Kisah Evan, Berawal dari Coret-coret Meja Jadi Ilustrator Kelas Dunia

4 September 2018 16:29 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Evan Raditya Pratomo dengan karyanya King Kenny Storybook,Surabaya, Selasa (04/09/2018). (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Evan Raditya Pratomo dengan karyanya King Kenny Storybook,Surabaya, Selasa (04/09/2018). (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Hobi coret-coret tembok sampai meja saat guru mengajar di kelas, tak disangka mengantarkan Evan Raditya Pratomo menjadi seorang ilustrator jempolan. Rumah produksi film Hollywood hingga klub sepak bola Eropa kenamaan mendapuk dirinya untuk menghasilkan karya eksklusif.
ADVERTISEMENT
Pria lajang kelahiran Malang ini mengakui, kesukaan menggambar sudah muncul sejak usia TK. Bakat menggambar mulai terlihat saat dirinya mencoret-coretkan sketsa tokoh kartun jepang dan ikon lain di tembok rumah.
"Ya, waktu masih kecil tembok rumah banyak coret-coretan gambar saya. Memang sudah dari kecil passion saya ini," kata Evans saat ditemui kumparan di kelas desain grafis, di sela-sela jam mengajarnya di Universitas Ciputra, Surabaya, Selasa (4/9).
Kebiasaan tersebut rupanya terbawa hingga di tingkat SMA. Alumni SMA Santo Yosef Malang ini bahkan sering lupa diri saat tengah asyik menggoyangkan pensil gambar. Semua hal bisa jadi media, mulai buku tulis, halaman kosong buku pelajaran atau kertas HVS.
"Suka gambar juga pas pelajaran di kelas sambil dengerin guru yang menerangkan. Tapi jangan ditiru yah yang ini," kelakar dia.
ADVERTISEMENT
Evan belajar menggambar secara otodidak. Jenis gaya yang digambarnya juga selalu berganti-ganti sesuai mood dan emosi dirinya. Dengan melihat dan membaca dia kemudian mempraktikkan langsung cara menggambar hingga menguasainya.
"Dulu masih SD dan SMP lebih suka gaya komik Jepang atau manga. Kemudian, SMA saya belajar gaya aliran buku anak-anak. Rasanya ini dipengaruhi transisi kedewasaan saya dan rasa penasaran mempelajari gaya gambar lain," cerita alumnus DKV, Universitas Ciputra Surabaya, ini.
Evan Raditya Pratomo saat tengah mengajar di kampus, Surabaya, Selasa (04/09/2018). (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Evan Raditya Pratomo saat tengah mengajar di kampus, Surabaya, Selasa (04/09/2018). (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
Atas bakat tersebut, Evan mulai serius menggeluti dunia kreasi ilustrasi ini. Dia pun lihai mengolah gambar di balik layar laptop. Sulung dari dua bersaudara ini kemudian memilih jurusan desain, komunikasi dan visual Universitas Ciputra untuk mengasah kemampuannya.
Baru semester 3 atau sekitar tahun 2010, berkat rajin menampilkan karyanya dan profilnya lewat media internet, Evan mulai menapaki prestasi. Lewat profil karyanya di Deviant-art, Evan menerima proyek dari sebuah negara untuk membikin buku cerita anak bersambung. Proyek itu digarapnya sambil berkuliah hingga 2014.
Evan Raditya Pratomo saat tengah mengajar di kampus, Surabaya, Selasa (04/09/2018). (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Evan Raditya Pratomo saat tengah mengajar di kampus, Surabaya, Selasa (04/09/2018). (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
Tahun-tahun berikutnya, keahlian Evan dalam ilustrasi semakin ciamik. Dia tekun dalam berunjuk gigi dengan memanfaatkan wadah digital yang ada di dunia maya. Dia bahkan mulai berani dalam berkreasi, seperti memadupadankan sejumlah gaya.
ADVERTISEMENT
Evan kemudian menggambar sebuah karya dengan gaya surealis kontemporer dengan kombinasi gaya Jepang. Karya ini kemudian membuat Paramount Pictures, salah satu rumah produksi film Hollywood terkenal, tertarik dengan karya Evan. Bersamaan itu, Paramount Pictures tengah menggarap film baru berjudul 'Ghost in The Shell' yang dirilis Maret 2017.
"Mereka lihat karya saya dari Tumblr. Kebetulan mereka mencari gaya tersebut. Karena merasa cocok, kemudian menelepon saya," kenang Evan.
Pria berkacamata ini bahkan masih tak percaya saat mendapat email dan telepon langsung dari pihak rumah produksi itu. Dia mengira ada orang iseng mengerjainya lewat email. Terlebih saat itu bersamaan ramainya modus penipuan.
"Saya sempet enggak percaya. Sampai cari di Linkedin apa benar-benar orang yang kontak saya. Ternyata benar orang Paramount Pictures," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Satu minggu bekerja bareng Paramount Pictures di Selandia Baru membuat Evan belajar bekerja secara profesional.
"Selain lihat kecanggihan properti mereka, saya belajar bagaimana sistem kerja dan ketepatan dan kompetensi. Ritme kerja yang ketat dan pro," kenang dia.
Evan Raditya Pratomo dengan karyanya King Kenny Storybook,Surabaya, Selasa (04/09/2018). (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Evan Raditya Pratomo dengan karyanya King Kenny Storybook,Surabaya, Selasa (04/09/2018). (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
Terbaru, karya buku cerita anak Evan yang ditampilkan di Behance ternyata dilirik sebuah agensi untuk menerbitkan sebuah buku cerita anak yang mengisahkan sejarah legenda hidup Liverpool FC, Sir Kenny Dalglish. Buku itu sekaligus persembahan atas hari jadi Liverpool ke-125 tahun.
"Saya dikontrak November 2017, saya hanya dikasih dua bulan untuk menyelesaikan buku cerita ini," ujar Evan.
Putra dari pasangan Eddy Widodo Pratomo dan Putri Untasnia ini bersyukur karena berhasil menyelesaikan garapan ini sesuai tenggat waktu.
ADVERTISEMENT
"Awalnya agak kesulitan membuat sketsa untuk transisi kehidupan Kenny dari usia anak hingga remaja. Tapi bisa saya lewati," ujarnya.
Setelah mempelajari narasi cerita, Evan mulai menggarapnya mulai sketsa, pewarnaan, dan finishing. "Satu per satu saya ajukan kemudian disetujui sampai kemudian penyelesaian akhir," imbuhnya.
Pembuatan storybook berisi 30 halaman ini menjadi salah satu pengalaman berkesan bagi Evans. Selain deadline pengerjaan yang menantang, goresan Evans turut menjadi bagian sejarah salah satu klub sepak bola terbesar Eropa.
Terlebih yang membanggakan lagi, karya ilustrasi coretan Evan di storybook berjudul King Kenny itu dibaca oleh jutaan pasang mata pendukung Liverpool di segala penjuru dunia.
"Buku perjalanan hidup King Kenny ini disebarkan untuk komunitas Liverpool seluruh dunia bahkan nasabah Standard Chartered Bank selaku sponsor Liverpool," urai Evan.
ADVERTISEMENT
Meski banyak prestasi, Evan tidak berpuas diri untuk belajar. Atas prestasinya, pemuda berusia 28 tahun ini dipercaya untuk membimbing mahasiswa DKV Universitas Ciputra setengah tahun terakhir ini. Sembari mengabdi jadi pengajar, Evan juga kembali berkuliah tingkat pascasarjana program seni di Universitas Trisakti Jakarta. Rupanya, masih banyak pula cita-cita Evan dalam bidang ilustrasi yang bikin dia penasaran.
"Saya ingin bikin poster film Hollywood lagi, apalagi yang genre thriller atau horor. Tapi yang simpel, tapi belum kesampaian bikin ilustrasi buat sampul novel atau CD artis dan penulis terkenal," ujarnya.