Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kisah Anak-anak yang Bahagia dalam Dekapan Kanker
15 Oktober 2017 8:44 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
ADVERTISEMENT
Punya harapan hidup satu hari saja lagi mungkin terdengar sederhana bagi sebagian orang, namun tidak bagi 700.000 anak Indonesia yang harus kuat menahan sakit dan derita sebab mengidap penyakit keras--di masa kanak-kanak mereka yang semestinya diisi keriaan belaka.
ADVERTISEMENT
Mengidap penyakit keras seperti kanker dan HIV/AIDS di umur begitu dini tentu bukan keadaan yang ‘dengan senang hati’ mereka jalani. Kala kawan sepermainannya dengan ceria dan penuh energi berlari ke sana kemari hingga lelah bahagia, mereka justru tak boleh kepayahan bermain, bahkan mungkin tak boleh sedikit pun luka karena sistem imunnya amat lemah--diserang HIV.
Cerita demi cerita dirangkai oleh anak-anak berpenyakit keras itu dengan penuh harapan. Beberapa di antara mereka punya waktu lebih panjang untuk sembuh, sementara beberapa lainnya hanya bisa menghitung sisa hari di dunia.
Berjalan bersama anak-anak itu, Yayasan Rumah Rachel hadir untuk turut menjaga kobar semangat mereka guna bertahan dan sembuh, serta memberikan pelayanan asuhan paliatif bagi mereka.
ADVERTISEMENT
Metode asuhan paliatif menekankan perawatan holistik dengan tujuan membantu pasien memperpanjang hidup serta menambah nilai dalam sisa kehidupan mereka. Paliatif sendiri memiliki arti “meringankan/mengurangi penderitaan”.
Dani baru berusia 8 tahun saat ia harus menghadapi situasi begitu berat: didiagnosis kanker ginjal. Impiannya untuk pergi berlibur dan bermain di taman wahana air akhirnya harus ia kubur dalam-dalam.
Kali pertama Suster Yuni, seorang perawat di Yayasan Rumah Rachel, mengunjunginya, Dani begitu diam dan menarik diri. Ia memilih untuk menghabiskan harinya di tempat tidur, seraya menahan rasa sakit yang saat itu tak bisa dikalahkan melalui kemoterapi.
Walau begitu, Suster Yuni tak pernah menyerah menemani hari-hari Dani. Melalui kunjungan rutin, Suster Yuni mengajarkan orang tua Dani cara memberikan dosis obat antinyeri secara tepat. Tak lama kemudian, nyeri perlahan mereda.
Kondisi Dani berangsur membaik. Dani pun memutuskan untuk berbagi mimpi dengan susternya: ingin bermain di taman wahana air bersama sang ibu.
ADVERTISEMENT
Mimpi itu disambut baik oleh segenap kawan di Yayasan Rumah Rachel. Dengan bantuan donasi, Dani dan ibunya pun akhirnya bisa berbagi keceriaan dengan bermain bersama di sebuah kawasan taman bermain air.
Dalam sakitnya, Dani memampukan diri untuk menjalani hari penuh kebahagiaan.
Sebagai pengidap penyakit keras, Dani tidaklah sendirian. Adalah Nara yang mengidap neuroblastoma tingkat lanjut saat usianya baru 4 tahun. Neuroblastoma merupakan kanker yang sering ditemukan di kelenjar kecil di atas ginjal (kelenjar adrenal).
Beberapa siklus kemoterapi telah dijalani Nara, namun kanker masih tetap kembali. Nara sendiri tahu tubuh kecilnya mengidap kanker, sehingga ia paham betul jika harus ke rumah sakit dan menenggak banyak obat. Namun, alih-alih pasrah pada derita, Nara tetap gembira, mandiri, serta mencintai seni.
ADVERTISEMENT
Hangatnya hati Nara terlihat dari niat baiknya saat membuat kartu ucapan selamat menikah bergambar Barbie untuk Suster Alisda, seorang suster dan staf Yayasan Rumah Rachel. Padahal, Nara sesungguhnya tak terlalu suka Barbie.
Dukungan bagi Nara pun terus mengalir melalui pesan singkat, telepon, hingga kunjungan ke rumah. Hangat dan deras dukungan ini memampukan Nara menjalani sisa harinya dengan bahagia, meringankan jerat derita nyeri yang ia rasa.
Satu lagi kisah perjuangan datang dari Siti, anak perempuan yang usianya masih 3 tahun saat didiagnosa mengidap kanker pada 2007, setahun setelah ia jatuh di kamar mandi saat masih belajar jalan. Kejadian itu mengakibatkan luka di sekitar tulang ekornya, membuat proses buang air besarnya begitu menyakitkan.
ADVERTISEMENT
Siti pun dirujuk untuk menjalani kemoterapi. Tapi hingga 15 bulan kemudian, kemoterapi yang ia jalani tidak membuat tumornya berhenti bertumbuh. Tak hanya itu, dokter menemukan fakta bahwa kanker telah menyebar hingga ke hatinya.
Dengan kondisi kesehatan yang teramat lemah, Siti memperoleh pelayanan paliatif. Tim Yayasan Rumah Rachel kerap membawakan alat gambar bagi Siti untuk mengurangi rasa sakitnya, sebab Siti sangat suka menggambar.
Rasa sakit pun tak membuat Siti berhenti menyayangi boneka-boneka miliknya. Ia tetaplah anak kecil yang manis, lucu, dan ceria.
Siapa sangka, kondisi Siti terus memburuk pada 2009. Yayasan Rumah Rachel dalam blognya berkisah, satu hari sebelum Siti tiada, ia meminta semangkok mi untuk sarapan. Pagi itu, Siti menghabiskan mi yang ia minta--tanpa sekalipun muntah.
ADVERTISEMENT
Hingga akhirnya, Siti menghembuskan napas terakhir keesokan harinya, 17 April 2009. Selamat bermain di surga, Nak.
Kisah haru perjuangan hidup anak-anak ini hanya sebagian kecil dari puluhan ribu kisah lainnya yang mungkin belum sempat terdengar. Cerita lainnya dapat anda baca lengkap pada blog Yayasan Rumah Rachel.
Selama masih bisa bernapas, anak-anak manis ini terus berjuang untuk hidup bahagia dalam derita. Semangat mereka terus berkobar, bertarung dengan penyakit yang mendera.
Peluk dan cium sayang teriring doa untuk kalian semua.