Ketua PN Surabaya Dijatahi SGD 20 Ribu dari Ibu Ronald Tannur, Belum Disetor

9 Januari 2025 21:21 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kejagung limpahkan ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, ke Kejari Jakpus, Rabu (8/1). Foto: Dok Kejagung RI
zoom-in-whitePerbesar
Kejagung limpahkan ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, ke Kejari Jakpus, Rabu (8/1). Foto: Dok Kejagung RI
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Agung (Kejagung) RI mengungkapkan bahwa Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya mendapatkan jatah suap sebesar SGD 20.000 dari ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, terkait pengaturan vonis bebas Tannur.
ADVERTISEMENT
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI Harli Siregar, menyebut bahwa selain untuk Ketua PN Surabaya, Meirizka Widjaja juga menyuap panitera bernama Siswanto sebesar SGD 10.000.
"Selanjutnya, selain untuk para hakim yang menangani perkara, sejumlah SGD 20.000 untuk Ketua Pengadilan Negeri Surabaya dan SGD 10.000 untuk saksi Siswanto selaku paniteranya," ujar Harli dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (9/1).
Namun, kata dia, uang sebesar total SGD 30.000 itu belum diserahkan dan diterima keduanya. Harli menyebut, uang tersebut masih dipegang oleh Hakim PN Surabaya Erintuah Damanik, yang menjadi terdakwa dalam kasus ini.
"Akan tetapi, uang sejumlah SGD 20.000 untuk Ketua Pengadilan Negeri Surabaya dan SGD 10.000 untuk saksi Siswanto selaku panitera belum diserahkan kepada yang bersangkutan dan masih dipegang oleh saksi Erintuah Damanik," jelas dia.
ADVERTISEMENT
Adapun dalam dakwaannya, Erintuah Damanik bersama dua orang hakim PN Surabaya lainnya, Heru Hanindyo dan Mangapul, didakwa menerima suap sebesar Rp 4,6 miliar, dengan rincian Rp 1 miliar dan SGD 308.000 atau setara dengan Rp 3.671.446.240 (Rp 3,6 miliar).
Jaksa menyebut bahwa Erintuah menerima uang sejumlah SGD 140.000 dengan pecahan SGD 1.000 dari Lisa Rachmat yang merupakan pengacara Ronald Tannur. Penyerahan uang itu terjadi di Gerai Dunkin' Donuts Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang, pada awal Juni 2024.
Usai uang tersebut diterima, Erintuah sepakat untuk membagi-bagikan uang itu bersama Heru Hanindyo dan Mangapul. Pembagian uang suap itu terjadi di ruang kerja hakim.
Rinciannya, masing-masing untuk Terdakwa Heru Hanindyo sebesar SGD 36.000, untuk Erintuah Damanik sebesar SGD 38.000, dan untuk Mangapul sebesar SGD 36.000.
ADVERTISEMENT
Sedangkan, sisanya sebesar SGD 30.000 disimpan oleh Erintuah Damanik. Akan tetapi, dalam dakwaan itu, jaksa justru tak menjelaskan lebih lanjut keperluan uang itu disimpan untuk apa. Erintuah menyebut bakal menjelaskan ihwal sisa uang sebesar SGD 30.000 tersebut.
"Sebenarnya, di dalam keterangan saya, saya sebutkan bahwa itu ada kepentingan untuk apa, makanya [uang itu] ada sama saya," kata Erintuah saat menjalani sidang perdana, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (24/12) lalu.
"Saya simpan dan nanti akan kita kemukakan di persidangan," sambungnya.
Selain didakwa menerima suap sebesar Rp 4,6 miliar, ketiga hakim PN Surabaya itu juga didakwa menerima gratifikasi terkait pengaturan vonis bebas Ronald Tannur. Jumlah gratifikasi yang diterima masing-masing hakim tersebut beragam.
ADVERTISEMENT
Berikut rincian gratifikasi yang diterima masing-masing Hakim:
Sidang pemeriksaan saksi terkait kasus vonis bebas Ronald Tannur untuk Terdakwa Erintuah Damanik dan Mangapul, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (7/1/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Erintuah Damanik
Erintuah didakwa menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk mata uang rupiah dan mata uang asing. Jumlahnya ditaksir mencapai Rp 608,8 juta. Berikut rinciannya:
• Uang sebesar Rp97.500.000 (Rp 97,5 juta), yang terdiri dari 332 lembar pecahan Rp50.000 dan 809 lembar pecahan Rp100.000;
• Uang sebesar SGD 32.000 (Rp381.495.680 atau Rp 381,4 juta), yang terdiri dari 32 lembar pecahan SDG 1.000 yang tersimpan di dalam amplop putih; dan
• Uang sebesar MYR 35.992,25 (Rp129.857.050,64 atau Rp 129,8 juta), yang terdiri dari 80 lembar pecahan MYR 100, 558 lembar pecahan MYR 50, 2 lembar pecahan MYR 20, 2 lembar pecahan MYR 10, 12 lembar pecahan MYR 1, 2 keping pecahan 10 sen Malaysia, dan 1 keping pecahan 5 sen Malaysia, yang seluruhnya tersimpan di dalam 1 buah tas handbag/clutch warna cokelat.
ADVERTISEMENT
Heru Hanindyo
Sidang pembacaan eksepsi atau nota keberatan Hakim PN Surabaya, Heru Hanindyo, terkait kasus vonis bebas Ronald Tannur, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (2/1/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Heru Hanindyo didakwa menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk mata uang rupiah dan mata uang asing yang jumlahnya ditaksir mencapai Rp 835,5 juta. Berikut rinciannya:
• Uang senilai Rp104.500.000 (Rp 104,5 juta);
• Uang senilai USD 18.400 (setara dengan Rp298.206.960 atau Rp 298,2 juta);
• Uang senilai SGD 19.100 (setara dengan Rp227.859.944 atau Rp 227,8 juta);
• Uang senilai ¥100.000 (setara dengan Rp10.318.000 atau Rp 10,3 juta);
• Uang senilai €6000 (setara dengan Rp100.953.360 atau Rp 100,9 juta); dan
• Uang tunai SR 21.715 (setara dengan Rp93.707.990,05 atau Rp 93,7 juta).
Mangapul
Selain itu, Hakim Mangapul juga didakwa menerima gratifikasi dalam bentuk uang rupiah dan mata uang asing. Jumlahnya ditaksir mencapai Rp 125,4 juta. Berikut rinciannya:
ADVERTISEMENT
• Uang senilai Rp21.400.000 (Rp 21,4 juta);
• Uang senilai USD 2.000 (setara dengan Rp32.432.200 atau Rp 32,4 juta); dan
• Uang senilai SGD 6.000 (setara dengan Rp71.601.900 atau Rp 71,6 juta).
Akibat perbuatannya, ketiga Hakim PN Surabaya itu didakwa melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Mereka juga didakwa melanggar Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.