Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kisah Anies di Acara 90 Tahun Kanisius dan Sikap Franz Magnis
13 November 2017 21:46 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
ADVERTISEMENT
Insiden Gubernur DKI Anies Baswedan di peringatan 90 tahun Kolese Kanisius pada Sabtu (11/11) menjadi perbincangan hangat. Tak lain karena aksi walk out Ananda Sukarlan, komponis dan pianis, yang juga alumni Kanisius.
ADVERTISEMENT
Saat Anies berpidato, Ananda yang duduk di bangku VIP beranjak pergi. Ananda melakukan aksi walk out, yang kemudian diikuti ratusan alumni lainnya. Saat itu Anies tetap berpidato hingga selesai, dan meninggalkan lokasi.
Ketika Anies pergi, Ananda dan ratusan alumni lain masuk kembali ke dalam ruangan. Ananda yang mendapat penghargaan, sempat berpidato dan menyinggung perihal aksi walk out itu.
"Walaupun anda mungkin harus mengundangnya karena jabatannya, tapi next time kita harus melihat juga orangnya. Ia mendapatkan jabatannya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Kanisius. Ini saya tidak ngomong politik, ini soal hati nurani dan nilai kemanusiaan", kata Ananda saat itu dari atas panggung.
Saat turun dari panggung, Ananda disalami antara lain mantan menteri Ir. Sarwono Kusumaatmaja dan Pater E. Baskoro Poedjinoegroho S.J., Kepala SMA Kanisius.
ADVERTISEMENT
Insiden Ananda ini menimbulkan pro kontra. Yang mendukung tentu memuji langkah Ananda, tapi mereka yang kontra melancarkan kritik. Salah satunya budayawan Eros Djarot.
"Apakah walk out meninggalkan tempat duduk saat tamu yang diundang memberikan sambutan juga termasuk nilai-nilai yang diajarkan oleh perguruan Kanisius Bahkan dengan pengetahuan keagamaan terbatas, merujuk pada perilaku dan ajaran Jesus Kristus sang penebar kasih, penebar damai.. dan sang pemaaf yang luar biasa kebesaran hatinya, kekerasan’ budaya yang dilakukan teman-teman saat walk out ketika seorang Gubernur sebagai tamu diundang memberi sambutan, saya yakini bukan ajaran dan perilaku yabg berpijak pada ajaran sang Juru Selamat," urai Eros.
Anies sendiri saat ditanya wartawan di Balai Kota DKI pada Senin (13/11), mengaku tak mempermasalahkan fakta ada sejumlah alumnus Kolese Kanisius yang mempermasalahkan kehadirannya. Mantan Mendikbud ini menghormati perbedaan pandangan yang ada.
ADVERTISEMENT
"Saya menghormati perbedaan pandangan. Saya menghormati pandangan yang berbeda dan saya memberikan hak kepada siapa saja untuk mengungkapkan dengan caranya," tuturnya.
"Bagian kami adalah menyapa semua dan mengayomi semua. Jadi itu tanggung jawab saya sebagai gubernur. Jadi saya akan menyapa semua, mengayomi semua. Kalau kemudian ada reaksi negatif, ya itu bonus saja buat saya. Enggak ada sesuatu. Biasa saja," lanjut mantan Rektor Universitas Paramadina itu.
Isu sudah bergulir, semua orang memperbincangkan insiden walk out alumni Kolese Kanisius serta Ananda Sukarlan. Namun di balik gaduh insiden ini, ada baiknya menyimak pesan yang disampaikan Franz Magnis Suseno, yang juga menerima penghargaan dari Kanisius. Komentar bijak dan penuh hikmah dari Franz Magniz ini patut direnungkan.
Franz Magnis-Suseno :
ADVERTISEMENT
Teman-teman, Sabtu kemarin jam 21.30 saya masuk ruang di Jakarta-Expo Kemayoran, acara 100 tahun Kolese Kanisius. Saya minta perlu datang pas malam-malam karena belum merasa fit.
Ruang besar gelap, ada ratusan (seribu lebih?) orang, saya diduduki di baris pertama, di samping Pak Sarwono Kusumaatmadja. Acara masih musik/nyanyi-nyanyi. Kemudian lima orang satu-satu diminta ke panggung, menerima penghargaan, termasuk saya (saya terharu, tetapi sampai sekarang belum paham di mana jasa saya). Masih sebelum acara selesai saya minta diantar pulang karena capai.
Nah, sekarang saya baru tahu ada "kejadian Anies". Berhubung saya, secara tak langsung, terlibat, saya mau memberi pendapat saya.
Pertama, saya anggap sangat tepat Panitia Perayaan mengundang Gubernur DKI dan senang bahwa Gubernur memang datang. Wajar itu pada perayaan 100 tahun sebuah sekolah ternama di ibu kota.
ADVERTISEMENT
Kedua. Namun apa yang terjadi kemudian - bukan salah Panitia! - menurut saya memalukan dan sangat saya sesalkan. Yaitu, begitu Gubernur bicara, sebagian besar hadirin, mengikuti Bpk Ananda Sukarln, meninggalkan ruang. Andaikata Gubernur mengatakan sesuatu yang tidak senonoh/jahat/menghina, walkout dapat dibenarkan.
Tetapi walk out kemarin menunjukkan permusuhan terhadap pribadi Gubernur merupakan suatu penghinaan publik. Kok bisa? Di negara mana pun, di luar pertemuan politik, hal itu jarang terjadi. Saya kutip Sdr. Abdillah Toha: apakah, dengan kejadian ini diviralkan, "justru tidak menjadi counter productive dan akan mempertajam permusuhan di negeri yang sudah rentan intoleransi itu?"
Ketiga: Anies adalah Gubernur sah DKI, dipilih secara demokratis oleh suatu mayoritas meyakinkan. Politisi mana di dunia yang dapat diterima kalau ukuran seperti yang dipasang terhadap Anies diterapkan pada mereka? Betul, ucapan hal "pribumi" pantas ditegur - dan sudah banyak ditegur, - tetapi gubernur macam apa Anies nanti, harus ditunggu dulu. Amat disayangkan bahwa sebagian peserta menggunakan kesempatan seratus tahun Kanisius untuk menunjukkan permusuhan terhadap Gubernur DKI.
ADVERTISEMENT
Keempat, masih hal Anies: Bukankah sikap yang benar adalah: beri dia kesempatan untuk membuktikan diri? Kita Katolik tidak bisa memilih negara di mana kita hidup. 57 persen pemilih Jakarta memilih Anies. Umpamanya Habib Rizieq Syihab dipilih gubernur, kita juga harus dapat hidup dengan beliau. Kolese Kanisius harus menjalankan misinya dengan pemerintaan DKI mana saja, dan saya perkirakan bahwa justru karena itu Panitia mengundang Pak Anies.
Kelima. Sdr. Ananda Sukarlan berhak menolak Anies. Sebagai seorang Muslim ia tidak perlu dicurigai bersikap sektarian. Namun saya tetap tidak dapat menyetujui kelakuannya. Tamu harus dihormati, tamu datang karena diundang panitia, maka semua yang ikut undangan panitia, harus menghormati tamu pun pula kalau secara pribadi tidak menyetujuinya. Silahkan panitia dikritik. Tetapi menginisiasikan suatu demonstrasi penghinaan terbuka terhadap Gubernur DKI saya anggap penyalahgunaan kesempatan.
ADVERTISEMENT
Kelima. Rupa-rupanya - saya tidak mendapat teksnya - Sdr. Ananda juga mengritik bahwa Romo Provinsial Sunu Hardiyanta "basa-basi" saja. Kalau yang dimaksud bahwa Romo Provinsial tidak mengambil sikap politis terhadap Anies dan macam-macam kecenderungan primordial, melainkan "hanya" menghargai apa yang sudah dilakukan Kanisius serta mengharapkan bahwa Kanisius terus meningkatkan kualitasnya dan terus menghasilkan manusia-manusia Indonesia bermutu: Itu bukan basa-basi, itu yang saya harapkan provinsial mengatakannya. Kanisius diharapkan menjalankan misinya di masa depan juga kalau, barangkali, situasi menjadi lebih sulit. Kiranya justru tepat yang dikatakan Romo Provinsial.
Akhirnya, semoga Kanisius bisa maju terus, dan terus diterima baik oleh masyarakat
Jakarta
Franz Magnis-Suseno SJ