Ketua KPU: Harun Masiku Temui Saya Bawa Surat soal PAW, Saya Bilang Tak Bisa

28 Februari 2020 13:57 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gedung KPK. Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung KPK. Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Penyidik KPK telah menyelesaikan pemeriksaan terhadap Ketua KPU Arief Budiman. Dalam pemeriksaan itu, Arief mengaku dikonfirmasi pengetahuannya terkait dengan eks caleg PDIP Harun Masiku.
ADVERTISEMENT
"Beberapa pertanyaan sih sama pertanyaannya, tapi lebih mendalami terkait apakah saya punya hubungan, jadi hubungan antara saya [dengan] Pak Wahyu (Setiawan) dan Harun Masiku, ya saya jelaskan," kata Arief usai diperiksa, Jumat (28/2).
Arief mencontohkan pertanyaannya seperti apakah dirinya kenal dengan Harun Masiku atau tidak. Arief pun menjelaskan hal tersebut kepada penyidik. Dalam keterangan itu, Arief juga menyampaikan kepada penyidik pernah bertemu dengan Harun Masiku.
"Ditanya soal hubungan saya dengan Harun Masiku seperti apa ya saya jelaskan saya enggak kenal siapa Harun Masiku tapi dia pernah datang ke kantor ya menyampaikan surat judicial review yang diputuskan oleh itu, saya bilang ya sudah," kata dia.
Ketua KPU Arief Budiman di KPK. Foto: Muhammad Lutfan Darmawan/kumparan
"Ketemu bapak?" tanya wartawan.
"Ya ketemu," jawab Arief.
ADVERTISEMENT
Saat itu, Arief menegaskan tak bisa menindaklanjuti surat yang dibawa oleh Harun Masiku. Sebab hal itu bertentangan dengan undang-undang pemilu.
"Ya saya sampaikan ini enggak bisa ditindaklanjuti karena tidak sesuai dengan ketentuan UU pemilu," kata dia.
Tersangka korupsi eks caleg PDIP Harun Masiku. Foto: Twitter/@efdesaja
Dalam pertemuan itu, kata Arief tak membahas hal yang lain. Seperti misalnya surat rekomendasi dari partai. Saat pertemuan itu, Arief pun menganggap hal yang biasa layaknya konsultasi saja. Sebab, banyak juga yang datang ke kantor KPU menemuinya.
"Ya saya juga enggak berpikir apa-apa waktu itu. Setelah itu ditanya apa ada pertemuan lagi apa enggak, ya saya jawab enggak ada. Sekali itu aja. Dan sudah saya tegaskan memang tidak bisa ditindaklanjuti," ujarnya.
Surat yang dimaksud diduga terkait pengajuan judicial review PDIP terhadap Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara ke Mahkamah Agung.
ADVERTISEMENT
PDIP melayangkan uji materi tersebut agar suara yang diperoleh caleg yang lolos ke DPR tetapi kemudian meninggal, dapat dikelola sesuai keinginan partai.
MA hanya mengabulkan sebagian gugatan itu. Gugatan yang dikabulkan ialah suara caleg yang meninggal, Nazarudin Kiemas, tetap dihitung untuk yang bersangkutan. Artinya suara caleg yang meninggal tidak dialihkan ke parpol sebagaimana aturan di PKPU sebelumnya.
Tetapi gugatan PDIP yang meminta caleg terpilih pengganti Nazarudin menjadi wewenang parpol, tidak diterima MA. Sebab permintaan itu bukan ranah uji materiil di MA.
Dalam kasus ini, putusan dan fatwa MA disebut menjadi dasar PDIP untuk memperjuangkan kadernya, Harun Masiku, sebagai anggota DPR menggantikan Riezky Aprilia melalui Pergantian Antarwaktu (PAW).
Anggota DPR RI, Riezky Aprilia, memasuki mobil usai menjalani pemeriksaan KPK, Jakarta, Jumat (7/2/2020). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Sebagai informasi, Riezky merupakan caleg DPR terpilih pengganti Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia sebelum pencoblosan. Dalam Pileg 2019 di Dapil Sumsel I, Riezky meraih suara terbanyak kedua setelah Nazarudin. Sehingga KPU, dengan merujuk UU Pemilu, menetapkan Riezky sebagai caleg DPR terpilih.
ADVERTISEMENT
Namun, PDIP kemudian lebih menginginkan Harun yang ditetapkan sebagai caleg DPR terpilih. Padahal, suara yang diperoleh Harun hanya menempati posisi keenam.
Belakangan, terungkap pula adanya dugaan upaya suap dari Harun agar menjadi anggota DPR. Ia diduga menyuap Wahyu Setiawan selaku Komisioner KPU.
Eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan (kanan) usai menjalani sidang kode etik bersama DKPP di Gedung KPK, Rabu (15/1). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan Harun sebagai tersangka bersama Wahyu Setiawan, lalu eks caleg PDIP sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina; serta swasta yang juga eks caleg PDIP bernama Saeful Bahri.
Wahyu diduga menerima suap Rp 600 juta dari commitment fee sebesar Rp 900 juta. Rinciannya, Rp 200 juta diterima Wahyu melalui Agustiani pada pertengahan Desember 2019. Sementara Rp 400 juta diterima Wahyu dari Harun melalui Saiful dan Agustiani pada akhir Desember 2019.
ADVERTISEMENT