Ketum Parpol Ingin Tunda Pemilu, tapi Sudah Tebar Baliho Capres 2024

10 Maret 2022 3:48 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Billboard Airlangga Hartarto di Cipanas, Cianjur. Foto: Muhammad Iqbal/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Billboard Airlangga Hartarto di Cipanas, Cianjur. Foto: Muhammad Iqbal/kumparan
ADVERTISEMENT
Wacana penundaan pemilu selain dikritik karena tak relevan, juga menunjukkan parpol inkonsisten. PKB, PAN, Golkar mendorong Pemilu ditunda, tapi juga para ketum parpol ini ingin jadi capres 2024.
ADVERTISEMENT
"Saya bingung juga ada beberapa partai yang mengusulkan (Pemilu ditunda), tapi pada saat yang bersamaan sudah ada spanduk, baliho-baliho capres dan parpol sudah ada di mana mana,” kata Direktur Eksekutif Media Survei Nasional (Median) saat dihubungi, Rabu (8/3).
Menurutnya, pemilu bersifat hak asasi bagi rakyat dalam menentukan kepemimpinan agar diserahkan kepada orang-orang yang memang layak untuk memimpin, artinya menjadi kedaulatan bagi rakyat.
Sementara, wacana penundaan Pemilu maupun perpanjang jabatan Presiden, tidak memiliki landasan argumentasi yang logis. Alih-alih ditunda, wacana ini bisa memicu konflik sosial karena hak rakyat dalam Pemilu dirampas.
Baliho Muhaimin Iskandar (Cak Imin) di Cipanas, Cianjur Foto: Muhammad Iqbal/kumparan
"Kalau Pemilu itu enggak ada, wah ngeri ya. Saya tidak tahu orang yang marah akan gimana, itu yang harus kita pikirkan. Harus memikirkan bangsa kita ini. Semoga ada diskursus yang jelas, disampaikan pendapat argumentatif yang terbuka. Jadi jangan diselesaikan di ruang-ruang tertutup," bebernya.
ADVERTISEMENT
Rico lalu menyoroti sikap presiden yang tunduk pada konstitusi tetapi tidak melarang adanya wacana penundaan pemilu. Sikap ini dinilai tidak tegas meski secara substansi tidak salah.
“Melihat statement Pak Jokowi itu tidak ada yang salah secara substansi. Maksudnya begini, bahwa kalau misalnya pemilu itu ditunda atau jabatan diperpanjang, itu kan amanat konstitusi. Selama konstitusi menggariskan peraturan dibatasi ya harus dibatasi, tapi ketika konstitusinya berubah maka semuanya boleh saja,” tuturnya.
Namun, secara persepsi, pernyataan Jokowi bertentangan dengan aturan pembatasan masa jabatan presiden dalam Pasal 7 UUD 1945, bahwa Presiden hanya menjabat maksimal 2 periode.
Pasal 7 UUD 1945 berbunyi "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.”
ADVERTISEMENT
Rico mengurai, pertimbangan UUD membatasi jabatan presiden adalah memastikan adanya regenerasi kepemimpinan. Sebab, tidak adanya regenerasi kepemimpinan, membuat penguasa bersifat otoriter
"Waktu zaman orde baru selalu ada pemilu, namun tidak ada regenerasi kepemimpinan," tuturnya. ----------------
Reporter: Cita Auliana