Kisah Jenderal Hoegeng dan Ir Sutami, Pejabat yang Tolak Dikawal Mobil Sirine

17 Mei 2022 14:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lampu Strobo Foto: ShutterStock
zoom-in-whitePerbesar
Lampu Strobo Foto: ShutterStock
ADVERTISEMENT
Pernah merasakan dalam kondisi macet lalu ada mobil 'berisik' dengan rotator atau strobo atau sirine ingin merebut jalan padahal mereka bukan kendaraan prioritas? Seakan semua milik dia, yang lain hanya 'ngontrak'.
ADVERTISEMENT
Tak jarang kita menemukan rombongan pejabat negara yang ingin mendapatkan prioritas jalan dengan cara dikawal dan menyalakan lampu strobo. Meskipun tindakan tersebut diizinkan dalam Undang-Undang, tetapi banyak masyarakat merasa terganggu dan dianggap melanggar kesantunan publik.
Padahal dulunya, ada seorang mantan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia ke-5, yaitu Jenderal Polisi Drs. Hoegeng Iman Santoso yang menolak untuk dikawal atau penjaga rumah.
Terkenal dengan kejujurannya, kehidupannya sangatlah sederhana dan ia tidak mempan disuap. Baginya, lebih baik hidup melarat dari pada menerima suap atau korupsi.
Saat menjabat menjadi Kapolri, hanya ada dua staf yaitu staf ajudan yang bergantian bertugas saat hari kerja dan staf ajudan yang membantu kesehariannya.
Bahkan keduanya juga tidak diizinkan untuk memakai pakaian dinas, kecuali ajudan dinas yang mendampinginya sehari-hari. Staf lainnya diminta untuk berpakaian seperti preman.
Hoegeng Imam Santoso Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan
Ia beranggapan bahwa dengan adanya pengawal akan membuat teman-temannya sungkan untuk berkunjung ke kediamannya.
ADVERTISEMENT
Selain kisah Jenderal Hoegeng, ada pula Ir. Sutami yang pernah menjabat sebagai Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (sekarang PUPR) dari zaman Orde Lama hingga Orde Baru.
Ia adalah sosok yang pekerja keras dalam diamnya. Ia pun merasa jengkel ketika suatu hari ia terpaksa melawan arus untuk membelah kemacetan di Jalan Braga, Bandung. Saat itu ia sedang mengepalai proyek irigasi di wilayah Cisangkuy.
Seorang kerabat dekatnya yang juga sudah dianggap Sutami seperti anaknya, Emir Sanaf mengungkapkan bahwa Sutami enggan untuk dikawal apalagi sampai menggunakan sirene di jalan.
"Bapak sesampai di hotel bilang ke saya, ngapain sih tadi ada ngoweng ngoweng (sirine), enggak mau dia," ungkap Emir, ketika berbincang dengan kumparan beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
"Enggak mau, ngapain nerobos jalan, pakai sirene, melawan arah. Tapi namanya orangnya halus banget, dia enggak mau ngomong diem aja, tapi saya nerima celotehan dia," sambungnya.
Ilustrasi Sutami Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan
Selama menjabat jadi menteri di 3 kabinet yang berbeda dari tahun 1965-1973, Sutami tidak pernah menggunakan ‘Hak Istimewanya’ yaitu untuk memasang lampu strobo dan sirene agar mendapatkan prioritas jalan. Bahkan menurut anak-anaknya, Sutami tidak pernah meminta pengawalan ketika bertugas ataupun sekadar menghadiri sidang kabinet.
Keduanya menjadi sosok yang sederhana dan tidak ingin merepresentasikan pemimpin yang menunjukkan kesenjangan tinggi pada masyarakat.
Polri menyebutkan bahwa semua orang mempunyai hak yang sama untuk menggunakan jalan untuk berlalu lintas. Tidak ada seorang pun mempunyai hak untuk diutamakan, kecuali didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
ADVERTISEMENT
Peraturan perundang-undangan tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 1993. Di dalamnya bertuliskan bahwa terdapat peluang bagi orang tertentu atau kendaraan yang digunakan bagi keperluan tertentu yang mendapatkan prioritas menggunakan jalan untuk berlalu lintas.
Dalam Pasal 65 ayat 1 disebutkan, pemakai jalan wajib mendahulukan sesuai urutan prioritas sebagai berikut:
Reporter: Devi Pattricia