Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Kisah Badrina, Didiagnosa Talasemia dan Asa Bahagia untuk Sembuh
31 Juli 2024 23:39 WIB
·
waktu baca 7 menitADVERTISEMENT
Badrina tiba-tiba datang menghampiri Faiz yang tengah duduk asyik sambil mengunyah wafer cokelat. Lalu ia cium tangan dan bergelayut di paha ayahnya itu.
ADVERTISEMENT
Ia baru pulang sekolah, tapi wajah putri berusia 5 tahun itu tak menunjukkan rasa lelah. Saat Badrina asyik bercengkerama dengan ayahnya, ada suara anak menggemaskan lainnya terdengar.
“Assalammualaikum,” kata Aurora dari depan pintu.
Aurora adalah kakak Badrina yang juga baru menyelesaikan jam pelajarannya. Cium tangan Aurora lalu dibalas kecupan oleh ayahnya.
“Enggak kelihatan beda atau kayak orang sakit kan?” tanya Faiz kepada kumparan saat itu, Minggu (27/7).
Aurora dan Badrina sama persis dengan anak-anak seusianya. Tak terlihat kuyu apalagi sampai merasa sakit.
Termasuk untuk Badrina, yang tiap sebulan dua kali harus bolak-balik rumah sakit untuk transfusi darah.
“Aurora tuh talasemia minor, kalau Badrin talasemia mayor,” ujar Faiz mengawali cerita. Faiz memperbolehkan kisah dua anaknya, termasuk foto dua anaknya itu ditayangkan di dalam berita ini.
ADVERTISEMENT
Pada 2020, bahkan untuk mereka yang sehari-hari bergelut dengan dunia luar dan informasi, talasemia masih menjadi kata yang asing.
“Gue googling sebentar. Oh, kelainan darah, tapi gue gak mikir ke depannya harus transfusi darah seumur hidup. Sempat denial, pokoknya bisa sembuh-sembuh,” tutur dia.
Saat itu, Faiz tak begitu paham bahwa talasemia bukan sekadar kelainan darah biasa yang bisa disembuhkan dengan minum obat penambah darah. Derajat risikonya juga lebih dari anemia.
Orang dengan talasemia itu berarti mempunyai sel darah merah yang abnormal. Di sisi lain, hemoglobin mereka bisa tiba-tiba turun drastis sampai di bawah normal akibat kondisi ini.
Hemoglobin adalah metaloprotein di dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh.
ADVERTISEMENT
Standar hemoglobin untuk perempuan adalah 12 sampai 16 gram per desiliter. Ini juga yang mulanya diceritakan dokter kepada Faiz soal kondisi anaknya yang bolak-balik demam, batuk, hingga pilek.
“HB-nya cuma 6. Lu bayangin? Dari situ dokter bilang talasemia. Karena 2 minggu sebelumnya transfusi darah juga karena demam dan HB rendah. Diagnosis awalnya anemia, ternyata talasemia,” kata Faiz.
Faiz harus menerima kenyataan seraya bertawakal bahwa ia kini punya rutinas baru selama 4 tahun belakangan. Yakni mengantar sang buah hati transfusi darah.
“Yaudah setelah itu mau enggak mau rutin ke RSCM buat transfusi. Tiap hari juga harus minum obat pengurang zat besi biar mencegah jantung bermasalah,” ujar dia.
Selain rutin transfusi darah, Badrin juga harus rutin mengkonsumsi obat Ferriprox.
ADVERTISEMENT
Obat cair ini dikonsumsi sebagai dampak dari talasemia yang membuat para pengidapnya memiliki kadar zat besi abnormal. Dalam kondisi ini ia bisa menyebabkan kerusakan organ-organ penting seperti jantung.
Oleh karenanya, Badrin harus meminum obat 3 kali sehari untuk mengurangi kadar zat besi tersebut. Sama seperti transfusi, itu harus dilakukan seumur hidup.
Awalnya berat, Badrina sempat harus dipaksa untuk minum obat. Sesekali bertanya:
“Memang aku sakit apa?”
Namun seiring berjalannya waktu, Badrina semakin mengerti. Bahkan menurut Faiz, bila ia lupa, si bungsu justru mengingatkan.
“Jadi misal jam 7 malam, dia yang bilang, Yah, aku minum obat,” cerita Faiz.
Di masa pandemi, situasinya agak sedikit rumit. Namun bukan soal biaya, tapi soal mencari donor darah rutin untuk anaknya.
ADVERTISEMENT
Sebab, untuk obat hingga proses transfusi semua ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Namun untuk pendonor dengan golongan darah A tak serta merta langsung mudah didapat.
Beruntung, pihak rumah sakit dan teman-teman sekitarnya selalu siaga membantu.
“Iya BPJS dari awal. Gue kan masuk kantor langsung daftarin anak ke BPJS. Lahir langsung daftar. Jadi alhamdulillah, semua masih kecover,” ujar dia.
Sementara itu Dirut BPJS Kesehatan Prof Ali Ghufron Mukti menyebut, untuk penyakit seperti talasemia, pelayanan BPJS memang semakin memudahkan.
“Pelayanan sekarang untuk beberapa penyakit enggak perlu bawa e-KTP lagi setelah dirujuk, seperti talasemia. Enggak perlu lagi,” kata Prof Ali Ghufron dalam wawancara dengan kumparan, Kamis (18/7).
Badrina dan Perlunya Cek Talasemia
Faiz pun melanjutkan ceritanya kepadaku yang sangat awam soal talasemia ini. Faiz bercerita, berdasarkan penjelasan dokter kepadanya, talasemia ini merupakan penyakit genetik yang diturunkan oleh orang tua.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini, Faiz dan istrinya menurunkan kepada Badrina dan Aurora.
Faiz mengaku tak tahu selama ini menjadi pembawa sifat talasemia, begitu pula istrinya. Seandainya tahu, pasti ia akan berpikir puluhan ribu kali untuk mempunyai anak.
Apa yang disampaikan Faiz soal kondisi talasemia itu dibenarkan oleh Praktisi Kesehatan sekaligus Staf Ahli Kemenkes dr Ngabila Salama. Talasemia memang penyakit yang diturunkan melalui genetik.
Kata Ngabila, setiap orang punya risiko membawa bakat (gen) penyakit talasemia. Namun, untuk mengetahui hal ini hanya dapat diketahui melalui cek darah.
Namun, bukan cek darah seperti biasanya. Melainkan cek darah yang lebih eksklusif untuk mengetahui kemungkinan membawa bakat talasemia.
Sederhananya begini, bakat talasemia ini bisa saja tidak diketahui ketika pengidapnya membawa bakat talasemia minor. Dalam kondisi ini, fisik pengidapnya juga bahkan sehat seperti orang-orang pada umumnya.
ADVERTISEMENT
Faiz sebagai pembawa sifat talasemia minor tak mesti transfusi darah. Kondisinya juga sehat seperti pada umumnya.
Namun, ketika Faiz menikah dengan istrinya Faiza yang juga pembawa sifat talasemia minor, keturunan mereka berpeluang 25 persen mengidap talasemia mayor.
Dalam artikel ini, XX berarti talasemia mayor, Xx berarti talasemia minor. Sementara, xx adalah orang-orang dalam kondisi tidak membawa bakat talasemia.
“Ya itu yang terjadi. Kalau kita (manusia) kawin itu kan genetik sepasang ya, dia (gen talasemia) juga sepasang. Dia juga kawin. Jadi 2 pasang. Jadi probabilitasnya tergantung nih, kalau yang perempuan dia memang sudah talasemia mayor berarti kan kita bisa sebut XX. Jadi dia sudah merah ya,” kata Ngabila kepada kumparan pada Selasa (30/7).
ADVERTISEMENT
“Nah kalau pasangannya gak punya gen sama sekali, xx, kalau nikah anaknya kena talasemia. Tapi membawa bakat aja. Karena Xx Xx kan, kalau dikawinin,” jelasnya.
Dalam kondisi demikian, kata Ngabila, tak ada kekhawatiran besar. Sebab, keturunannya akan mengidap talasemia minor.
Namun, yang jadi masalah besar adalah ketika talasemia mayor atau minor bertemu dengan sesamanya.
“Yang membawa bakat itu Xx ya. Begitu si pembawa dan pembawa kan merasa sehat dua duanya, enggak pernah transfusi darah. Xx Xx ketemu nah probabilitas X ketemu X itu 25 persen,” kata dia.
“Jadi kalau nikah, seseorang yang sehat tapi punya bakat genetik talasemia, menikah dengan orang yang sama, 25 persen anaknya menjadi talasemia mayor dan harus transfusi darah. 50 persen kemungkinan anaknya akan jadi pembawa, 25 persen kemungkinannya sehat normal dan enggak bawa bakat,’ jelasnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Ngabila, sejauh ini secara global, penyakit ini juga menjadi pr besar sebab belum ada obatnya. Yang dilakukan justru adalah dengan pencegahan melalui screening sejak dini.
“Terapi genetik (ada salah satu upayanya), tapi belum ada saya denger di Indonesia. Saya belum lihat terapi replacement di dunia juga,” kata dia.
“Yang ada mereka lakukan screening besar-besaran untuk lakukan pencegahan ini. Screening wajib loh, bahkan baru lahir screening wajib kalau di negara luar, talasemia,” tuturnya.
Komitmen BPJS dan Harapan Faiz
BPJS pun berkomitmen untuk itu. Sang Dirut Prof Ali Ghufron menyatakan talasemia termasuk 10 besar penyakit dengan pasien terbanyak yang ditanggung BPJS.
Jadi, pelayanan BPJS pun maksimal. Dari soal rujukan, obat, hingga skrining bila memang punya diagnosis dokter, semua ditanggung BPJS.
ADVERTISEMENT
“Sehingga rugi kalau sampai tidak ikut BPJS, rugi besar. Saya sampaikan coba cari asuransi kesehatan yang lebih murah dan lebih bagus dari BPJS, ada enggak?” ujar Ghufron.
Faiz sebagai ayah yang harus bergelut dengan rumah sakit tiap bulan, tentu merasakan betul dampak BPJS. Ia pun bersyukur menjadi anggota sejak awal jadi pekerja pada 2015.
Namun sebagai orang awam yang sempat tak tahu soal talasemia, pria kelahiran Jakarta itu pun punya harapan. Kepada pemerintah, ia berharap mereka lebih concern lagi mensosialisasikan apa itu talasemia.
Mengadakan skrining besar-besaran sedini mungkin. Sebab, dengan begitu, angka talasemia bisa terus turun. Anak-anak tak mesti merasakan transfusi darah seumur hidupnya.
“Kalau gue tahu lebih awal soal talasemia, dan cek, mungkin dari sisi gue akan pertimbangkan untuk menikah. Kayak, lebih baik cinta dikorbankan daripada anak enggak tahu apa-apa jadi seperti Badrina,” tutur Faiz.
ADVERTISEMENT
Live Update