Ketua DPD La Nyalla Kritik Sistem Pemilihan Presiden: Lahirkan Politik Kosmetik

16 Agustus 2023 11:03 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua DPD La Nyalla melantik Sekjen DPD baru dan Deputi Bidang Administrasi. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ketua DPD La Nyalla melantik Sekjen DPD baru dan Deputi Bidang Administrasi. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua DPD RI, La Nyalla Mahmud Mattalitti, mengkritik sistem pemilihan presiden pasca amandemen.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, sistem ini malah melahirkan politik kosmetik dan membuat masyarakat cenderung memilih pemimpin hanya berdasarkan popularitas.
“Pemilihan Presiden secara langsung yang kita adopsi begitu saja telah terbukti melahirkan politik kosmetik yang mahal dan merusak kohesi bangsa,” kata La Nyalla dalam sidang tahunan MPR di ruang sidang paripurna, Rabu (17/8).
“Karena batu uji yang kita jalankan dalam mencari pemimpin nasional adalah popularitas yang bisa di-fabrikasi,” lanjutnya.
La Nyalla mendorong agar proses pemilihan presiden dikembalikan seperti sebelum amandemen, di mana presiden dan wakil presiden dipilih dan diberhentikan MPR.
Jika merujuk aturan sebelum amandemen, maka presiden bertanggung jawab kepada MPR dan wajib menjalankan GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) yang merupakan mandat dari MPR.
ADVERTISEMENT
Adapun sistem yang dianut saat ini adalah rakyatlah yang memilih presiden dan wakil presiden. Presiden dan wakil presiden menjalankan program kerja pemerintah sesuai kehendak masing-masing, tidak terpaku pada GBHN.
Untuk itu, ia pun meminta amandemen UUD kembali dilakukan untuk mengembalikan fungsi MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
Usulan ini ia sampaikan dalam proposal kenegaraan yang dia bacakan dalam pidatonya siang ini.
“Mengembalikan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang berkecukupan. Yang menampung semua elemen bangsa. Yang menjadi penjelmaan rakyat sebagai pemilik dan pelaksana kedaulatan,” tuturnya.
Sebelumnya, usulan ini juga sempat disinggung oleh Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, yang sudah lebih dulu menyampaikan pidatonya di depan presiden.
Bamsoet setuju dengan pertimbangan ketika fungsi itu dikembalikan maka MPR bisa mengambil keputusan atau penetapan-penetapan yang bersifat pengaturan, khususnya di saat-saat terdesak.
ADVERTISEMENT
“Idealnya memang, MPR RI dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara sebagaimana disampaikan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Ibu Megawati Soekarnoputri saat Hari Jadi ke-58 Lemhannas tanggal 23 Mei 2023 yang lalu,” kata Bamsoet dalam pidatonya di sidang tahunan MPR.