news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kisah Dian Mustika, 2 Tahun Berjuang untuk Sembuh dari Vaginismus

3 Februari 2020 13:59 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi vagina. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi vagina. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Salah satu bumbu dalam membina rumah tangga adalah hubungan seksual. Meski begitu, tak semua hubungan seksual berjalan mulus. Terkadang, ada pasangan yang diterpa cobaan lewat ujian penyakit. Hal tersebut dialami oleh Dian Mustika (32) dan suaminya.
ADVERTISEMENT
Dian dan suami menikah pada 2017. Setelah sah menjadi pasangan suami istri, mereka pergi honeymoon. Di malam pertamanya, ia merasakan ada kendala dalam hal penetrasi yang membuat vaginanya sakit.
“Banyak informasi beredar, namanya malam pertama itu sakit, hingga akhirnya mindset itu tertanam,” kenang Dian kepada kumparan, Senin (3/2).
Namun, rasa sakit saat berhubungan badan itu masih terasa hingga berbulan-bulan. Bahkan ketika umur pernikahannya hampir dua tahun. Ia mencoba mencari informasi soal hal itu dari berbagai sumber.
“Waktu itu masih menduga aku terkena vaginismus, menurut yang aku baca, itu hal lumrah, nanti katanya bisa sembuh,” ucap Dian.
Vaginismus adalah penyakit gangguan otot di sekitar vagina. Otot tersebut bisa mengencang tanpa bisa dikontrol. Kondisi tersebut mempengaruhi penetrasi saat bersenggama.
ADVERTISEMENT
Hingga November 2019, Dian belum berani berkonsultasi dengan dokter terkait ini. Hal itu karena, banyak feedback dari dokter yang menambahkan beban. Seperti, dianggap kurang rileks ketika berhubungan badan.
Dian lalu memutuskan ke dokter setelah masuk grup Telegram yang beranggotakan orang yang terkena vaginismus dan para survivors. Sebelumnya, ia juga pernah berkonsultasi dengan dokter melalui WhatsApp. Ia memberanikan diri untuk bertemu dokter pada 1 Desember 2019.
“Beliau (dokter) menjelaskan secara bahwa vaginismus itu penyakit dan harus diobati,” ujar Dian.
Menurut Dokter, Dian menderita vaginismus derajat 4 dari 5 tingkatan derajat. Dia diharuskan menjalani pengobatan melalui dilatasi. Dilatasi adalah terapi dengan memasukkan barang, seperti jari atau dilator, ke dalam vagina untuk melatih otot vagina.
ADVERTISEMENT
Dian menjalani terapi ini sejak 17 Desember 2019 dengan bantuan tim medis. Setelah itu, ia melakukan terapi secara mandiri. Dua minggu setelah terapi, ia tidak lagi merasakan kesakitan karena vaginismus.
“Sebenarnya kata sembuh itu, ketika pasien report ke dokter, tidak sakit lagi atau bisa penetrasi,” ungkap Dian.
Selama dua tahun menikah, Dian hanya berbagi masalah ini dengan suami. Awalnya, mereka sama-sama kebingungan dengan penyakit tersebut. Meski begitu, suaminya tetap support dengan keadaan Dian. Hingga akhirnya awal 2020 ini Dian merasakan rasa sakitnya berkurang.
Apa yang telah dialami Dian 2 tahun belakangan ini membuat dia sadar bahwa masih banyak orang yang belum sadar tentang apa itu vaginismus. Dian kemudian mencoba membuat supporting group sebagai wadah saling berbagi bagi wanita yang mengalami hal yang sama. Sebab, selama ini, vaginismus dianggap disebabkan karena faktor psikis.
ADVERTISEMENT
“Padahal kata dokter itu bukan psikis, tapi penyakit yang bisa menyebabkan gangguan psikis,” ungkap Dian.
“Akhirnya saya berani terbuka, karena banyak banget perempuan disalahkan, merasa kesakitan, tidak bisa penetrasi, tidak bisa melayani suami, bukan tidak mau. Tapi memang tidak bisa (vaginanya),” tutup Dian.