Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Kisah Bryan Sukidi, Remaja RI Peraih Penghargaan Bakat Luar Biasa di AS
10 Juni 2024 19:56 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Remaja asal Jakarta, Bryan Ramadhan Sukidi, mencatat prestasi gemilang sebagai valedictorian di Milton Academy, Massachusetts. Tak hanya menjadi lulusan terbaik, Bryan juga berperan aktif dalam berbagai kegiatan di sekolahnya.
ADVERTISEMENT
Bryan lulus pada Jumat (7/6). Ia merupakan penerima dua penghargaan prestisius, yaitu THE A. O. SMITH PRIZE dari Departemen Bahasa Inggris untuk bakat luar biasa dalam penulisan non-fiksi, dan THE COMPUTER SCIENCE PRIZE untuk keunggulan dalam ilmu komputer.
Semasa sekolah, Bryan menjabat sebagai ketua kelas, presiden Klub Pemrograman, hingga anggota Dewan Keberagaman, Kesetaraan, dan Inklusi. Ia telah berkontribusi bagi komunitas sekolah, termasuk mengorganisir acara-acara seperti CultureFest dan kegiatan besar yang melibatkan 800 orang. Selain itu, Bryan juga aktif membimbing siswa internasional dan siswa kulit berwarna melalui program orientasi sekolah.
Dalam pidato kelulusannya, Bryan menceritakan perjalanannya mengenal orang tua dan teman-temannya lebih dalam. Ia menyampaikan tentang pentingnya bertanya dengan baik untuk benar-benar mengenal seseorang.
ADVERTISEMENT
"Aku mencintai orang tuaku lebih dari apa pun di dunia ini. Namun, meskipun aku putra mereka, aku tidak dapat dengan yakin mengatakan bahwa aku mengenal mereka," kata Bryan memulai pidatonya.
Bryan menceritakan bagaimana ia, meski pemalu dan introvert, berusaha keras untuk bergaul dengan teman-teman barunya di Milton. Ia mengingat saat-saat harus makan sendirian di asrama karena belum punya teman. Namun, usahanya untuk membuat orang tertawa dan tersenyum akhirnya membuahkan hasil.
Di tahun keduanya, Bryan mencoba pendekatan baru dengan mengajukan pertanyaan mendalam kepada teman-teman sekelasnya. Pertanyaan-pertanyaan seperti "Apa yang paling Anda takuti dalam hidup?" membuka percakapan yang berarti dan mendalam.
"Untuk pertama kalinya dalam karier sekolahku, aku merasakan kehangatan dan kegembiraan saat mengenal teman-teman sekelasku bukan hanya sebagai teman sekelas, tapi sebagai manusia dengan cerita, ketakutan, dan impian mereka sendiri," ungkap Bryan.
ADVERTISEMENT
Dalam kesempatan itu, ia mendorong teman-teman angkatannya untuk mengajukan pertanyaan dan mendengarkan cerita orang lain, karena baginya, itulah cara terbaik untuk benar-benar mengenal seseorang.
“Kita akan segera mulai melihat orang tua kita tidak hanya sebagai ibu dan ayah, tapi sebagai manusia nyata. Kita akan segera mulai melihat teman dan teman sekelas kita sebagai teman yang akan berada di sisi kita selamanya. Namun untuk bisa melihat keindahan pada orang-orang di sekitar kita, kita harus berani bertanya.
Jadilah orang yang bertanya, yang mendengarkan, dan yang karena keingintahuannya, tidak meninggalkan cerita yang belum terungkap,” tutup Bryan dalam pidato kelulusannya.
Bryan terdorong untuk mengejar karier di bidang penelitian keselamatan teknis karena kekhawatirannya terhadap bahaya kecerdasan buatan.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, ia pernah menjadi peneliti magang di Broad Institute of MIT dan Harvard, serta mengajar kelas pengantar ilmu komputer melalui Greater Boston STEM selama tiga tahun.
Setelah lulus, ia berencana melanjutkan studi di bidang ilmu komputer dengan fokus pada keselamatan, tata kelola, dan etika AI di the University of North Carolina dengan salah satu beasiswa paling prestisius di Amerika: Morehead-Cain scholarship.