Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Ketua Parlemen Rusia Tuntut Pencabutan Kewarganegaraan Warga yang Protes Invasi
12 April 2022 10:40 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Volodin mengakui tuntutan tersebut sulit untuk diwujudkan. Sebab, Moskow tidak memiliki prosedur yang memungkinkan pencabutan kewarganegaraan bagi para 'pengkhianat' itu. Ia lantas mendorong agar kebijakan tersebut dikeluarkan.
"Sebagian besar warga kami mendukung operasi militer khusus di Ukraina, mereka memahami kepentingan [operasi militer] untuk keamanan negara kami dan bangsa kami. Tetapi ada juga yang berperilaku pengecut dengan pengkhianatan," jelas Volodin, seperti dikutip dari AFP.
"Sayangnya, untuk 'warga Federasi Rusia' seperti itu, tidak ada prosedur untuk mencabut kewarganegaraan dan mencegah mereka memasuki negara kita," lanjut Volodin.
Mengilustrasikan maksudnya, Volodin mengutip kasus Marina Ovsyannikova. Jurnalis tersebut menarik perhatian dunia berkat aksinya pada pertengahan Maret 2022.
Ovsyannikova mengangkat plakat bertuliskan 'hentikan perang' saat siaran langsung televisi milik pemerintah Rusia, Perviy Kanal. Ovsiannikova kemudian mundur dari pekerjaannya itu. Kini, ia bekerja sebagai koresponden di Ukraina dan Rusia untuk kantor berita Jerman, Die Welt.
ADVERTISEMENT
"Sekarang [Ovsyannikova] akan bekerja untuk negara NATO, membenarkan pengiriman senjata ke neo-Nazi Ukraina, mengirim tentara bayaran asing untuk memerangi tentara kami dan mempertahankan sanksi terhadap Rusia," ujar Volodin.
Pencabutan kewarganegaraan tampaknya tidak akan berlaku semudah itu. Tindakan radikal semacam itu memerlukan persetujuan dari Presiden Rusia Vladimir Putin.
Kremlin pun telah menggencarkan tindakan keras terhadap penentang invasi dalam beberapa pekan terakhir. Otoritas Rusia menangkap ribuan pengunjuk rasa serta memblokir media independen dan jaringan sosial.
Penduduk yang menentang intervensi militer terus-menerus menghadapi hujatan pula. Para kritikus melaporkan, pintu rumah mereka bahkan dinodai dengan pesan-pesan ancaman.
ADVERTISEMENT