news-card-video
13 Ramadhan 1446 HKamis, 13 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

Kilas Balik Kasus Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki yang Berujung Diskon Hukuman

30 Juli 2021 10:11 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Saksi selaku terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra bersiap memberikan kesaksian dalam sidang kasus dengan terdakwa Pinangki Sirna Malasari, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/11). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Saksi selaku terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra bersiap memberikan kesaksian dalam sidang kasus dengan terdakwa Pinangki Sirna Malasari, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/11). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tengah menjadi sorotan sebab memberikan diskon hukuman pada dua terdakwa korupsi yang menjadi perhatian publik. Keduanya ialah Jaksa Pinangki dan Djoko Tjandra.
ADVERTISEMENT
Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki merupakan terdakwa dalam satu kasus yang sama. Yakni suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung agar Djoko Tjandra terlepas dari kasus hukum hak tagih Bank Bali. Djoko Tjandra merupakan pemberi suap, sementara Jaksa Pinangki adalah penerimanya.
Untuk Djoko Tjandra, hukumannya dipotong satu tahun penjara. Sehingga, hukumannya berubah dari 4,5 tahun penjara menjadi 3,5 tahun penjara.
Jaksa Pinangki lebih fantastis. Hukumannya dipotong hingga 6 tahun penjara. Vonis yang awalnya 10 tahun penjara kini hanya 4 tahun penjara saja.
Majelis banding keduanya hampir mirip. Hakim pengadil Djoko Tjandra ialah Muhamad Yusuf duduk sebagai hakim ketua, didampingi Haryono Singgih Budi Prakoso, Rusydi, dan Reny Halida Ilham Malik. Sementara hakim pengadil Jaksa Pinangki hanya ada perbedaan satu hakim yakni posisi Rusydi digantikan Lafat Akbar.
ADVERTISEMENT
Berbeda nasib dengan keduanya, satu terdakwa lainnya di perkara tersebut, Napoleon Bonaparte, justru harus gigit jari. Banding yang diajukannya tidak dikabulkan. Hukumannya tetap 4 tahun penjara.
Terlepas dari itu, sebenarnya bagaimana kasus yang menjerat Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki?
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra saat menjalani sidang Pledoi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (15/3/2021). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO

Djoko Tjandra

Nama Djoko Tjandra mulai menjadi sorotan pada sekitar Juni 2020. Ketika itu, Djoko Tjandra dengan mudahnya masuk dan keluar Indonesia untuk berbagai kepentingan, mulai dari membuat e-KTP di Kelurahan Grogol Selatan, mendaftarkan PK di PN Jaksel, hingga membuat paspor di Imigrasi Jakarta Utara.
Padahal saat itu, Djoko Tjandra merupakan buronan dalam perkara cessie Bank Bali. Ia kabur menghindari hukuman 2 tahun penjara.
Setelah itu, beredar foto Djoko Tjandra dengan Jaksa Pinangki. Ironisnya, Djoko Tjandra merupakan buronan Kejaksaan Agung, tempat Pinangki bekerja.
ADVERTISEMENT
Foto itu diambil sekitar November 2019 saat Jaksa Pinangki menemui Djoko Tjandra di Malaysia. Belakangan diketahui, rupanya Jaksa Pinangki dalam pertemuan tersebut membahas kesepakatan tertentu dengan Djoko Tjandra.
Kesepakatan yang dimaksud ialah upaya membebaskan Djoko Tjandra dari jerat hukum kasus Bank Bali. Keduanya sempat menyepakati bahwa upaya yang akan dilakukan ialah mengajukan fatwa dari Kejaksaan Agung ke MA
Tak berhenti di situ, menyusul kemudian beredarnya surat jalan bagi Djoko Tjandra yang diteken petinggi Polri. Belakangan, terungkap pula ada upaya penghapusan nama Djoko Tjandra di daftar buronan Imigrasi. Sehingga Djoko Tjandra bisa leluasa keluar masuk Indonesia tanpa terdeteksi.
Dua jenderal polisi pun terseret terkait hal tersebut. Yakni eks Kadiv Hubinter Polri, Irjen Napoleon Bonaparte dan mantan Kakorwas PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo.
ADVERTISEMENT
Namun, semuanya terbongkar karena kehebohan yang diciptakan Djoko Tjandra sendiri saat tiba-tiba datang ke Indonesia mengurus PK. Ia kemudian ditangkap di Malaysia tak lama kemudian.
Djoko Tjandra langsung ditahan menjalani 2 tahun penjara yang sempat ia hindari. Selain itu, kasus dokumen palsu terkait surat jalan serta suap terhadap jaksa dan polisi pun turut bergulir.
Sidang pertamanya digelar pada 2 November 2020 di Pengadilan Tipikor. Djoko Tjandra dijerat dengan 3 dakwaan.
Pertama Djoko Tjandra didakwa menyuap Irjen Napoleon dan Brigjen Prasetijo sebesar Rp 8,3 miliar dalam bentuk dolar AS dan Singapura. Suap diberikan melalui pengusaha Tommy Sumardi. Suap ditujukan agar status Djoko Tjandra dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Imigrasi bisa dihapus.
ADVERTISEMENT
Kedua, Djoko Tjandra didakwa menyuap Jaksa Pinangki senilai USD 500 ribu. Suap itu diberikan untuk pengurusan permintaan fatwa dari Mahkamah Agung (MA) agar Djoko Tjandra tidak bisa dieksekusi penjara di perkara cessie Bank Bali.
Ketiga, Djoko Tjandra didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama Jaksa Pinangki dan Andi Irfan Jaya untuk menyuap pejabat Kejagung dan MA senilai USD 10 juta.
Semua dakwaan tersebut terbukti di persidangan. Akhirnya, palu hakim memutus Djoko Tjandra bersalah dan dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara. Namun dia tak menyerah dan mengajukan banding. Pada tingkat banding ini, hukuman Djoko Tjandra disunat menjadi 3,5 tahun saja.
Terdakwa Pinangki Sirna Malasari menjalani sidang pembacaan Putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (8/2). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO

Jaksa Pinangki

Kronologi kasus Jaksa Pinangki ini sangat berkaitan erat dengan Djoko Tjandra. Sebab, keduanya terjerat kasus yang sama.
ADVERTISEMENT
Kasus Jaksa Pinangki terungkap diawali saat Djoko Tjandra 'kepergok' tengah mengurus Peninjauan Kembali (PK) di kasus cessie Bank Bali. Djoko Tjandra merupakan buronan yang lari selama 11 tahun, menghindari eksekusi hukuman penjara 2 tahun yang dijatuhkan pengadilan.
Dia kedapatan mendaftarkan PK ke PN Jakarta Selatan. Sebelumnya, ia juga mengurus sejumlah dokumen seperti KTP dan lainnya. Padahal ia merupakan buronan yang masuk dalam daftar DPO penegak hukum Indonesia juga interpol.
Sosok Jaksa Pinangki mulai menjadi sorotan setelah fotonya dengan Djoko Tjandra yang diduga diabadikan pada 2019 beredar di media sosial. Padahal, Djoko Tjandra saat itu masih berstatus buron.
Belakangan, terungkap bahwa Jaksa Pinangki setidaknya 3 kali bertemu Djoko Tjandra di Kuala Lumpur Malaysia. Ironisnya, Djoko Tjandra merupakan orang yang sedang dicari Kejaksaan Agung, tempat Pinangki bekerja.
ADVERTISEMENT
Lebih ironis lagi, dalam pertemuan itu Jaksa Pinangki menawarkan jasa agar Djoko Tjandra bisa lolos dari jerat hukum kasus Bank Bali.
Dalam pertemuan itu, dibahas sejumlah hal. Mulai dari action plan atau upaya membebaskan Djoko Tjandra dari jerat hukum hingga fee untuk menjalankan rencana tersebut.
Terkait action plan, begini kata Djoko Tjandra: "Saya katakan 'action plan' yang diajukan Andi Irfan tidak masuk akal karena tercantum ada PNS di situ. Oleh karena itu saya tidak bersedia!". Tapi terungkap juga sudah ada uang yang diberikan.
Pernyataan Djoko Tjandra itu terlontar dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Ia membantah fakta dalam dakwaan yang menyatakan dirinya meminta Jaksa Pinangki membuat action plan sebagai upaya membebaskannya dari jeratan hukum.
ADVERTISEMENT
Diketahui, dalam action plan tersebut termuat 10 tahap pelaksanaan operasi pembebasan Djoko Tjandra dari vonis 2 tahun penjara yang menjeratnya. Di dalamnya, termuat juga nama Hatta Ali yang masih menjabat Ketua MA dan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Atas action plan itu, Jaksa Pinangki meminta ongkos USD 100 juta. Dalam dakwaan, disebutkan Djoko Tjandra hanya bersedia mengeluarkan biaya USD 10 juta. Namun, action plan itu pada akhirnya tidak terlaksana.
Namun, uang muka sudah diberikan kepada Pinangki sebesar USD 500 ribu telanjur diberikan. USD 50 ribu di antaranya diberikan kepada Anita Kolopaking. Hal ini yang menjadi dakwaan pertama Jaksa Pinangki.
Dalam dakwaan, uang itu diberikan agar Djoko Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus dieksekusi 2 tahun penjara di kasus cessie Bank Bali dengan pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung (MA) melalui Kejagung. Atas perbuatan itu, Jaksa Pinangki dinilai melanggar Pasal 11 UU Tipikor.
ADVERTISEMENT
Dari uang yang diterima itu, sebesar USD 375.279 atau sekitar Rp 5.253.905.036 disinyalir terindikasi pencucian uang. Uang itu digunakan Jaksa Pinangki antara lain untuk membeli mobil BMW X5, pembayaran sewa apartemen di Amerika Serikat, pembayaran dokter kecantikan di AS, pembayaran dokter home care, pembayaran sewa apartemen, dan pembayaran kartu kredit.
Hal menjadi dakwaan kedua Jaksa Pinangki. Atas perbuatannya, ia dinilai terbukti melanggar Pasal 3 UU Tindak Pidana Pencucian Uang.
Selain itu ada dakwaan ketiga bagi Jaksa Pinangki. Yakni melakukan pemufakatan jahat bersama Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejaksaan Agung dan MA senilai USD 10 juta.
Hal tersebut tertuang dalam action plan yang mereka buat. Jaksa Pinangki terbukti melanggar Pasal 15 jo Pasal 13 ayat (1) huruf a UU Pemberantasan Tipikor.
ADVERTISEMENT
Atas dasar terbuktinya tiga dakwaan itu, ia divonis 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Vonis ini jauh lebih berat dari tuntutan JPU selama 4 tahun penjara. Tapi akhirnya hukuman Jaksa Pinangki dipangkas oleh majelis banding menjadi 4 tahun saja.