Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Kisah Bu Dani Dampingi Puluhan ODGJ di Desanya, Jadi Produktif dan Makin Sehat
22 April 2025 17:35 WIB
·
waktu baca 7 menit
ADVERTISEMENT
Siang sedang cerah-cerahnya di Godean, Kabupaten Sleman, Selasa (22/4). Udara terasa panas dibanding hari-hari sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Namun, kondisi ini tak melunturkan semangat sejumlah ibu-ibu yang sedang berkegiatan di kantor Kalurahan Sidoluhur, Kapanewon Godean, Kabupaten Sleman.
Satu di antara ibu-ibu itu adalah Yustina Wardani. Senyum merekah dari perempuan berusia 61 tahun itu. Sambutannya hangat.
Sekilas tak ada yang berbeda dari diri Bu Dani, sapaan akrab Wardani. Siapa sangka, ibu dua anak ini selama bertahun-tahun telah mendampingi puluhan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di desanya.
Usai membereskan kegiatannya hari ini, Dani membagikan kisahnya mengubah stigma negatif terhadap ODGJ.
Perjalanannya dimulai 2012 silam. Dani adalah Kader Kesehatan Jiwa Kalurahan Sidoluhur.
"Saya kader posyandu sejak 1990. Mungkin agak aktif, kemudian ditarik di kalurahan tahun 1992. Tahun 2012 ada pelatihan kesehatan jiwa dari Puskesmas Godean 1. Dan ini adalah pelatihan yang memang pertama dari seluruh Sleman," kisah Dani.
Dari pelatihan itu, Kalurahan Sidoluhur memiliki Seksi Kesehatan Jiwa dengan Dani sebagai kadernya. Dari tahun 2012 kalurahan ini menjadi desa siaga lengkap dengan seksi barunya ini.
ADVERTISEMENT
Tugas Dani pada waktu itu salah satunya adalah jika ada warga ODGJ yang kambuh dia akan mengantar warga tersebut ke rumah sakit.
Anak Depresi
Berjalan sekitar tiga sampai empat tahun, Dani harus menerima kenyataan anak keduanya yang waktu itu masih kelas 1 SMA mengalami depresi karena suatu hal.
"Saya sudah dipersiapkan sama Allah. Kita kerap banget ke Grhasia (Rumah Sakit Jiwa Grhasia) ngantarkan siapa-siapa, sampai di sana dikenal. Nah, ternyata Allah mempersiapkan anak saya untuk masuk sana," tutur Dani.
Meski harus tetap memerhatikan kondisi anaknya, kegiatan Dani di kalurahan terus berjalan. Diakui Dani, beban yang dia rasakan saat itu cukup berat. Namun dia selalu berusaha menguatkan diri.
Kelompok Swabantu Luhur Jiwo
Bertahun-tahun mendampingi puluhan ODGJ, pada tahun 2016 Dani mendirikan Kelompok Swabantu atau Self Help Group (SHG) Luhur Jiwo Kalurahan Sidoluhur. Pendirian ini turut dibantu oleh Pusat Rehabilitasi Yakkum.
ADVERTISEMENT
Pendirian SHG Luhur Jiwo ini disambut baik oleh kalurahan. SHG langsung berkolaborasi dengan puskesmas mendata ODGJ di desa ini.
"Data dari kader yang masuk puskesmas dan data kader yang masuk ke kami itu disinkronkan. Ternyata jumlah kita ada 48 dari kalurahan ini. Yang laki-laki ada 22, yang perempuan ada 26," jelasnya.
Faktor Keturunan hingga Putus Cinta
Dani menceritakan para ODGJ ini berusia variatif. Namun mayoritas usia produktif atau 30 tahun ke atas. Beberapa penyebabnya mulai dari keturunan, putus cinta, hingga masalah ekonomi.
Awal mendirikan Kelompok Swabantu Luhur Jiwo memang selalu tak mudah. Dani menyisir ke keluarga-keluarga ODGJ. Hasil yang didapat hanyalah penolakan demi penolakan.
"Mereka menolak. Kalau cuma nanya-nanya (keluarga bilang) nggak mau," katanya.
ADVERTISEMENT
Hal itu jadi masukan tersendiri baginya. Dani bercerita dia bukan datang hanya untuk bertanya-tanya, tetapi mengajak untuk berkegiatan.
Dani ingat saat itu ada sembilan ODGJ yang bersedia. Namun ketika diundang berkegiatan, ternyata hanya satu orang yang datang.
Pendekatan terus dilakukan Dani. Hasilnya ada lima orang yang mau ikut berkegiatan. Kegiatan awal adalah bernyanyi dan bersenang-senang.
Bulan berikutnya pun bertambah hingga 18 ODGJ berkegiatan di SHG Luhur Jiwo. Ini adalah kelompok saling memberi dan saling menerima.
Kegiatan Produktif
Seiring waktu jumlah anggotanya pun semakin banyak. Kegiatan juga semakin banyak. Mereka yang tergabung di SHG Luhur Jiwo ini menjalankan sejumlah kegiatan seperti batik jumputan, ecoprint, amplop hari raya dari kain flanel. Mereka menciptakan kreasi masing-masing seperti motif bunga dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Kegiatan ini membuat para ODGJ makin sehat jiwanya dan jarang kambuh sakitnya. Kegiatan ini juga bisa menambah penghasilan.
"Kita jualnya lewat puskesmas, PKK, dan kecamatan. Dan di tahun 2019 adalah penghasilan pertama dari mereka. Amplop itu laku 1.200-an amplop," katanya.
"ODGJ-ODGJ ini bisa mendapatkan uang. Untuk pertama kalinya mendapatkan uang. Jadi mereka senang banget. Berarti berhasil untuk kegiatan yang baik," katanya.
Tak Selalu Mulus
ADVERTISEMENT
Perjalanan membina ODGJ tak selalu mulus. Tantangan datang pada tahun 2020 saat pandemi COVID-19 merebak di Indonesia.
Puluhan ODGJ di Sidoluhur harus di rumah saja karena pembatasan aktivitas. Akibatnya banyak yang sakitnya kumat.
"Termasuk anak saya juga kambuh," katanya.
Saat itu kader juga kesulitan mengatasi persoalan yang terjadi. Dia dan ibu-ibu PKK kemudian mencari bantuan.
ADVERTISEMENT
"Siapa yang kambuh kita ke sana (rumahnya) untuk letakkan bantuan di depan rumahnya. Itu bantuan berupa sembako kita tidak bisa bantuan apa pun kecuali (membantu dengan) telepon," terangnya.
Di saat masa pandemi itu, SHG Luhur Jiwo mendapatkan pinjaman 500 meter tanah. Tempat itu kemudian digunakan sebagai sarana bertemu dengan para ODGJ di ruangan terbuka.
Saat itu Pusat Rehabilitasi Yakkum membantu Rp 4 juta untuk membeli benih.
"Di sana kita ada kader pendamping pertanian. Di sana kita pertemuan. Dua tahun pandemi tidak terasa. Kita pertemuan di sawah," katanya.
Para ODGJ berlatih menanam timun barbie dan cabai. Di sela-sela bertani itu para ODGJ juga ditanya apakah masih rutin meminum obatnya, hingga keadaan terkini. Termasuk mengingatkan untuk kontrol ke rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Hasil Lumayan dari Pertanian
Pertanian ini pun membuahkan hasil yang lumayan. Secara kesehatan, kegiatan ini juga membuat mereka semakin sehat jiwanya. Selain juga ada kegiatan terapi aktivitas kelompok yang diampu puskesmas saat pertemuan.
"Pertama kali kita mendapatkan itu (hasil) kita belikan kaus," katanya.
Merasa Tak Terpinggirkan
Dani bercerita, dengan kegiatan dan berbaur seperti ini, ODGJ merasa tidak terpinggirkan. Mereka merasa tak ada perbedaan antara dirinya dengan masyarakat lain dan keluarganya.
"Ini menumbuhkan kepercayaan diri," bebernya.
Hal serupa juga dilakukan kalurahan. Ketika ada kegiatan senam, misalnya, para ODGJ juga diajak.
"Pak Lurah bilang tidak boleh terus ODGJ disendirikan. Semua semebar jadi satu. Pak lurah pun sering joget sama mereka," katanya.
Suatu hal yang bikin Dani senang adalah ketika ada ODGJ yang 'lulus'. Tercatat ada tiga orang yang sembuh dan bisa hidup berbaur dengan masyarakat dan bekerja.
ADVERTISEMENT
"Ada tiga merasa sudah produktif. Kami anggap mereka sudah lulus sekolah. Kami anggap sudah sarjana dari Luhur Jiwo," katanya.
Dari tiga orang ini, dua menjadi pembuat genteng. Sementara satu lagi berjualan jus jambu.
"Kita memang ajarkan itu. Ajarkan bikin jamu. Kemudian bikin jus. Mendatangkan guru," bebernya.
Namun tak perlu sejauh itu, ketika kondisi ODGJ membaik sedikit saja, Dani sudah luar biasa senang.
Contohnya ada yang sebelumnya hanya duduk saja kini sudah bisa mandi sendiri, bahkan bisa membikinkan kopi suaminya.
"Itu tak terbayar (bahagianya)," katanya.
Anggaran Khusus ODGJ
Dani mengatakan jumlah ODGJ yang besar di desanya ini karena pendataan benar-benar dilakukan. Banyak daerah yang selama ini masih enggan mendata dengan baik.
ADVERTISEMENT
"Di sini (kalurahan ini) jadi rujukan belajar," katanya.
Pada 2020 Kalurahan Sidoluhur pun sudah menganggarkan untuk penanganan ODGJ.
"Anggaran khusus. Kita advokasi ke atas, ke lurah," katanya.
Sejumlah lomba pun diikuti oleh SHG Luhur Jiwo. Ini membuat semangat juga terus terjaga. Hasil dari lomba juga kembali digunakan untuk kegiatan.
Dani berharap apa yang dilakukannya bisa menjadi inspirasi bagi desa lain baik di DIY maupun di luar DIY. Jangan ada yang mengucilkan ODGJ.
"Ada yang menganggap (ODGJ) kurang sak ons (kurang 1 ons), kenthir (gila), pesugihan. Kalau di sini pendekatan dengan agama juga saat kelas pertemuan," kata Dani.
Kegiatan yang dia lakukan menurut Dani tak susah. Asalkan ada kemauan.
"Mereka (ODGJ) hidup di rumah masing-masing sebetulnya. Kita hanya mengampu kegiatan yang positif yang membuat mereka tidak kambuh. Dan mereka terkontrol obatnya, emosinya, dan keadaan sehari-harinya," jelasnya.
ADVERTISEMENT
"Semoga kalurahan lain bisa mengadakan seperti kami," harapnya.