Kisah Doni Monardo Berlatih di Hutan hingga Pohon 'Die Hard' Trembesi

27 Maret 2021 12:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Institut Pertanian Bogor menganugerahkan gelar doktor homoris causa kepada Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo. Foto: BNPB
zoom-in-whitePerbesar
Institut Pertanian Bogor menganugerahkan gelar doktor homoris causa kepada Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo. Foto: BNPB
ADVERTISEMENT
Kepala BNPB Letjen TNI Doni Monardo dianugerahi Doktor Honoris Causa atau Doktor Kehormatan di bidang Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam (SDA) dan Lingkungan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB). Sepak terjang Doni Monardo dinilai berkontribusi si sektor tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam prosesi pemberian gelar tersebut, Doni menyampaikan orasi ilmiahnya. Orasi sang jenderal diawali dengan pengalamannya di bidang militer yang berlatih selama bertahun-tahun di hutan, hingga akhirnya berkomitmen untuk melestarikan lingkungan.
"Pengalaman bertahun-tahun berlatih di hutan dan penugasan operasi militer di beberapa daerah membuat saya mengenali banyak jenis tanaman. Sehingga saya berkomitmen untuk menanam, merawat dan melestarikan tanaman di mana pun saya berada," kata Doni membuka orasi ilmiah-nya di IPB, Sabtu (27/3).
Doni pun menerapkan komitmen itu di setiap tempat ia bertugas. Seperti saat berada di Brigif Para Raider III/Tri Budi Sakti Kostrad, Kariango, Sulsel, ia melihat di kawasan asramanya sangat tandus. Dari situ ia menanam bibit pohon Trembesi.
"Dilanjutkan dengan pembibitan Trembesi, serta menanamnya di banyak tempat di Sulawesi Selatan termasuk di Lapangan Karebosi dan Bandara Sultan Hasanuddin," kata dia.
ADVERTISEMENT
Doni pun berkomitmen untuk melanjutkan program itu dengan mencanangkan slogan yang terpampang di kebun Bibit Brigif Para Raider III/Tri Budi Sakti Kostrad Kariango pada tahun 2008 'Dari Kariango Ikut Hijaukan Indonesia'.
Setelahnya, ia dipindah tugas ke Paspampres di Jakarta. Komitmen yang sama ia bawa dalam bertugas di korps baret merah, dengan membuat kebun bibit trembesi di Cikeas akhir November 2008. Lalu pada 17 Agustus 2009, bibit trembesi itu dibagikan di Istana Negara.
"Selanjutnya, tahun 2010 saya mengembangkan kebun bibit di Rancamaya. 100.000 bibit trembesi ditanam di wilayah Bogor, Cianjur dan Sukabumi, dan DKI Jakarta termasuk di sepanjang Kota Kudus, Jawa Tengah," kata dia.
Lalu di lokasi lain, ada 100.000 bibit Sengon dibagikan gratis ke masyarakat termasuk warga terdampak erupsi Gunung Merapi di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Dari situ, ia juga mendirikan Paguyuban Budiasi di Sentul.
ADVERTISEMENT
"Budiasi kependekan dari Budidaya Trembesi, nama pemberian Bapak SBY, Presiden Republik Indonesia saat itu. Sampai hari ini Paguyuban Budiasi telah memproduksi lebih dari 20 juta pohon, terdiri dari 150 jenis pohon termasuk tanaman langka, yang dibagikan ke berbagai daerah termasuk Timor Leste," kata Doni.
Ia pun bercerita bahwa beberapa pejabat tinggi negara dan kepala daerah sempat berkunjung ke kebun bibit Budiasi. Salah satunya adalah Jokowi, saat menjabat Gubernur DKI Jakarta pada Januari 2014.
Terlepas dari itu, ada satu hal yang unik terkait pemilihan pohon yang dibibit oleh Doni, yakni Trembesi. Ia bercerita mengapa sangat tertarik dengan jenis pohon tersebut.
Cerita diawali saat ia bertugas di Paspampres pada 2001 di era kepemimpinan Presiden Gus Dur, Megawati, hingga Susilo Bambang Yudhoyono. Ia mengaku banyak berkunjung ke berbagai daerah dan mengamati bahwa bangunan pemerintah peninggalan Belanda sangat kokoh dan setidaknya ada tiga jenis pohon yang digunakan yakni Trembesi, Asam, dan Beringin.
ADVERTISEMENT
Selain itu, manfaat Trembesi diperkuat dengan hasil penelitian Dr. Endes N. Dahlan, Dosen Fakultas Kehutanan IPB, yang mengatakan bahwa pohon tersebut adalah penyerap polutan terbaik. Satu pohon Trembesi yang lebar kanopinya telah mencapai 15 meter, mampu menyerap polutan atau gas CO2 sebanyak 28,5 ton per tahun.
"Pohon ini termasuk jenis tanaman 'die hard'. Dapat tumbuh di tempat yang tandus dan di tempat yang lembab atau basah, di daerah tropis yang tumbuh hingga ketinggian 600 meter di atas permukaan laut. Oleh sebab itu sangat cocok untuk penghijauan kota," kata Doni.
"Selain Trembesi, saya juga membudidayakan pohon endemik langka Indonesia lainnya seperti Ulin, Eboni, Torem, Palaka, Rao, Cendana, dan Pule yang sudah sulit ditemukan," pungkas jenderal yang kini bergelar Doktor Kehormatan itu.
ADVERTISEMENT