KH Cholil Nafis Bicara Makna Politisasi Masjid

24 April 2018 23:53 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
KH Cholis Nafis (Foto: Dok. MUI Pusat)
zoom-in-whitePerbesar
KH Cholis Nafis (Foto: Dok. MUI Pusat)
ADVERTISEMENT
MUI mensosialiasikan peta dan pedoman dakwah di Balikpapan, Kalimantan Timur. Salah satu yang menjadi bahasan utama adanya isu soal politisasi masjid yang belakangan jadi polemik.
ADVERTISEMENT
Dalam pidatonya, Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Pusat, KH Cholil Nafis mengatakan, dikutip dari Hujjatul Islam Imam Abu Hamid Al-Ghazali, hubungan antara agama dan negara diibaratkan sebagai saudara kembar yang tak terpisahkan. Agama adalah pondasinya sedangkan kekuasaan adalah penjaganya.
Bila kedua unsur ini retak, bukan tak mungkin Indonesia benar-benar bubar pada 2030. Sebaliknya, jika hubungan keduanya dijaga dengan baik, Indonesia Emas 2045 bisa terwujud.
"Agama membutuhkan kekuasaan untuk menciptakan keteraturan, demikian juga negara membutuhkan agama agar negara mempunyai nilai peradaban dan kemanusiaan," kata Cholil dalam keterangannya, Selasa (24/4).
Sesuatu yang tanpa pondasi dan dasar maka ia akan roboh, demikian juga sesuatu yang tak ada penjaga akan mudah hilang digondol maling. Agama dan kekuasaan menjadi saudara kembar.
ADVERTISEMENT
Menurut pengalaman Kiai Cholil punya anak kembar itu, jika keduanya selalu kumpul akan sering bertengkar dan ada yang terhegemoni. Begitu juga hubungan ulama dan umara (pemerintah) harus sinergi pada posisinya masing-masing.
Pemerintah wajib menciptakan keteraturan, sedangkan ulama untuk memberi nilai langit dalam pemerintahan. Namun juga antara ulama dan umara jangan saling berjauhan karena sama merindukan untuk kebaikan keduanya.
Lebih lanjut Kiai Cholil Nafis yang dosen Pascsarjana Universitas Indonesia itu mengurai tentang wacana politisasi Masjid. Menurutnya, masjid itu rumah Allah yang harus sering dikunjungi oleh umat muslim.
Sesuai fungsinya, masjid selain sebagai rumah ibadah mendekatkan diri kepada Allah SWT juga sebagai sarana interaksi dan membangun solidaritas sosial sejak zaman Nabi SAW.
ADVERTISEMENT
"Peran dan fungsi masjid adalah sarana membina hubungan vertikal dan horizontal," tutur dia.
KH Cholis Nafis (Foto: Dok. MUI Pusat)
zoom-in-whitePerbesar
KH Cholis Nafis (Foto: Dok. MUI Pusat)
Demikian pada zaman khulafaurrasyidin. Bahkan masa kerajaan Islam di Indonesia bangunan masjid sengaja dibuat bagian dalam dan serambi untuk memfungsikan yang bagian dalam adalah sarana ibadan, sedangkan serambinya untuk musyawarah warga dengan berbagai topiknya, termasuk masalah politik.
"Apa arti politisasi masjid? Mungkin yang dimaksud adalah menjadikan masjid untuk sarana kampanye, dukung-mendukung calon atau bahkan untuk mencaci-maki calon lain. Tentu kalau artinya itu sangat setuju dilarang diserukan antipolitisasi masjid karena tak pantas menggunakan sarana masjid bukan pada fungsinya," ujar dia.
Meskipun sebenarnya, lanjut Cholil, ketika bicara rumah ibadah dan politik dalam konteks di Indonesia bukan hanya masjid. Maka juga bicara rumah ibadah agama lainnya yang telah diakui di Indonesia demi keadilian.
ADVERTISEMENT
Cholil tak ingin kampanye antipolitisasi masjid digunakan demi melancarkan kampanye politik di rumah ibadah nonmuslim atau untuk memenangkan calonnya yang jauh dari kehidupan dan aktivitas masjid.
"Kegiatan pengajian dan ceramah di masjid itu wajib di antara temanya tentang politik. Namun yang dibahas tentang politik keadaban dan kebangsaan," kata dia.
"Soal politik kekuasaan dan dukung-mendukung calon cukup disampaikan di luar masjid agar tak memicu konflik bagi jemaah masjid yang beda pilihan," tegas dia.
Cholil menjelaskan, Allah menjadikan manusia sebagai khalifah (bukan khilafah) di muka bumi di antara tugasnya adalah memperbaiki orang lain. Tak cukup bagi manusia yang jadi khalifah hanya menjadi orang saleh (baik secara indvidu), namun selain saleh juga harus muslih (memperbaiki orang lain). Hal itulah senagai diselaikan melalui sarana politik.
ADVERTISEMENT
Kegiatan masjid jangan dibungkam dan jangan didistorsi oleh kepentingan politik jangka pendek agar bangsa ini sejalan antara ruh agama dan spirit kenegaraan.
"Biarkan Masjid berperan menyuarakan kebenaran sedangkan penguasa adalah penjamon keteraturan dan stabilitas sosial. Jangan dibenturkan kedua suara kembar itu, yaitu agama dan kekuasaan sehingga menjadi konflik," ucap dia.
"Kalau agama dibenturkan kekuasaan politik Khawatir kebersamaan dlm bingkai NKRI menjadi bubar," tutup Cholil.