Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Kisah Aktivis Lingkungan dari Gresik, dari Kecil Sudah Demo Kirim Surat ke Trump
23 April 2025 14:21 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Aeshnina Aqilani, remaja perempuan berusia 17 tahun dari Kabupaten Gresik, mengenang masa kecilnya: Ia sering diajak orang tuanya nyemplung ke sungai.
ADVERTISEMENT
Ia pun tumbuh menjadi orang yang peduli lingkungan, hingga kini menjadi aktivis lingkungan.
"Sejak kecil sudah dekat dengan alam terutama sungai. Seiring berjalannya waktu, sungai ini semakin tercemar," kata Nina kepada kumparan, Rabu (23/4).
"Dan ya, saya melihat sungai jadi tempat sampahnya limbah industri, jadi tempat sampahnya masyarakat, buang semua sampahnya, popok, sampah apa pun, ke sungai," ucapnya.
Perhatian terhadap pencemaran sungai pun terus bertambah.
Saat ini, Nina telah tergabung dalam organisasi peduli lingkungan, Ecoton, di Gresik. Tapi aksi peduli lingkungan sudah dilakukan Nina jauh sebelumnya.
"Waktu saya umur 12 tahun, saya menemukan bahwa ada suatu desa yang dijadikan tempat sampah plastik impor. Saya tergerak untuk melakukan aksi," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Aksi pertama yang ia lakukan adalah mengirim surat kepada Presiden AS (kala itu tahun 2020), Donald Trump. Isinya terkait kritikan tumpukan sampah impor yang berada di Indonesia.
"Aksi pertama, saya menulis ke Donald Trump," katanya.
Nina pun turun ke jalan di usianya yang masih 12 tahun itu.
"Demo ke depan Konsulat Jenderal Amerika Serikat (di Surabaya). Itu berkesan buat saya, soalnya sampai ada banyak polisi juga, banyak wartawan juga saat itu," katanya.
"Kalau aksi yang saya suka itu menyusuri sungai. Saya suka naik perahu sambil ya menghitung, sambil cari data juga berapa tumpukan sampah di sungai, berapa banyak bangunan ilegal di perairan sungai. Tapi itu juga merupakan bagian dari healing," tambah dia.
ADVERTISEMENT
Soal surat, Nina bukan cuma menulis untuk AS.
"Saya lanjut menulis surat ke konsulat Jerman, ke Australia, ke AS lagi, ke Belanda, ke Kanada. Pokoknya saya terus menulis surat sampai ke pemerintah kita sendiri juga, ke Pak Jokowi 3 kali, ke Pak Prabowo 2 kali, tapi belum ada balasan semuanya," ungkapnya.
Kini Nina dan aktivis lainnya di Ecoton turun ke jalan dengan membawa alat peraga atau instalasi seni dari sampah.
"Pakai kostum gitu-gitu, tujuannya biar masyarakat mudah menangkap informasinya," kata siswi SMA Muhammadiyah 10 Gresik itu.
Nina pun sering bertandang ke sekolah lain. "Ke SD Muhammadiyah 1 WringinAnom, SMP 1 Krian," katanya.
Nina bahkan mendapat undangan dalam forum Intergovernmental Negotiating Committee (INC-5) of the Plastics Treaty.
"INC-nya kan ada 5 kali pertemuan. Saya ikut yang sesi ke-4 sama yang ke-5. Yang keempat itu di Kanada, yang kelima di Korea. Itu rapat PBB yang membahas tentang plastic treaty, tentang perjanjian plastik. Gimana caranya plastik itu dari awal sampai akhir itu enggak mencemari lingkungan, enggak mencemari kita," kata Nina.
ADVERTISEMENT
Hingga kini, remaja perempuan yang duduk di kelas 12 SMA ini masih aktif menjalankan aksi kepedulian lingkungan. Ia berharap agar para perempuan lebih berani menyuarakan keresahannya.
"Kita harus terus bergerak. Kita apalagi sebagai perempuan ya, punya hak untuk bersuara, punya hak untuk didengarkan, punya hak untuk direspons gitu," katanya.
"Jadi jangan takut, kita harus berani menyuarakan keadilan, menyuarakan kebenaran, menyuarakan hak kita dan ya mulai dari diri sendiri dan lakukan terus-menerus," imbuhnya.