Khotbah Salat Id di Istiqlal: Ingatkan Pentingnya Persatuan Demi Kemajuan Bangsa

10 April 2024 8:11 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rais PBNU, Prof. Dr. KH. Abd. A'la Basyir menyampaikan khutbah Idul Fitri 1445 H di Masjid Istiqlal, Jakarta, Rabu (10/4/2024). Foto: Youtube/@ Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Rais PBNU, Prof. Dr. KH. Abd. A'la Basyir menyampaikan khutbah Idul Fitri 1445 H di Masjid Istiqlal, Jakarta, Rabu (10/4/2024). Foto: Youtube/@ Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rais PBNU, Prof. Dr. KH. Abd A'la Basyir menjadi khotib dalam Salat Id di Masjid Istiqlal, Jakarta, Rabu (10/4). Dalam ceramah yang disampaikan di depan ribuan umat Muslim, Presiden Jokowi, Wapres Ma'ruf Amin, hingga sejumlah menteri itu, A'la Basyir mengambil tajuk "Meneguhkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa untuk Pembumian Syukur Transformatif atas Anugrah Ilahi".
ADVERTISEMENT
"Idul Fitri sepenuhnya menjadi hari wisuda bagi umat Islam yang berhasil lulus ujian dengan mampu mengendalikan diri lahir batin dari hal-hal yang diharamkan dan hal yang tidak mencerminkan moralitas luhur selama bulan Ramadan," ucap A'la saat membuka khotbahnya, Rabu (10/4).
Ia mengingatkan, segala capaian yang telah diraih itu, harus disyukuri tak hanya dalam hati dan lisan, namun juga melalui tindakan. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Al-Ghazali, A'la menyebut, sesungguhnya karunia yang diberikan Allah kepada ciptaan-Nya harus dimanfaatkan sesuai dengan tujuannya.
"Melalui syukur ini kita menjadikan anugrah Allah sebagai modal perubahan ke arah kebaikan dan kemaslahatan. Dengan syukur ini kita wajib melestarikan dan memakmurkan kehidupan dan mengembangkannya ke kehidupan yang lebih baik," lanjutnya.
Presiden Joko Widodo bersama Wapres Ma'ruf Amin usai melaksanakan Salat Id di Masjid Istiqlal, Jakarta, Rabu (10/4/2024). Foto: Youtube/@ Sekretariat Presiden
Untuk bisa mengimplementasikan rasa syukur itu, A'la menyebut, diperlukan kesatuan dan persatuan bangsa yang kokoh. Dalam perspektif Islam, persatuan bahkan menjadi ajaran fundamental yang harus menjadi pegangan kaum Muslim dalam menjalani kehidupan.
ADVERTISEMENT
"Dalam Ali Imran Ayat 103, sebagaimana Imam tadi membaca, Allah berfirman,
A'la mengungkapkan, ada beberapa penafsiran soal frasa 'tali Allah' ini, mulai dari diartikan sebagai agama Allah, Alquran, hingga berkelompok. Yang jelas, seluruh tafsiran itu semuanya mengandung makna keniscayaan umat untuk bersatu dan berpegang teguh pada nilai-nilai luhur, dan ini tak terbatas dari dan pada umat Islam saja.
Umat muslim melaksanakan Salat Id di Masjid Istiqlal, Jakarta, Rabu (10/4/2024). Foto: Youtube/@ Sekretariat Presiden
"Piagam Madinah yang disusun oleh Rasulullah memperlihatkan dengan nyata kewajiban warga Madinah untuk menegakkan persatuan dan kesatuan. Dalam salah satu pasal Konstitusi Madinah disebutkan, Kaum non-muslim dari Bani Auf, adalah satu umat dengan kaum muslimin. Bagi kaum non-muslim agama mereka dan kaum muslimin agama mereka juga kebebasan ini berlaku bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat hal itu hanya akan merusak diri dan keluarga mereka," kata A'la memberikan contoh.
ADVERTISEMENT
Dalam pasal lainnya di Piagam Madinah, juga disebutkan ada kewajiban membayar pajak yang sama antara umat Islam dan non-Islam di Madinah. Mereka juga diwajibkan untuk saling tolong menolong, terutama saat Madinah menghadapi serangan musuh.
"Karena itu tidak ada pilihan lain bagi kita umat Islam dan unsur lain bangsa Indonesia selain meneguhkan kesatuan dan persatuan. Di atas persatuan ini kita umat Islam yang harus didukung pada umat lain melakukan syukur transformatif dengan mengaktualisasikan anugrah yang diberikan Allah kepada program dan amal nyata," tutur A'la.
"Semua itu diarahkan dan ditujukan dalam rangka membangun peradaban yang bermakna dan memiliki manfaat signifikan bagi bangsa dan negara bahkan dunia global," pungkasnya.