Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 di Indonesia sudah berlangsung selama 11 bulan dan masih banyak hoaks yang berseliweran di tengah masyarakat. Tak sedikit masyarakat yang 'termakan' isu-isu soal virus corona maupun vaksinasi yang saat ini tengah dijalankan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Seperti yang dialami Dokter Spesialis Anak, dr. Bob Wahyudin, yang sudah banyak menerima informasi-informasi tidak benar soal COVID-19. Bahkan, hoaks tersebut juga disebarkan oleh rekannya sesama tenaga kesehatan (nakes).
"Nakes ada yang update soal COVID sesuai keilmuan dan dia tak mau menyebarkan informasi sesuai yang tidak diketahuinya. Tapi ada juga yang dalam berperang terhadap COVID ini ketinggalan, sehingga dia agak konservatif berkomit takut salah. Yang ketiga missed update, terlalu maju, terlalu percayakan satu hal sehingga salah langkah," ungkap Bob dalam diskusi di YouTube BNPB, Kamis (4/2).
Soal vaksin, misalnya, Bob yang aktif bersuara di media sosial menemukan rekan-rekannya sesama nakes tidak ingin divaksin setelah diterpa berbagai berita hoaks soal vaksin COVID-19.
"Soal vaksin ini, kita sebagai dokter terus terang sangat kesulitan menghadapi banjir informasi yang salah soal vaksin. Jadi banyak yang menganggap misalnya vaksin ini malah berbahaya, malah membuat orang terkena COVID," tuturnya.
ADVERTISEMENT
"Yang mengkhawatirkan adalah banyak dokter yang enggak mau divaksin, karena dia enggak update. Karena itulah kita berusaha sekuat mungkin, tentu yang lain juga dan tugas kita semua bukan hanya memengaruhi di media sosial," lanjutnya.
Senada dengan Bob, Peneliti Bioteknologi di Universiti Putra Malaysia, Bimo Ario Tejo, mengungkapkan saat ini sudah lebih dari 1.000 hoaks yang bermunculan di media sosial. Bahkan, ia mengaku terheran-heran karena ada yang menganggap hoaks tersebut sebagai bahan bercandaan.
Selain itu, banyaknya informasi hoaks bermunculan juga karena pengguna medsos tidak menyaring berita yang didapatkan, dan langsung dibagikan ke rekan-rekannya.
Maka dari itu, ia memanfaatkan media sosial sebagai media untuk mengklarifikasi berita hoaks soal corona yang bermunculan.
"Kalau setiap orang mengcounter satu hoaks dan makin banyak influencer dari kalangan nakes, scientist, insyaallah bisa mengcounter semua hoaks, Tapi sangat berat harus saya akui," ungkap Bimo.
ADVERTISEMENT
Di kesempatan yang sama, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dr. RA Adaninggar menyebut terdapat jarak antara pemerintah, nakes, dan masyarakat dalam mendapatkan akses informasi soal COVID-19. Di saat ia dan rekan-rekannya mencoba menyampaikan informasi dan solusi, tapi sebagian masyarakat justru menolaknya.
"Paling tidak menahan jempol, jadi sebelum disharing itu disaring dulu, benar enggak sih. Jadi edukasi itu penting, karena kita biasanya dapet apa langsung disharing. Itu banyak sekali dan beramplifikasi, apalagi masuk media massa semakin memperberat tugas kita," pungkasnya.