Ketua Baleg Jawab Polemik Tatib: Bukan DPR yang Copot Pejabat, Cuma Rekomendasi

6 Februari 2025 14:54 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Baleg DPR Bob Hasan memimpin rapat pleno membahas penugasan RUU oleh Pimpinan DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (6/2/2025).  Foto: Youtube/ TVR Parlemen
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Baleg DPR Bob Hasan memimpin rapat pleno membahas penugasan RUU oleh Pimpinan DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (6/2/2025). Foto: Youtube/ TVR Parlemen
ADVERTISEMENT
Ketua Baleg DPR Bob Hasan menjawab polemik soal Tatib DPR baru yang disebut memberi kewenangan dewan untuk mencopot pejabat. Dia menegaskan, DPR tidak bisa mencopot pejabat.
ADVERTISEMENT
"Jadi bukan mencopot. Ya pada akhirnya bahwa pejabat yang berwenang atas evaluasi berkala DPR itu akhirnya ada keputusan mencopot, itu bukan DPR RI yang mencopot," tegas Bob Hasan dalam rapat Baleg di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/2).
Bob Hasan menjelaskan dalam Tatib, DPR punya kewenangan melakukan uji kelayakan kepada para calon pejabat. Tapi, yang tak banyak orang tahu, DPR juga punya kewenangan untuk melakukan evaluasi.
Pasal 228 a yang baru masuk dalam revisi Tatib yang disetujui ini hanya penegasan atas kewenangan pengawasan dan evaluasi yang selama ini sudah berjalan.
"Kita melakukan evaluasi karena kita punya kewenangan atas fit and proper, kita meloloskan calon itu. Maka kita juga bisa memberikan satu evaluasi dan itu babnya ada, dan itu bab evaluasi dapat melakukan konsultasi secara mufakat. itu kewenangan tatib kita," jelas dia.
Suasana rapat Badan Legislasi DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Kamis (6/2/2025). Foto: Luthfi Humam/kumparan
Politikus Gerindra itu menegaskan, aturan Tatib itu berlaku untuk internal anggota DPR, bukan instansi lainnya. Evaluasi yang diberikan dan dibawa ke rapat paripurna itu juga sifatnya hanya rekomendasi.
ADVERTISEMENT
"Jadi itu berlaku melekat di dalam tapi kemudian karena menaksine yang berlaku itu diberikan rekomendasi hasil evaluasi tersebut secara mufakat kepada instansi yang berwenang," tutur dia.
"Siapa tertingginya, misalnya presiden, kalau di MA bisa ke Komisi Yudisial. Itu tergantung kewenangan pejabat pemegang kewenangan itu sendiri," ucap dia.