Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kilas Balik Kebijakan Pemerintah Pusat soal WFH di Jakarta yang Berubah-ubah
15 Desember 2020 19:50 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Permintaan Luhut ini lebih besar dari yang sedang diberlakukan di Jakarta selama masa PSBB Transisi sebesar 50 persen, yang diterapkan sejak Oktober lalu.
Instruksi ini diberikan Luhut untuk menekan laju penyebaran virus corona jelang masa libur Natal dan Tahun Baru yang masih cukup tinggi di Jakarta.
Aturan WFH hingga 75 persen ini diharapkan berlaku mulai 18 Desember 2020 hingga 8 Januari 2021.
Permintaan Luhut ke Anies ini sedikit berbeda dengan sebelum-sebelumnya karena dinilai sebagai sinyal kemungkinan diberlakukannya lagi rem darurat atau PSBB yang diketatkan lagi, seperti yang berlaku pada paruh September-Oktober. Apalagi, kasus virus corona di Jakarta sudah sebulan ini konsisten di atas 1.000 orang per hari.
Kilas Balik WFH Sejak April
Sedikit kembali ke belakang, pemberlakuan WFH pertama kali diterapkan Anies saat pemberlakuan PSBB, 10 April 2020. Saat itu, Anies mengarahkan penghentian sementara seluruh kegiatan perkantoran dan digantikan dengan bekerja di rumah.
"Selama pemberlakuan PSBB, maka dilakukan penghentian sementara aktivitas kantor, aktivitas di tempat kerja," ucap Anies dalam konferensi pers, Kamis (9/4).
ADVERTISEMENT
Anies kemudian memberlakukan pengecualian WFH bagi 8 sektor esensial, namun tetap dengan protokol kesehatan ketat.
Kemudian Anies melonggarkan PSBB menjadi PSBB Transisi pada 5 Juni 2020. Selama masa tersebut, perkantoran sudah mulai terbuka secara terbatas dengan kapasitas 50%.
Dan bagi pegawai yang bekerja di kantor, ia juga meminta dibagi menjadi dua sif, sehingga mengurangi risiko kepadatan di kantor, jalanan, dan transportasi umum.
Full WFH saat Anies Tarik Rem Darurat
Kasus COVID-19 di Jakarta mengalami lonjakan pada September 2020. Imbasnya, Anies harus menarik rem darurat dan menghentikan PSBB Transisi. PSBB ketat diterapkan lagi per 14 September 2020.
Dengan penerapan PSBB ketat ini, maka seluruh perkantoran diwajibkan tutup dan full WFH kecuali 11 sektor usaha yang masih diizinkan beroperasi.
Sektor yang diperbolehkan mulai dari kantor instansi pemerintahan, BUMN, dan BUMD. Sementara di sektor swasta, pengusaha yang dikecualikan adalah mereka yang bergerak di bidang kesehatan, pangan makanan minuman, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar hingga kebutuhan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
"Kegiatan perkantoran yang non-esensial diharuskan dilaksanakan dari rumah, bekerja dari rumah. Bukan usahanya yang berhenti, tapi bekerja dari kantornya yang ditiadakan. Kegiatan usaha jalan terus, kegiatan kantor jalan terus, tapi perkantoran di gedungnya yang tidak diizinkan untuk beroperasi," jelas Anies, Rabu (9/9).
Airlangga Ngotot Minta WFH 50% ke Anies
Namun, aturan full WFH kecuali 11 sektor yang ditetapkan Anies direspons berbeda oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Airlangga minta Pemprov DKI tetap mengizinkan perkantoran tetap beroperasi dengan menerapkan pembagian kerja di kantor dan rumah.
Ia ngotot meminta Anies agar memperbolehkan 50% pekerja tetap bisa bekerja di kantor, namun tetap dengan pembagian jam kerja dua sif.
"Perkembangan di DKI, minggu depan kembali PSBB [ketat]. Namun, kami sudah menyampaikan bahwa sebagian besar kegiatan perkantoran melalui flexible working hours sekitar 50% di rumah, dan 50% di kantor dan 11 sektor tetap dibuka," ujar Airlangga dalam Rakornas Kadin, Kamis (10/9).
ADVERTISEMENT
Menurut Airlangga, yang diperlukan DKI bukanlah PSBB, melainkan PSBM alias Pembatasan Sosial Berskala Mikro dalam menekan lonjakan kasus corona saat rem darurat diberlakukan. Jika tidak diambil secara mikro, ia menyebut akan terjadi kebijakan yang overdosis.
Jika sudah begitu, kata dia, ekonomi nasional akan berdampak karena Jakarta bukan hanya sebagai ibu kota, tapi syaraf dari roda ekonomi Indonesia.
"Jakarta butuh pengelolaan secara mikro seperti Jawa Barat. Jadi harus dilihat secara mikro. Di Jawa Tengah ini kan enggak menerapkan PSBB. Nah, jadi harus dilihat secara micro management itu penting jadi kita tahu sumbernya, kenapanya, sehingga dalam tanda petik kita tidak mengambil langkah overdosis," tutur Airlangga.
Presiden Jokowi dalam pidatonya juga mendorong kepala daerah agar mengedepankan pembatasan sosial berskala mikro atau lokal. Menurutnya, ini lebih efektif dibandingkan PSBB yang diterapkan pada cakupan yang luas.
ADVERTISEMENT
Langkah Anies menarik rem pada pertengahan September-Oktober juga mendapat kritik dengan adanya pihak yang menyebut bahwa pengumuman kebijakan itu membuat saham rontok dan dana di bursa tergerus Rp 300 triliun, suatu hal yang memicu perdebatan.
WFH Kembali 50% saat PSBB Transisi
Setelah PSBB diperketat berlaku 28 hari, Anies kembali menerapkan PSBB transisi yang lebih longgar mulai 12 Oktober 2020 hingga sekarang. Langkah Anies melonggarkan PSBB lantas didukung oleh Airlangga hingga Satgas COVID-19, karena rasio kesembuhan pasien semakin meningkat, kematian juga kian menurun.
Perkantoran kembali dapat dibuka dengan kapasitas sesuai kebutuhan di sektor esensial, dan 50% di sektor non-esensial dengan jam kerja memiliki jeda minimal 3 jam antarsif.
Meski begitu, Pemprov DKI tetap ingin agar tetap WFH tetap diberlakukan. Pegawai yang masuk wajib menerapkan protokol kesehatan dan menjaga jarak aman 1-2 meter.
ADVERTISEMENT
Luhut Minta WFH Diperketat Lagi hingga 75%
Dan terbaru, Menko Luhut meminta Anies untuk memperketat WFH bagi pekerja kantoran hingga 75%.
"Khusus di Jakarta, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, diminta untuk mengetatkan sejumlah kebijakan, salah satunya bekerja dari rumah (work from home) hingga 75 persen," kata Luhut dalam instruksinya saat rakor penanganan COVID-19, Senin (15/12).
Instruksi ini tentunya didukung penuh oleh Pemprov DKI. Wakil Gubernur DKI, Ahmad Riza Patria, memastikan aturan ini tengah diatur lebih lanjut.
"Ya kami tentu mendukung kebijakan Pak Menko. Kami di Pemprov DKI Jakarta minta semua WFH juga diatur dan dibatasi," ucap Riza Patria di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Selasa (15/12).
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Andri Yansyah mengungkapkan pihaknya masih mengkaji permintaan Luhut. Sehingga, hingga kini belum ada keputusan tetap apakah WFH akan tetap 50%, atau sesuai arahan Luhut menjadi 75%.
ADVERTISEMENT
"Nanti akan diputuskan di sana karena melibatkan banyak SKPD dan instansi terkait," tutup Andri.
Akankah Anies mengikuti arahan Luhut soal WFH dalam menghadapi libur panjang akhir tahun ini?