Ketua KPU RI 2 Kali Disanksi Etik DKPP, Kenapa Tidak Diberhentikan?

5 Februari 2024 13:58 WIB
·
waktu baca 2 menit
Ketua KPU Hasyim Asy'ari memberikan sambutan pada rapat konsolidasi nasional kesiapan Pemilu 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (30/12/2023). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
Ketua KPU Hasyim Asy'ari memberikan sambutan pada rapat konsolidasi nasional kesiapan Pemilu 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (30/12/2023). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari dinyatakan melanggar etik terkait aduan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres. Ia dihukum peringatan keras terakhir atas pelanggarannya tersebut.
ADVERTISEMENT
Ini merupakan kali kedua Hasyim disanksi etik oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Sanksi etik pertama dijatuhkan DKPP pada April 2023. Kala itu, Hasyim diduga melanggar kode etik karena pergi dengan Ketum Partai Republik Satu, Hasnaeni ke Yogyakarta.
DKPP menilai Hasyim terbukti melakukan pertemuan dengan Hasnaeni dan pergi bersama ke Yogyakarta tanpa adanya kepentingan sebagai penyelenggara dan peserta Pemilu. Kala itu, Hasyim disanksi peringatan keras terakhir.
Kini, DKPP kembali menyatakan Hasyim bersalah melanggar etik. Karena tidak merevisi Peraturan KPU ketika Gibran mendaftar cawapres. Meski Mahkamah Konstitusi sudah mengubah syarat pendaftaran capres-cawapres dari minimal 40 tahun, kini menjadi 40 tahun atau sedang/memiliki pengalaman sebagai kepala daerah.
Gibran yang berusia 36 tahun meski belum berusia 40 tahun bisa mendaftar karena menjabat sebagai Wali Kota Solo.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus Hasnaeni, Hasyim dijatuhi sanksi peringatan keras terakhir. Kali ini, ia juga disanksi peringatan keras terakhir.
Lantas mengapa Hasyim tidak sampai dicopot dari jabatannya sebagai Ketua KPU RI?
Ketua DKPP Heddy Lugito membacakan vonis terhadap Ketua KPU Hasyim Asy'ari terkait penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai Bakal Calon Wakil Presiden dalam sidang putusan di DKPP, Jakarta, Senin (5/2/2024). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
Ketua DKPP Heddy Lugito mengatakan, putusan DKPP tidak bersifat akumulatif. Sehingga beda kasus, beda pula putusan.
"Keputusan DKPP itu kan sikapnya enggak akumulatif, kasusnya kan juga beda, perkaranya beda, jadi tidak ada putusan yang akumulatif di DKPP dan perkaranya beda," kata Heddy di DPR RI, Senayan, Senin (5/2).
"Yang dulu yang ini soal pengaduan lain, yang ini pengaduan beda. Itu aja," tambah dia.
Lebih jauh, DKPP mengatakan putusan ini juga tidak akan berdampak terhadap nasib pencalonan Gibran di Pilpres 2024. Karena ini murni masalah etik.
ADVERTISEMENT
"Enggak. Ini kan murni putusan etik gak ada kaitannya dengan pencalonan. Gak ada," tutup Heddy.
Ketua KPU Hasyim Asy'ari memberikan keterangan pers terkait Debat Calon Wakil Presiden untuk Pemilu 2024 di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (21/12/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan

Respons Hasyim

Sementara Hasyim sudah menanggapi terkait putusan DKPP ini. Ia menyebut, sudah menjadi risiko KPU sebagai penyelenggara Pemilu.
"Konstruksi di UU Pemilu itu KPU itu posisinya selalu sebagai "ter" ya, terlapor, termohon, tergugat, dan teradu. Nah, kalo di DKPP itu sebagai teradu. Nah, karena saya sebagai teradu, maka saya mengikuti proses-proses persidangan di DKPP," kata Hasyim usai RDP dengan Komisi II DPR di Senayan, Jakarta, Senin (5/2).
"Ketika ada sidang diberikan kesempatan untuk memberikan jawaban, keterangan, alat bukti, argumentasi sudah kami sampaikan," sambungnya.
Hasyim mematuhi semua putusan DKPP. Tugasnya hanya memberikan penjelasan dari apa yang ditanyakan.
ADVERTISEMENT