Ketua Komisi II Ingin Ada KUHAP Pemilu, Bisa Dibahas di Revisi UU

5 Mei 2025 19:05 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda. Foto: Haya Syahira/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda. Foto: Haya Syahira/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menyebut, perlu ada revisi aturan terbaru terkait pemilu yang lebih rinci. Salah satunya soal hukum acara penanganan sengketa pemilu, seperti KUHAP di hukum pidana dan perdata.
ADVERTISEMENT
"Kami merindukan betul ke depan kita punya hukum acara sengketa pemilu, agar satu kita semua punya kepastian, 1 objek sengketa yang sama itu jangan dibawa ke mana-mana yang kemudian itu keputusannya akan berbeda," kata Rifqi saat rapat bersama penyelenggara pemilu dan Kemendagri, Senin (5/5).
Politikus NasDem itu mengatakan, harus ada batas waktu penanganan perkara dan sengketa pemilu. Misalnya, Rifqi melakukan kecurangan, lalu kasusnya dibawa ke Bawaslu dan Sentra Gakkumdu tapi tidak dilanjutkan.
Di sisi lain, gugatan dilayangkan kepada penyelenggara pemilu ke DKPP atas kecurangan yang diduga dilakukan Rifqi. Hasilnya, penyelenggara pemilu itu disanksi oleh DKPP, padahal dia sudah dilantik sebagai anggota DPR.
"Atas putusan tersebut di bawah kalah digoreng lah ini putusannya ke mana-mana, ke mahkamah partai lah, dibawa ke peradilan umum lah. Nah Bawaslu sudah gak bisa lagi, akhirnya apa, saya yang duduk nih yang sudah jadi ketua komisi II gak tenang saya kerja Pak, karena tidak ada hukum acara yang membatasi kapan masa kedaluwarsa yang ada di DKPP," jelas dia.
Pekerja mendistribusikan logistik pemungutan suara ulang (PSU) di gudang logistik KPU Kutai Kartanegara di Tenggarong, Kukar, Kalimantan Timur, Kamis (17/4/2025). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Untuk itu, Rifqi ingin hal ini juga bisa masuk dalam RUU Pemilu yang nanti akan dibahas. Aturan semacam ini juga diharapkan bisa mempengaruhi Pilkada sehingga tak perlu berulang-ulang PSU karena ada masalah dengan penyelenggara pemilu.
ADVERTISEMENT
“Kita ke depan perlu merumuskan norma bersama, di ruangan ini perlu kita rumuskan norma bersama, agar pelanggaran-pelanggaran itu bisa kita minimalisir,” kata Rifqi.
Rifqi sadar betul aturan baru ini akan menghilangkan sepenuhnya praktik kecurangan dan pelanggaran selama pemilu. Tapi, menurutnya, selama aturan itu tegas maka praktik tersebut bisa diminimalisasi.
“Saya tidak yakin itu bisa dihilangkan, tugas kita menegakkan hukum, memastikan pelanggaran itu kita beri sanksi sedemikian rupa,” katanya.
Rifqi kemudian menjelaskan karakter hukum kepemiluan yang berbeda dengan penegakan hukum pada umumnya.
“Saya selalu bilang kepastian hukum dalam teori hukum kepemiluan, itu berbeda dengan kepastian hukum dalam teori penegakan hukum di luar kepemiluan,” kata Rifqi.
Pekerja mengangkat kotak suara saat pendistribusian logistik pemungutan suara ulang (PSU) di gudang logistik KPU Kutai Kartanegara di Tenggarong, Kukar, Kalimantan Timur, Kamis (17/4/2025). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Dalam hukum pemilu, kepastian hukum sangat berkaitan dengan waktu jabatan yang diperoleh lewat pemilu, memiliki periode yang tetap, dan, tak bisa ditunda atau diperpanjang secara sembarangan.
ADVERTISEMENT
Hal ini berbeda dengan logika penegakan hukum pidana atau perdata, yang bisa berjalan dalam waktu panjang tanpa tekanan tenggat politik.
Sementara dalam penyelenggaraan pemilu penyelesaiannya tidak bisa ditunda terlalu lama, karena bisa mengganggu jadwal pelantikan dan transisi kekuasaan.
Hal ini terbukti dari agenda pemilu yang selalu berjalan sesuai aturan hingga saat ini. Pemerintah juga berhasil melakukan pelantikan serentak.
Tapi, di balik itu semua ada tingkat kecurangan yang tinggi.
“Artinya apa kepastian hukumnya kita dapat tetapi kemudian keadilannya kita tidak dapat,” tuturnya.