. Tetapi niat main area-nya nih ya tidak ketemu, kalau dia dituduh membakar untuk membuka kebun sawit.
Makanya pasal dari pada kelalaian ini bisa dikenakan, tetapi kalau main area-nya ada tujuan ingin membuka kebun untuk sawit, saya tidak yakin. Saya tidak begitu yakin kalau itu perusahaan besar, apalagi perusahaan yang sudah bersertifikat ISPO ataupun RSPO.
Nah jadi kemungkinan dia lalai, tidak menjaga HGU yang diizinkan pemerintah ke dia. Nah untuk yang masyarakat ada dengan kriteria yang harus kita dudukkan dulu, sepakat. Kalau dia mau buka dengan cara membakar, tentu ada namanya bibit sawit siap tanam.
Ada juga alat-alat mesin pertanian, seperti misalnya; hand tractor, ekskavator, atau mungkin dia alat-alat lebih sederhana lagi; cangkul - atau mungkin dia harus ada camp para-para pekerja, atau ada lagi ciri-ciri aktivitas manusia di sana yang akan menuju menanam sawit, ditemukan enggak di lapangan? Kalau enggak ditemukan saya tidak yakin itu untuk sawit, bisa saja untuk tanaman lain.
Jadi dua hal, petani dan perusahaan-perusahaan, ini respons saya saja kepada perusahaan. Kayaknya saya enggak yakin mereka membakar itu untuk buka kebun apalagi dia perusahaan besar sudah internasional, risikonya tinggi bagi keberlanjutan perusahaan dia di mata dunia internasional.
Seekor orang utan (Pongo pygmaeus) berada di lokasi pra-pelepasliaran di Pulau Kaja, Sei Gohong, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Kamis (19/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Proses monitoring operasionalnya sudah efektif belum sejauh ini?
Memang perlu kita pertegas, di sini kelemahan perusahaan. Mereka untuk kesiapan antisipasi api ini yang lemah. Artinya mereka kan sudah punya data musim sekian, bulan kemarau.
Harusnya di beberapa titik yang berpotensi munculnya api mereka menggerakkan tim, memobilisasi alat-alat, membuat embung air, titik-titik air. Sedangkan petani sawit saja sudah pintar sekarang, di beberapa titik dibuatkan embung air, dipasang selang untuk antisipasi kalau ada apa-apa, ada titik api, cepat dimatikan.
Harusnya perusahaan lebih daripada itu dong. Tidak api dulu datang baru dia sibuk memesan ini, memesan itu. Harusnya sekaliber katakan PT Adei Plantation, harusnya dia tuh tidak terjadi api di titik-titik dia karena itu perusahaan besar sekali, harusnya dia antisipasi lebih dini membuat titik air di beberapa titik, terus menyebar anggotanya patroli api dan lain sebagainya.
Dalam catatan Apkasindo masih banyak tidak perusahaan lalai?
Ya hampir semua perusahaan di provinsi yaitu tidak siap menghadapi api, semuanya insidentil. Harusnya sejak awal, sejak masuk musim kemarau, mereka sudah mempersiapkan alat dan mesin dan mobilisasi alat itu di beberapa titik-titik rawan api. Harusnya patroli api penting sekali, patroli memonitor di mana lokasi-lokasi yang ada - aktivitas manusia di lahan mereka berusaha. Jangan mengatakan, "wah bukan kami yang bakar" tapi api itu berada di HGU mereka, di HPH mereka. Harusnya itu dijagalah, karena undang-undang mengatakan mereka wajib menjaga itu.
Memang banyak titik apa yang ditemukan dekat HGU ya seperti yang terekam citra satelit?
Betul, tidak jauh dan di dalam HGU. Gini, ini kemarin saya bicara sama salah satu pemegang HGU terbesar di Indonesia ini. Dia bilang, "Katakan Pak Gulat, kami ada HGU-lah 10 ribu tapi yang bisa kami kuasai cuma 7 ribu, yang 3 ribu ini kan dikuasai masyarakat atau tidak bisa kami kuasai" kata dia. Jadi api itu selalu berada di 3 ribu tadi, nah ini alasan mereka.
Titik api tadi selalu berada yang 3 ribu tadi katanya gitu. Tapi tetap saja kami dituduh yang bakar karena itu berada di HGU kami. Betul, itu enggak salah, maka itu kalian (pemilik HGU) harus patroli api di musim-musim panas, musim-musim kering tidak ada hujan, jangan hanya untungnya saja kalian mau, saya bilang gitu.
Asap karhutla di Riau. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Kalau di sekitar HGU itu kebanyakan terbakar sendiri karena gambutnya terlampau kering atau bagaimana?
Ya pasti ada yang membakar. Membakar itu ada dua tidak sengaja atau dengan secara sengaja. Tidak sengaja itu bisa puntung rokok, orang-orang Riau ini kan suka memancing, menjerat burung, itu yang tidak sengaja. Kalau dengan secara sengaja dia ada niat jahat, apakah dia itu adalah disuruh orang membakar, tapi tujuannya yang disengaja tadi tidak untuk berkebun sawit, pasti itu.
Nggak ada nekat sekarang ini mas orang berkebun sawit dengan cara membakar, gila! Percayalah saya bertaruh, cari saja ada enggak untuk orang buka sawit gitu untuk nanam sawit, yang membakar hutan itu katakan ada terbakar. Cek aja, intai dia selama setahun, ada enggak orang nanam sawit? Mana berani. Siapa masuk penjara sekarang ini. Tapi niat membakar itu, hanya untuk membuat kegaduhan, benar.
Ini yakin saya mempermalukan negara, benar mempermalukan sawit Indonesia, bahwa benar sawit Indonesia ini bermasalah dengan lingkungan. Itulah harapan-harapan orang yang benci, cemburu kepada sawit.
Kepala Dinas TPHP Provinsi Riau, Ferry HC, bilang ada 80% lahan yang terbakar, itu pasti langsung ditanam lagi. Begitu ya?
Itu teori dia, saya tidak sepakat dengan apa yang dikatakan Karisbun, apa tau dia tentang sawit, dia aja enggak pernah melihat ke manapun. 80% itu kan angka dikarang dia, berani enggak dia membuat data di lapangan? Ayo ke lapangan, ayo kita buat penelitian, 80% tuh yang mana? Jangan asal buat data begitu. Kasihan sekarang orang yang sekarang menghirup napas, mau mati - orang Pekanbaru, main tuduh saja dia itu. Tidak boleh begitu, apalagi pejabat negara pake angka-angka 80%. Ada dia data penelitiannya? Berani dia bertaruh?
Orang berpikirnya membakar karena mau buka lahan, tetapi di beberapa titik yang terbakar itu sudah lahan setengah jadi. Bagaimana?
Iya tapi intinya areanya tadi bukan membuka kebun, tapi tidak sengaja terbakar - sudah ada sawitnya mas, tentu ditanam balik. Tapi kalau untuk membuka kebun dia membakar, aku enggak yakin ada yang berani lagi. Karena memang iklan, media massa, sangat mengekspose berita-berita penangkapan tadi, jadi orang pada takut.
Jadi tidak akan berani meski tahun ini harga sawit sempat anjlok ya?
Jadi anjlok itu sebenarnya salah satu persoalan yang lain, tetapi saya tidak yakin karhutla kali ini oleh karena aktivitas perkebunan sawit, tetapi cenderung; pertama faktor tidak sengaja, lalai; yang kedua, saya curiga ini ada aktivitas daripada orang-orang tertentu yang ingin memojokkan negara Indonesia sebagai produsen sawit terbesar di dunia, bahwa sawit Indonesia itu bermasalah dengan lingkungan (indikatornya) bahwa penyebaran titik api sekarang ini ada keanehan, kok bisa serentak kayak orang lomba lari? Dulu-dulu paling Kabupaten Siak yang terbakar yang lain aman. Ini tidak, semua kabupaten terbakar serentak. Loh ada apa ini? Dan titik apinya menyebarnya itu kayak mercon.
Kita ambil aja sampel di satu kabupaten itu gambut berapa, non gambut berapa, rata-rata seperti itu, terbakarnya itu non-gambut 30%. Ini tidak pernah terjadi, karena gambut yang selalu terbakar. Kali ini aneh, masa tanah podsolik merah-kuning - tanah liat terbakar, di mana ceritanya ini.
Darurat Asap Foto: Argy Pradipta/kumparan
Soal black campaign sawit Indonesia yang tadi Anda bilang ada bukti yang mengarah ke situ? Sawit dianggap tidak ramah lingkungan karena menyerap air begitu banyak sehingga lahan gambut kering dan mudah terbakar?
Ya sebenarnya kalau kita mau jujur, sawit itulah yang paling hemat menyerap air, nanti aku kasih datanya. Itu bukan kataku, data yang sudah memang ada di mana-mana dan penelitinya juga orang-orang Amerika, bule-bule itu. Tetapi kenapa sawit selalu dikaitkan dengan rusaknya lingkungan? Sederhananya karena di Eropa sana sawit enggak bisa tumbuh. Kalau bisa tumbuh sawit di sana mereka mungkin lebih parah lagi buat nanam sawit. Kenapa? Sawit ini 10 kali lebih atau 9,8 kali lebih efisien daripada tanaman jagung, kedelai, bunga matahari.
Untuk menghasilkan satu ton CPO minyak sawit itu cukup satu hektare per tahun, kalau untuk tanaman kedelai dia harus ada lahan 10 hektare untuk menghasilkan 1 ton. Tentu biaya produksinya mahal, ujung-ujungnya harga jualnya lebih mahal mereka kan, kita lebih murah. Maka selalu sawit disalahkan ini begini, ini begini. Memang itu bukan lagu baru lagi mereka menjelek-jelekkan sawit; rakus terhadap air, tidak ada yang bisa tumbuh di bawah pohon sawit karena dia meracuni tanaman yang di bawahnya, haduh.
Saya kebetulan orang sains, memang sains saya tentang sawit. Nah jadi saya bisa mempertanggungjawabkan apa yang saya bilang. Sawit adalah salah satu tanaman teramah di dunia, terbalik dengan yang dikatakan dia. Kenapa? Sawit itu replanting sekali 28 tahun mas.
Nanti kalau tanaman jagung sekali dua bulan setengah, sekali tiga bulan dia panen. Artinya apa? Ketika panen dia akan telanjang tanah tuh, menjelang ditanam kembali kan. Nah itu satu tahun bisa empat kali kosong karena dia panen. Sawit sekali 28 tahun baru dia replanting, itu saja sudah menggambarkan signifikan lingkungannya mas.
Memang industri sawit di Riau cukup dominan?
Iya cukup dominan. Hasil penelitian BI 47% ekonomi Riau dipengaruhi oleh industri sawit, artinya ditopang oleh sawit gitu. Makanya kalau sawit turun harga atau gimana, memang seluruh plaza, mall, itu tidak ada orang datang. Gudang kredit mobil yang ditarik leasing itu penuh. Itu dia ciri-ciri yang setiap hari bisa kita lihat.
Pembukaannya seberapa masif untuk sawit sendiri? dari seluruh lahan yang ada di Riau itu berapa persen?
Ya kalau sawit kan sudah generasi kedua di Riau, berarti sudah 40 tahun lalu sudah ada sawit di Riau kan. Nah jadi kalau dikatakan seberapa besar diduduki memang sawit dominan, untuk di Riau itu kan telah mencapai 4,2 juta hektare, artinya terdiri dari perusahaan dan petani. Petani di Riau itu jadi besar mas.
Berapa persen?
Di Riau itu 56% dikelola oleh petani sawit. Sisanya perusahaan BUMN maupun dia perusahaan swasta.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten