Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Khawatirkan Gelombang COVID-19 Baru di China, Barat Tawarkan Xi Jinping Bantuan
20 Desember 2022 17:06 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Sejumlah pejabat Amerika Serikat (AS) dan Eropa mempertimbangkan langkah untuk membantu mengurangi krisis yang membebani China. Sebab, krisis ini dapat merugikan ekonomi global, membatasi rantai pasokan perusahaan, dan memunculkan varian baru virus corona.
Para pejabat lantas melangsungkan pembicaraan di belakang layar dengan hati-hati sebelum mengeluarkan pernyataan publik yang menegaskan bahwa keputusan tetap berada di tangan Beijing.
Kanselir Jerman, Olaf Scholz, membahas masalah ini saat berkunjung ke China bersama Kepala Eksekutif BioNTech, Ugur Sahin.
Sementara itu, pejabat AS dan China membahas cara menangani COVID-19 pada awal Desember. Kedua belah pihak mengadakan pembicaraan terkait di China untuk mempersiapkan kunjungan Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, pada awal 2023.
Kendati demikian, AS belum membeberkan rincian terkait perjalanan tersebut. Salah satu kemungkinan saluran bantuan Barat bergantung pada apakah China akan menerima vaksin mRNA produksi BioNTech.
ADVERTISEMENT
Vaksin ini menargetkan varian terkait Omicron yang sedang beredar di China. Banyak ahli meyakini bahwa vaksin tersebut bekerja lebih efektif daripada vaksin buatan China.
"Kami telah menyatakan kami siap untuk membantu dengan cara apa pun yang dianggap dapat diterima," ujar juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, John Kirby, dikutip dari Reuters, Selasa (20/12).
Pemerintah asing masih kesulitan menentukan posisi diplomatik. Mereka ingin membendung krisis yang dapat membawa dampak domestik dan internasional dengan cara yang bisa diterima China.
"Kami siap membantu negara mana pun di dunia dengan vaksin, perawatan, apa pun yang dapat kami bantu," jelas koordinator Tim Tanggap COVID-19 Gedung Putih, Ashish Jha.
Persaingan antara Amerika Serikat dan China—dua ekonomi terbesar dunia—meningkat dalam beberapa bulan terakhir.
ADVERTISEMENT
AS tengah berupaya mengalahkan sektor semikonduktor China, serta menyikut saingannya ini secara politik di Asia dan Afrika.
Walau begitu, hubungan ini tetap terjalin erat. China adalah mitra dagang terbesar dan pelanggan utama bagi banyak perusahaan AS.
"Kami ingin China mengatasi COVID dengan benar," ungkap Blinken pada awal Desember.
"Ini adalah kepentingan pertama dan terutama bagi rakyat China, tetapi juga untuk kepentingan orang-orang di seluruh dunia," imbuh dia.
Potensi gelombang baru diprediksi bisa menelan lebih dari satu juta nyawa dari 1,4 miliar penduduk China sepanjang 2023.
Para pakar kesehatan dari luar negeri meyakini bahwa China membutuhkan persiapan awal sistem perawatan kesehatan, akurasi dan publikasi pengumpulan data yang akurat, serta komunikasi terbuka untuk memerangi infeksi massal COVID-19.
ADVERTISEMENT
Mereka mengatakan, banyak elemen tersebut tampaknya kurang di China. Presiden China, Xi Jinping, telah lama menegaskan bahwa sistem satu partai di negara itu paling cocok menangani corona.
Beijing mengatakan, 'kelebihan institusional' akan membantunya melewati epidemi tanpa bantuan asing. Terlebih, perkiraan jumlah kematian akibat corona di China masih lebih rendah dibandingkan dengan 1,1 juta kematian di AS dan 2,1 juta di Eropa.
Xi menyebut vaksin negaranya pun lebih unggul daripada vaksin Barat. Tetapi, Pfizer akhirnya mencapai kesepakatan untuk mengekspor pengobatan antivirus Paxlovid ke China.
Perusahaan asal AS itu mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan untuk mengamankan pasokan.