Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
ADVERTISEMENT
Keteladanan Bung Hatta rasanya masih bisa dirasakan hingga saat ini. Sejumlah kisah mengenai kesederhanaannya, menginspirasi anak muda lintas generasi.
ADVERTISEMENT
Ada cerita tentang bagaimana Bung Hatta menjaga rahasia negara dari keluarganya yang berimbas pada sang istri, Rahmi Rachim, gagal membeli mesin jahit.
Rahasia negara yang dimaksud ialah soal kebijakan pemotongan nilai mata uang dari Rp 100 menjadi Rp 1 pada sekitar 1950. Saat itu, istri Bung Hatta berencana membeli mesin jahit baru. Namun lantaran kebijakan itu, rencana sang istri membeli mesin jahit harus tertunda.
Meski tahu soal kebijakan itu, Bung Hatta tidak menceritakan kepada istrinya. Lantaran dinilai rahasia negara.
Bung Hatta pun tak memberikan informasi mengenai kebijakan itu, meski ke keluarga terdekatnya. Saat itu, dari penuturan cucu Bung Hatta, Gustika Hatta, sang kakek memang tak ingin membocorkan informasi mengenai kebijakan negara.
ADVERTISEMENT
"Mungkin bisa dianggap kalau misalnya Bung Hatta sampaikan hal tersebut kepada Rahmi Hatta karena dia peduli, tapi efeknya yang kecil, (bisa) buat rahasia negara itu bocor," kata Gustika di acara Dialog Pemuda Antikorupsi yang digelar KPK , Rabu (28/10).
"Ini kenapa nenek saya enggak dikasih tahu ada pemotongan nilai uang itu," sambungnya.
Gustika bercerita, saat itu Bung Hatta kembali mengajak istrinya untuk menabung lagi. Pada akhirnya, kata Gustika, mesin jahit itu terbeli.
"Saya diceritain sama datuk itu, 'Ya sudah enggak apa-apa, nanti kita nabung lagi ya'. Jadi nabung lagi. Ya enggak dari awal juga, maksudnya pada akhirnya akan terbeli juga, tapi prosesnya lebih lama," ungkapnya.
Cerita ikonik lainnya mengenai keinginan Bung Hatta membeli sepatu Bally. Banyak dikisahkan, hingga akhir hayatnya, sang mantan Wakil Presiden pertama Indonesia itu tak bisa membelinya.
ADVERTISEMENT
Gustika menceritakan, Bung Hatta memang menabung untuk membeli sepatu tersebut. Namun, setiap ada orang yang meminta bantuan, Bung Hatta selalu membantu dengan uang tabungan itu.
Gustika mengatakan, Bung Hatta bisa saja menitip beli Sepatu Bally kepada pejabat dari luar negeri. Namun itu tak dilakukannya.
"Beliau itu selalu menabung. Tapi kalau ada orang datang ke beliau, kalau ada orang yang butuh bantuan atau gimana, dia ambil dari tabungan yang non-esensial ini. Jadi dahulukan orang lain," kata dia.
"Bisa saja kan titip ke duta besar di mana, misalkan di Swiss, bisa saja kan, tapi itu tidak dia lakukan. Karena menurut beliau itu adalah kepentingan pribadi, yang untuk apa libatkan duta besar. Itu satu contoh di mana Bung Hatta memilah, memiliki privilege tapi tidak di-abuse," sambungnya.
Di antara cerita-cerita tersebut, Gustika menyatakan ada suatu kisah yang sangat berkesan baginya karena mengajarkan sikap antikorupsi. Bung Hatta, kata Gustika, pernah berobat ke Eropa dengan dibiayai negara.
ADVERTISEMENT
"Sebenarnya kalau untuk cerita antikorupsi yang paling menarik dan paling berkesan buat saya, malah bukan cerita tentang mesin jahit atau sepatu Bally ini. Tapi ketika Bung Hatta berobat ke Eropa," kata Gustika.
Usai berobat, ada sisa uang dari yang diberikan oleh negara. Bung Hatta memerintahkan sekretarisnya untuk mengembalikan uang itu. Padahal, Sekretariat Negara mengatakan, uang yang sudah dikeluarkan sudah menjadi hak dari penerima.
"Tapi uang itu tidak terpakai habis. Lucunya, Pak Wangsa Wijaya, sekretaris beliau itu, dipaksa untuk mengembalikan sisa uangnya kepada Setneg. Padahal Setneg itu bilang ketika uangnya sudah dikeluarkan oleh negara, itu jadi hak milik penerima itu," kata dia.
"Tapi Bung Hatta tidak mau karena itu apa ya, kalau ibaratnya dia menerima sisanya berarti tidak menggunakan sesuai peruntukannya. Jadi uang itu atau fasilitas semuanya harus dipakai sesuai peruntukannya," lanjutnya.
Gustika mengatakan, hal itu yang paling berkesan baginya. Sebab nilai itu pun diajarkan hingga kepada cucu-cucu Bung Hatta, termasuk dirinya.
ADVERTISEMENT
"Itu nilai yang mungkin ditanami sejak kecil, misal dikasih uang Rp 50 ribu sama ayah atau ibu terus disuruh beli sesuatu harganya Rp 20 ribu, itu kembaliannya pasti saya kembaliin. Padahal bisa saja saya kantongin, itu sih menurut saya jadi tertanam itu. Itu cerita yang menurut saya berkesan dari keteladanan beliau," pungkasnya.