Kisah Awardee LPDP yang Tak Pulang: Tak Ada Tempat untuk Bioteknologi di RI

22 November 2024 8:57 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cek Data Ilustrasi beasiswa LPDP. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Cek Data Ilustrasi beasiswa LPDP. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
ADVERTISEMENT
Pukul setengah lima sore waktu Jakarta, Rani, bukan nama sebenarnya harus hadir dalam panggilan wawancara bersama Tim Monev (Monitor dan Evaluasi) Alumni LPDP. Ia dipanggil untuk memberikan konfirmasi dan penjelasan mengenai ketidak pulangganya ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sejak lulus dari salah satu universitas di Amerika, Rani memang memilih untuk tidak kembali ke Tanah Air. Namun, penerima LPDP diwajibkan untuk melakukan pengabdian di Indonesia sekurang-kurangnya dua kali masa studi ditambah satu tahun (2n + 1).
Sebagai Alumni LPDP, perempuan asal Jakarta ini sadar bahwa Ia harus pulang mengabdi. Akan tetapi, Ilmunya belum cukup untuk memberikan kontribusi ke Indonesia.
“Saya rasa, saya tidak akan bisa mendapatkan kesempatan yang sama untuk menyumbangkan apa yang saya pelajari di sini saat kembali ke Indonesia. Sebab bioteknologi di Indonesia belum sampai ke titik yang sama,” kata Rani saat berbincang, Sabtu (11/11).
“Untuk saat ini saya terlalu bodoh untuk kembali,” tambahnya.
Ilustrasi ilmuwan perempuan dalam sains. Foto: Shutterstock
Awalnya, setelah lulus S2 Rani akan kembali dan menjadi dosen di kampus almamaternya di Bandung. Akan tetapi, kampus yang dituju mengeluarkan SK Rektor bahwa dosen tidak bisa dari lulusan S2, minimal S3.
ADVERTISEMENT
Di saat yang bersamaan ternyata Ia juga memperoleh kesempatan bekerja di salah satu startup bioteknologi di Boston. Tawaran tersebut selaras dengan bidang yang dia ambil saat kuliah.
“Menjadi scientist untuk membuat formulasi beberapa obat untuk cancer dan alzheimer lewat injeksi langsung di kulit dan saya bersyukur karena mendapat kesempatan itu saya dapat bekerja dengan alat-alat mahal dan canggih yang belum tentu saya dapatkan jika di Indonesia,” ucap ilumawan berusia 27 tahun tersebut.
Ilustrasi ilmuwan perempuan dalam sains. Foto: Shutterstock
Rani sadar bahwa tindakannya merupakan pelanggaran. Oleh maka dari itu, setelah keputusannya untuk tidak kembali ke Indonesia Dia menghubungi Tim Monev Alumni LPDP melalui email.
Email tersebut dibalas dengan undangan diskusi atau wawancara. Dengan berbagai jawaban dan solusi, tim LPDP membujuk Rani pulang. Walaupun demikian, sebetulnya tim LPDP sadar mereka tidak bisa menjamin akan ketersediaan lapangan pekerjaan.
ADVERTISEMENT
“Mereka sadar bahwa tidak bisa begitu saja meminta orang yang mempelajari ilmu pengetahuan mutakhir untuk kembali. Karena tidak ada tempat bagi mereka (ilmuwan) untuk menerapkannya, belum” tutur Rani.
Hasil diskusi menyatakan bahwa Rani bisa tak kembali ke Indonesia asalkan seluruh dana beasiswa dikembalikan ke pemerintah dalam waktu satu tahun. Jumlah yang harus dikembalikan sebesar USD 80.000 atau Rp 1,3 milliar.
Sayangnya Rani belum bisa mengembalikan dana tersebut dalam tenggat waktu yang diberikan.
“Saya pribadi tidak mampu membayarnya dan itulah mengapa saya bertanya apakah mereka dapat memberi saya waktu 2,5 tahun saja,”
Hingga saat ini Tim Monev belum memberi kejelasan lebih lanjut mengenai pertanyaan Rani.

Tak Ada Jaminan Pekerjaan di Indonesia

Akademisi Satryo Soemantri Brodjonegoro tiba di kediaman Presiden terpilih Prabowo Subianto, Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
Menteri Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi, Satryo Soemantri Brodjonegoro, menyebut pemerintah membebaskan alumni LPDP untuk bekerja di luar Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Kalau orang bebas (tidak terikat instansi) dia belajar kemudian kalau pulang mungkin belum ada pekerjaan di sini, pemerintah enggak mungkin juga mendanai mereka kan,” kata Satryo saat ditemui usai rapat kerja bersama Komisi X DPR RI, Rabu (6/11).
Pernyataan Soemantri itu disambut bahagia oleh Rani, karena melalui pernyataan tersebut pemerintah sadar bahwa beberapa bidang ilmu tidak bisa langsung diterapkan di Indonesia.
"Saya cukup senang, mereka akhirnya menyadari bahwa beberapa ilmu pengetahuan belum bisa diterapkan secara langsung di Indonesia karena infrastruktur, pendanaan, dan lain-lain belum tersedia," tambah Rani.
Rani percaya jika adanya dukungan karier, para alumni LPDP sangat ingin kembali pulang.
"Jika LPDP mempunyai semacam dukungan karier dan tidak hanya berkata 'kamu sudah lulus sekarang, kembalilah dan lakukan apa pun yang kamu mau, kamu sendirian sekarang' maka orang-orang akan tinggal di luar negeri saja karena ada lebih banyak kesempatan," jelasnya.
ADVERTISEMENT

Sebaran Karier Alumni LPDP di Indonesia

Berdasarkan data PPID Kemenkeu, 85,89 persen dari alumni LPDP sudah terkonfirmasi berkontribusi di Indonesia setelah lulus. Angka tersebut berdasarkan jumlah akumulasi penutupan data LPDP terakhir di 31 Oktober 2024.
Dari data tersebut juga dijelaskan bahwa alumni LPDP paling banyak bekerja di sektor publik, yaitu 66,62 persen. Sisanya sebanyak 33, 38 persen bekerja di sektor privat.
Di sektor publik, alumni LPDP paling banyak berkarier di bidang pendidikan (Guru/Tendik/Akademisi/Peneliti), angkanya mencapai 43,04 persen. Sedangkan, 23,58 persen alumni LPDP bekerja di bidang pemerintahan (PNS/TNI/Polri).
Untuk sektor privat, perusahaan swasta menjadi bidang yang paling dituju para alumni LPDP untuk berkarier, yaitu sebanyak 24,69 persen. Lalu, 5,36 persen menjadi wirausaha, LSM, dan sosial, serta 3,34 persen bekerja di BUMN atau BUMD.
ADVERTISEMENT
Di dalam data yang sama turut tercatat Alumni yang sedang magang di luar negeri mencapai 115 orang. Lalu 3 orang di antaranya magang di lembaga internasional yaitu di WHO, UNDP, PBB.