Kisah Baehaki, Tertipu dan Terlambat Mudik

29 Juni 2017 13:05 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Baehaki dan Iyam di Kp Rambutan (Foto: Diah Harni/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Baehaki dan Iyam di Kp Rambutan (Foto: Diah Harni/kumparan)
ADVERTISEMENT
Baehaki dan istrinya, Iyem, terlihat lesu duduk di pinggiran trotoar Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur. Sembari menunggu mobil travel yang akan mengantar mereka ke Cilacap, Jawa Tengah, Baehaki berkisah bagaimana dia baru bisa mudik pada H+2 Lebaran.
ADVERTISEMENT
Baehaki bercerita, pada mulanya, ia dan istri berencana pulang ke kampung halaman dua hari sebelum Lebaran, Jumat (23/6). Tak hanya itu, dia dan istri juga sudah berangan-angan ingin membelikan baju baru bagi orang tuanya di rumah. Namun, harapan Baehaki pupus. Ia ditipu mandor proyek tempat ia bekerja.
Baehaki adalah kuli bangunan yang baru bekerja selama 3 bulan di perumahan bilangan Cilegon, Banten. "Namanya juga kuli bangunan, upahnya nggak langsung turun. Tiap 3 bulan baru dapat upah," jelas Baehaki kepada kumparan (kumparan.com), sembari merapikan barang bawaannya yang lumayan banyak, Kamis (29/6).
Semestinya, pada Sabtu (17/6), Baehaki menerima upahnya bekerja selama 3 bulan ini. Namun, empat hari sebelumnya, Selasa (13/6), ia mendapat kabar buruk dari teman-temannya. Upah yang harus ia terima raib dibawa entah ke mana oleh pengawas pekerjaannya tersebut.
ADVERTISEMENT
"Ada uang Rp 14 juta yang diambil. Itu jatah saya sama temen-temen. Harusnya saya kemarin dapat uang Rp 6 juta," kata dia, dengan suara yang memelas.
Mata Baehaki berkaca-kaca. Air mata itu buru-buru diusapnya sebelum jatuh ke pipi. Sedangkan sang istri, mengusap-usap punggung Baehaki, menenangkan.
Baehaki melanjutkan ceritanya. Uang sebanyak Rp 14 juta itu, kata dia, dibawa oleh sang pengawas bangunan ke Lampung. Dia dan kawan-kawan kuli bangunan yang lain, sudah berulang kali mencoba menghubungi si mandor. Namun sayang, pengawas bangunan tersebut tidak bisa dihubungi.
"Saya sudah pasrah saja," ucap dia, singkat.
Padahal, upah yang akan diterimanya itu, akan dibawanya pulang ke kampung, untuk dibelikan baju dan makanan, juga untuk diberikan ke orang tua Baehaki di Cilacap. Namun, angan-angannya itu hanya tinggal kenangan. "Boro-boro buat beli baju, buat pulang aja uangnya nggak cukup, Mbak," sambung sang istri.
ADVERTISEMENT
Setelah tertipu itu, Baehaki dan istri memutar otak, uang sisa simpanan yang mereka punya diatur sedemikian rupa agar cukup untuk membeli tiket pulang. "Tapi ternyata nggak cukup. Ini duit tinggal Rp 150 ribu, itu juga hasil pinjam tetangga," jelas Iyem.
Beruntung, Iyem memilik adik yang bekerja menjadi sopir travel, sehingga biaya kepulangan sepasang suami istri tersebut bisa tercukupi.
Saking tidak tahu harus bagaimana, Baehaki dan Iyem memutuskan untuk membawa barang-barang yang ada di kontrakan mereka, untuk di bawa pulang. "Ada baju, kipas angin, dibawa semua. Belum tahu nanti abis ini mau balik ke Jakarta apa enggak," sambung Baehaki.
Suami istri itu kini hanya bisa pasrah. Raut kesedihan terlihat jelas dari kedua wajah mereka. Keduanya hanya berharap, kelak Tuhan akan memberikan rezeki lebih untuk mereka.
ADVERTISEMENT
"Ya semoga Allah kasih rezeki buat kita," doa Iyem.