Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Hasyim Asy'ari menyebut bahwa sistem pemilihan umum legislatif tahun 2024 di Papua yang menggunakan noken mengalami fenomena baru dari pemilu sebelumnya. Kondisi ini yang dinilai oleh Hasyim menjadikan banyak gugatan Pileg yang masuk dari Dapil Papua.
ADVERTISEMENT
"Berdasarkan pengalaman kami dari Pemilu ke Pemilu baru kali ini, maksud saya, Pemilu 2024, fenomena noken yang sekarang ini […] dalam rekapitulasi yang kami apa, laksanakan, fenomenanya adalah, mohon maaf ya, istilah saya itu merata terkena pada semua partai dan di semua tingkatan,” kata Hasyim dalam sidang lanjutan sengketa Pileg 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (03/5).
Hasyim menjelaskan, bahwa selama ini pemahaman masyarakat mengenai sistem noken adalah perolehan suara disepakati dengan kepala suku atau kepala kampung. Suara tersebut sudah diikat sejak dari kampung dan konsisten hingga rekapitulasi di tingkat kabupaten.
Namun tahun ini, ada fenomena baru: ada pergeseran suara yang sudah diikat dari desa bila sudah sampai ke tingkat rekapitulasi.
ADVERTISEMENT
“Sudah diikat untuk partai tertentu tiba-tiba nanti di distrik berubah, geser ke calon lain atau calon lain. Nanti di kabupaten berubah lagi kepada partai atau calon lain,” jelas Hasyim.
“Nah, ini pada waktu rekapitulasi saya tanya kepada teman-teman partai, saksi partai yang berasal dari pegunungan atau teman-teman KPU saya tanya ‘apakah ada mekanisme noken yang katakanlah istilahnya, perjanjian lama di tingkat desa lalu bisa diubah dengan perjanjian baru oleh kepala suku di tingkat kecamatan atau distrik, lalu bisa diubah lagi oleh kepala suku tingkat kabupaten’, enggak ada yang bisa jawab,” kata Hasyim.
Atas fenomena perubahan suara noken tersebut, Hasyim Asy'ari meminta ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar menghadirkan ahli dalam persidangan. Untuk menjelaskan fenomena sistem noken di Papua.
ADVERTISEMENT
“Saya kira penting juga Mahkamah menghadirkan ahli yang memahami dan pernah riset tentang noken, ahli sosiologi, ahli antropologi, mungkin teman-teman dari kampus-kampus di Papua,” ungkap Hasyim.
“Karena biasanya, kalau noken itu konsisten. Begitu diikat di desa, konsisten di kecamatan atau distrik sampai kabupaten itu konsisten, baru kali ini Yang Mulia, jadi pencermatan Prof Daniel sama dengan saya, ‘ini kok agak aneh’, di setiap tingkatan berubah dan itu terjadi di semua partai,” ucap Hasyim.
Pemilu dengan sistem noken tersebut khusus berlaku di Papua, pada dua provinsi: Papua Pegunungan dan Papua Tengah. Mekanisme noken ini merupakan pengikatan suara suku tertentu untuk partai yang dianggap mampu mewakili suku mereka. Pengikatan suara tersebut dilakukan berdasarkan musyawarah dalam kelompok suku mereka atau ditentukan langsung oleh kepala suku.
ADVERTISEMENT
Ada dua sistem noken yang ditetapkan di Papua, yakni noken big man dan noken gantung.
Sistem noken big man, penyaluran hak suara dipercayakan kepada ketua adat atau ketua kampung. Warga bermusyawarah terlebih dahulu untuk menentukan pilihan bersama, lalu ketua adat atau kampung yang menyalurkan ke TPS secara kolektif berdasarkan kesepakatan warga.
Sementara itu, sistem noken gantung hanya pengganti kotak suara yang sulit didistribusikan ke lokasi-lokasi tertentu.
Faktor sistem noken digunakan adalah karena faktor geografis. Jarak untuk mendistribusikan logistik Pemilu terlalu sulit lantaran harus menembus medan terjal dan pedalaman. Secara sosial-budaya, masyarakat di pedalaman Papua menganut sistem politik tradisional yang dikenal dengan big man (orang besar). Pengambilan keputusan kerap dilakukan lewat musyawarah, lalu diresmikan oleh ketua adat.
ADVERTISEMENT