Ketua MA: Kami Tak Larang Jurnalis Liput Sidang, Hanya Atur Supaya Tertib

30 Desember 2020 16:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Layar menampilkan "live streaming" Wakil Ketua Mahkamah Agung bidang Yudisial Syarifuddin memberikan pidato saat Sidang Paripurna Khusus Pemilihan Ketua MA. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
Layar menampilkan "live streaming" Wakil Ketua Mahkamah Agung bidang Yudisial Syarifuddin memberikan pidato saat Sidang Paripurna Khusus Pemilihan Ketua MA. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ADVERTISEMENT
Keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menerbitkan PERMA 5/2020 dikritik berbagai pihak, khususnya kalangan jurnalis. Sebab aturan itu salah satunya memuat aturan memfoto dan merekam sidang harus seizin hakim serta dilakukan sebelum sidang dimulai.
ADVERTISEMENT
Aturan itu termaktub dalam Pasal 4 ayat (6) PERMA 5/2020 yang berbunyi:
Pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual harus seizin hakim/ketua majelis hakim yang bersangkutan yang dilakukan sebelum dimulainya persidangan.
Menjawab berbagai kritikan itu, Ketua Mahkamah Agung (MA), Muhammad Syarifuddin, memberikan penjelasan. Syarifuddin menyatakan MA sama sekali tidak membatasi atau melarang jurnalis meliput sidang. Ia justru senang jalannya sidang diliput demi akuntabilitas dan transparansi.
Ketua MA, M Syarifuddin, meemberikan sambutan di pelantikan Sekretaris MA, Hasbi. Foto: YouTube/Mahkamah Agung Repubilik Indonesia
"Sama sekali kami tidak ingin membatasi jurnalis untuk meliput jalannya peradilan, karena kami ingin peradilan kita transparan dan akuntabel. Kami ingin koreksi agar pengadilan baik, bukan hanya baik di mata yang sidang, tapi bisa diketahui masyarakat di luar sana. Kami atur dengan izin hanya untuk mengatur supaya persidangan bisa berjalan dengan baik. Kenapa ke ketua majelis? karena ketua majelis sesuai UU bertanggung jawab terhadap jalannya sidang," ujar Syarifuddin dalam konferensi pers Refleksi Akhir Tahun MA Tahun 2020 pada Rabu (30/12).
ADVERTISEMENT
Syarifuddin menyatakan aturan tersebut hanya agar persidangan berjalan dengan tertib, sementara tugas jurnalis tidak terganggu.
"Jadi semata-mata hanya untuk pengaturan bagaimana agar jurnalis bisa kerja baik tanpa mengganggu jalannya sidang. Kami hanya mengatur saja supaya sidang bisa berjalan tertib," ucapnya.
Ia menyatakan aturan tersebut sudah lama ada, namun baru tertulis melalui PERMA 5/2020. Syarifuddin menjelaskan alasan agar persidangan berjalan tertib sehingga aturan itu dibuat berdasarkan beberapa pengalaman. Salah satunya yang dialami Syarifuddin ketika masih menjadi hakim di tingkat pertama dan memimpin perkara besar.
Audiens memotret suasana sidang korupsi. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Syarifuddin menyebut perkara besar yang ditangani ketika itu dihadiri ratusan jurnalis, termasuk dari luar negeri.
"Nah ini kami minta supaya dia datang melapor, karena kami ingin yakinkan yang datang benar-benar jurnalis atau bukan," ucapnya.
ADVERTISEMENT
"Kalau dia jurnalis kami kasih ID card khusus, supaya dapat tempat khusus. Kenapa harus begini? karena ketua majelis yang tanggung jawab terhadap jalannya sidang," lanjutnya.
Dengan pengaturan posisi jurnalis bisa meliput, kata Syarifuddin, persidangan bisa berlangsung secara tertib, di samping itu jurnalis tetap bertugas dengan baik.
"Pada waktu itu kami suruh mereka (jurnalis) di lantai 2. Selama persidangan berlangsung, mereka bisa beraktivitas, merekam foto tanpa mengganggu majelis hakim, penasihat hukum, jaksa, saksi untuk kemukakan pendapat. Kalau tidak diatur, bisa dibayangkan bagaimana ratusan orang hilir mudik di sidang ini bisa mengganggu jalannya sidang dan wibawa persidangan," jelasnya.
Ilustrasi meja pengadilan. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Pengalaman lain, kata Syarifuddin, yakni ada jurnalis yang menaruh rekaman di meja majelis hakim. Ada pula jurnalis yang menuju belakang meja majelis hakim demi mendapatkan gambar yang bagus. Syarifuddin menyebut contoh-contoh itu bisa mengganggu persidangan.
ADVERTISEMENT
"Itu mengganggu (persidangan) kalau seperti itu, karena itu kami atur," ucapnya.
Meski demikian, Syarifuddin menegaskan izin yang dimaksud dalam aturan itu bukan berarti jurnalis harus mengajukan surat permohonan. Ia menyebut jurnalis yang bisa meliput di pengadilan pasti sudah dikenal majelis hakim. Sehingga masih bisa meliput seperti biasa.
"Bukan berarti harus ajukan surat permohonan ada dulu penetapan, enggak begitu. Jurnalis kalau di pengadilan rata-rata hakim sudah hafal. Ketika sidang, sudah kenal, kan ada kewajiban hormat ke majelis, dia mengangguk kita (hakim) pun mengangguk, dia bawa foto sudah cukup, (hakim) kedip mata sudah tahu, diizinkan, itu sudah hormat dan sudah izin kepada majelis. Cukup anggukkan kepala," tutupnya.