Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Kisah Dua Remaja Filipina Tempuh Pendidikan di Yayasan Sukma Bangsa
12 Mei 2018 18:02 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dari 22 siswa dan siswi tersebut, salah satu di antaranya adalah Ibni Khalid (15) dan Amania Macasimbar Abdulsamad (20). Keduanya menceritakan kisah mereka terkait bagaimana bisa sampai bersekolah di Yayasan Sukma Bangsa. Ibni yang berasal dari Kepulauan Sulu mengaku, ia didatangi langsung oleh Direktur Utama bidang pendidikan Yayasan Sukma Bangsa, Ahmad Baedowi.
“Pak Baedowi datang langsung dari rumah ke rumah, di wilayah saya di Sulu, kemudian saya tertarik dan mengikuti tes bahasa Indonesia. Ramadhan tahun lalu, saya datang ke sini,” ucap Ibni di Yayasan Sukma Bangsa, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, pada Sabtu (12/5).
Ibni juga sempat menjelaskan terkait kekejaman Abu Sayaf selaku pemimpin gerakan separatis di Sulu, Filipina.
“Mereka sering menculik anak dari Major, seperti bupati kalau di sini. Mereka minta tebusan, jika tidak ditebus, mereka akan menggorok leher sandera,” kata Ibni. Mayoritas anak-anak Mindanao ini merasa senang, karena konflik di Filipina kini telah mereda.
ADVERTISEMENT
Namun, tak disangka, Ibni memendam harapan untuk bisa datang ke Jakarta mengunjungi Monumen Nasional (Monas).
“Saya mau liat building-building, dan Monas,” ucap Ibni dengan canda tawanya.
Sedangkan Amania mengungkapkan, awalnya ia mendapatkan informasi terkait adanya program sekolah di Yayasan Sukma Bangsa ini dari UNYPAD salah satu organisasi PBB untuk pemuda dan perdamaian.
“Saya dikumpulkan di suatu tempat, dan ditawari untuk belajar di Indonesia. Sebenarnya saya sudah kuliah, tapi karena saya ingin sekolah di luar negeri maka saya ambil,” ucap Amania, remaja wanita asal Marawi ini.
Amania sendiri saat itu sedang menempuh semester 6 di Universitas Jamiatun Muslimin, Mindanao, Filipina. Ibni dan Amania saat ini masih duduk di bangku kelas 10 di Yayasan Sukma Bangsa. Meski baru satu tahun di Indonesia, mereka mengaku cepat mempelajari Bahasa Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Pada awalnya, sebulan awal kami hanya mengerti bahasa Indonesia, dan tidak bisa mengucapkanya. Butuh 3 bulan bagi kami untuk bisa berbicara bahasa Indonesia, itupun masih campur dengan bahasa Inggris,” ucap Amania.
Soal Materi pembelajaran dan lingkungan akademik, Ibni dan Amania mengaku lebih senang belajar di Indonesia. Pasalnya, ada pendidikan karakter dan kejujuran yang diberikan oleh Sekolah Sukma Bangsa ini.
Ibni dan Amania tinggal di kawasan rawan konflik di Filipina. Ibni di Kepulauan Sulu, ia dekat dengan operasi dari sel teroris Abu Sayyaf. Sedangkan Amania yang tinggal di Marawi, beberapa lokasi di daerahnya sudah luluh lantak akibat pertempuran beberapa waktu lalu.
“Saya ingat, ibu saya lari tunggang langgang naik kendaraan pick up. Ibu saya saat sedang di pasar, karena terpisah dengan kakak saya, yang langsung kabur mendengar suara letupan senjata yang seperti pesta kembang api, di Marawi. Untung kampung saya tidak terkena imbas perang tersebut,” ucap Amania.
ADVERTISEMENT
Yayasan Sukma Bangsa sendiri didirikan pada tahun 2006 silam oleh pengusaha skaligus Ketum Partai Nasdem Surya Paloh, tepatnya setahun setelah MoU Perdamaian antara GAM dan Pemerintah Republik Indonesia ditandatangani. Hari ini di ulang tahunnya yang ke 12, Sekolah Sukma Bangsa mewisuda 85 siswa SMA, 44 siswa SMP, dan 49 siswa SD. Prosesi Wisuda dilakukan langsung oleh sang pemilik Yayasan, Surya Paloh.