Kisah Grace dan Dua Anaknya Jadi Korban KDRT: Berawal dari Masalah Buang Air

10 April 2025 16:03 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana TKP Penganiayaan anak di Penjaringan, Jakarta Utara, Kamis (10/4). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana TKP Penganiayaan anak di Penjaringan, Jakarta Utara, Kamis (10/4). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Panas matahari terasa menyengat di sebuah gang kawasan Penjaringan, Jakarta Utara. Tak ada riuh aktivitas warga, hanya sesekali pengendara motor berlalu-lalang.
ADVERTISEMENT
Di ujung jalan, sebuah bangunan kos berdiri dengan kesan tertutup. Teralis hitam menutupi hampir seluruh bagian pintu utama, hanya menyisakan satu akses sempit bagi penghuni yang ingin masuk.
Lorong gelap terlihat dari depan, menghubungkan dunia luar dengan kamar-kamar kecil di dalamnya.
Di sana lah Grace (31) ibu dari dua anak korban penganiayaan yang dilakukan oleh pacarnya tinggal.
Suasana TKP Penganiayaan anak di Penjaringan, Jakarta Utara, Kamis (10/4). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
kumparan bertemu Grace di depan kos tersebut. Mengenakan kaus merah, Grace tampak menggendong anaknya yang paling kecil. Bekas lebam masih terlihat di wajah balita tersebut. Sementara anak tertuanya ia gandeng.
Wajahnya masih tampak cemas. Dengan suara bergetar, ia mulai bercerita mengenai awal mula kejadian itu.
Ia belum sepenuhnya tenang usai tragedi yang menimpa buah hatinya yang masih berumur 3 dan 4 tahun. Keduanya dianiaya EC, lelaki yang dipercaya Grace sebagai pacarnya.
ADVERTISEMENT
“Sudah sebulan (tinggal di Penjaringan),” ucap Grace pelan, saat ditemui, Kamis (10/4).
Anak laki-lakinya bersandar di pangkuannya, tak banyak bicara, sesekali melirik orang dewasa yang berbicara di sekitarnya dengan tatapan takut.
Berawal dari Buang Air di Kasur
Suasana TKP Penganiayaan anak di Penjaringan, Jakarta Utara, Kamis (10/4). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
Penganiayaan itu, kata Grace, sebenarnya bermula dari hal sepele. Anak-anaknya, yang sedang belajar untuk tidak menggunakan popok saat siang hari, kadang lupa memberi tahu orang tua mereka saat ingin buang air.
Kotoran balita itu membuat kasur kotor, rupanya cukup untuk membuat sang pacar naik pitam.
“Pelaku kalau setiap kali dia habis bangun tidur, melihat anak saya misalnya dia buang air kecil di kasur atau dibuang air besar di celana, itu pasti dia akan melakukan kekerasan. Entar dia memukul, menendang, menjambak, dan menjedotkan anak saya ke dinding, tembok,” ujar Grace dengan nada lirih.
ADVERTISEMENT
Grace mengenal KC sejak 2017. Namun, mereka baru menjalin hubungan lebih dekat sejak Desember 2023.
Awalnya, mereka tinggal di Tanjung Duren bersama orang tua Grace. Namun, hubungan yang semakin intens membuat mereka berpindah tempat tinggal. Dari kos di Telukgong, pindah ke Cengkareng, lalu kembali ke Penjaringan.
“Emang temperamental,” kata Grace pelan.
“Kadang ya kalau memang lagi aktif ya dia (anaknya) juga sering dipukul, dia lebih nggak boleh. Bagaimana ya, kalau anak kan ceria kan? Harusnya tuh dia happy, dia jalan, dia ke mana, lari mana-mana. Nah itu kan memang anak kecil begitu. Nah itu dia nggak pernah kasih,” tambahnya.
Sehingga sehari-hari Grace dan kedua anaknya hanya menghabiskan waktu di dalam kamar.
ADVERTISEMENT
“Nggak pernah main. Main keluar, main sesekali aja, ” ujarnya
Ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Penganiayaan itu memuncak pada awal April. Saat itu, Grace kabur dari pelaku setelah diantar kerja, akibat tak tahan sering dianiaya. Di tengah perjalanan, ia memutuskan naik angkot sendiri dan kabur ke Cengkareng. Ia berpikir lama sebelum akhirnya melapor.
“Saya merenung karena saya juga sebelum saya memutuskan untuk melapor, itu saya juga berdoa dulu. Dan saya juga sudah chat dia, kalau saya tuh sudah gak mau lagi sama dia, tapi dia memaksa untuk tetap bersama saya,” ujar Grace.
Grace tidak menjelaskan mengapa dia dan pacarnya itu bisa tinggal dalam satu atap.
Saat dia kabur, anak-anaknya ditinggal di kos dan dikunci dari luar oleh pelaku.
ADVERTISEMENT
“Saya telepon keamanan untuk membukakan pintu. Anak saya karena dikunci dari luar,” katanya.
Kini, setelah pelaku ditangkap, saat ditanya bagaimana tanggapannya terkait anak-anaknya yang akan di urus pemerintah, Grace memilih untuk fokus mengurus anak-anaknya.
“Saya nggak setuju sih sebenarnya. Karena saya lebih baik, saya mau urus anaknya sendiri,” tegasnya.
Namun, kondisi sang anak masih memprihatinkan. Luka memar di kepala belum sepenuhnya pulih.
“Keterangan dokter itu dia cuma bilang bengkak di sini di bagian kepala, jadi kalau misalnya nanti dia nggak mau makan atau dia muntah, nanti dia harus di CT Scan,” katanya.
Grace mengatakan, anak-anaknya masih menunjukkan gejala trauma. Kadang bicara, kadang diam.
“Anak saya ada trauma ya kayaknya agak takut dia sama orang.kalau saya tanya diam, kadang-kadang kalau lagi mau bicara ya bicara,” ujar Grace.
ADVERTISEMENT
Pihak KPAI dan Polres telah datang memberikan bantuan, tapi penyembuhan trauma belum bisa selesai dalam sekejap.
“Saya akan pindah, cari tempat lain. Takut juga kalau kejadian lagi,” katanya, sembari membenahi posisi anaknya di pangkuan.
EC ditangkap atas dugaan penganiayaan terhadap dua balita, anak dari pacarnya sendiri, di Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (7/4).
Polisi menerima laporan dari warga yang kerap mendengar tangisan anak-anak dari dalam kos. Dari penyelidikan, terungkap bahwa pemicu kekerasan adalah kejadian buang air kecil dan besar yang mengotori kasur.
Kini, EC telah ditahan. Namun luka fisik maupun psikis butuh waktu lama untuk sepenuhnya pulih.